Senin, 10 November 2014

Rahasia Do’a Mengatasi Hutang


Abu Said Al-Khudhri radhiyallahu ’anhu bertutur: “Pada suatu hari Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam masuk masjid. Tiba-tiba ada seorang sahabat bernama Abu Umamah radhiyallahu ’anhu sedang duduk di sana. Beliau bertanya: ”Wahai Abu Umamah, kenapa aku melihat kau sedang duduk di luar waktu sholat?” Ia menjawab: ”Aku bingung memikirkan hutangku, wahai Rasulullah.” Beliau bertanya: ”Maukah aku ajarkan kepadamu sebuah do’a yang apabila kau baca maka Allah ta’aala akan menghilangkan kebingunganmu dan melunasi hutangmu?” Ia menjawab: ”Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda,”Jika kau berada di waktu pagi maupun sore hari, bacalah do’a:

”Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan manusia.” Kata Abu Umamah radhiyallahu ’anhu: ”Setelah membaca do’a tersebut, Allah berkenan menghilangkan kebingunganku dan membayarkan lunas hutangku.” (HR Abu Dawud 4/353)
Doa ampuh yang diajarkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam kepada Abu Umamah radhiyallahu ’anhu merupakan doa untuk mengatasi problem hutang berkepanjangan. Di dalam doa tersebut terdapat beberapa permohonan agar Allah ta’aala lindungi seseorang dari beberapa masalah dalam hidupnya. Dan segenap masalah tersebut ternyata sangat berkorelasi dengan keadaan seseorang yang sedang dililit hutang.
Pertama, ”Ya Allah aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih.” Orang yang sedang berhutang biasanya mudah menjadi bingung dan tenggelam dalam kesedihan. Sebab keadaan dirinya yang berhutang itu sangat potensial menjadikannya hidup dalam ketidakpastian alias bingung dan menjadikannya tidak gembira alias berseduih hati.
Kedua, ”Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas.” Biasanya orang yang berhutang akan cenderung menjadi lemah. Dan biasanya orang yang malas dan tidak kreatif dalam menjalani perjuangan hidup cenderung mudah berfikir untuk menacari pinjaman alias berutangketika sedikit saja menghadapi rintangan dalam hidup. Sedangkan orang yang rajin cenderung tidak berfikir untuk berhutang selagi ia masih punya ide solusi selain berhutang dalam hidupnya. Orang rajin bahkan akan menolak bilamana memperoleh tawaran pinjaman uang karena ia anggap itu sebagai suatu beban yang merepotkan.
Ketiga, ”Aku berlindung kepada Engkau dari sifat pengecut dan kikir.” Biasanya orang yang terlilit hutang menjadi orang yang diliputi rasa takut. Ia cenderung menjadi pengecut. Jauh dari sifat pemberani. Mentalnya jatuh dan tidak mudah memiliki kemantapan batin. Dan orang yang berhutang mudah menjadi kikir jauh dari sifat demawan. Bila kotak amal atau sedekah melintas di depannya ia akan membiarkannya berlalu Hal ini karena ia menggunakan logika ”Bagaimana aku bisa bersedekah, sedangkan hutangku saja belum lunas.”
Keempat, ”Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan manusia.” Doa bagian akhir mengandung inti permohonan seorang yang terlilit hutang. Ia serahkan harapannya sepenuhnya kepada Allah ta’aala Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji agar menuntaskan problem hutang yang berkepanjangan membebani hidupnya. Di samping itu ia memohon agar dirinya dilindungi Allah ta’aala dari kesewenang-wenangan manusia. Kesewenangan dimaksud terutama yang bersumber dari fihak yang berpiutang. Sebab tidak jarang ditemukan bahwa fihak yang berpiutang lantas bertindak zalim kepada yang berhutang. Ia merasa telah menanam jasa dengan meminjamkan uang kepada yang berhutang. Lalu ia merasa berhak untuk berbuat sekehendaknya kepada yang berhutang apalagi jika yang berhutang menunjukkan gejala tidak sanggup melunasi hutangnya dengan segera.
Itulah sebabnya dunia modern dewasa ini banyak diwarnai oleh berbagai tindak kezaliman. Sebab dalam era dunia modern manusia sangat mudah berhutang. Dalam kebanyakan transaksi manusia dianjurkan untuk terlibat dalam hutang alias transaksi yang tidak tunai. Sedikit sedikit kredit. Apalagi skema pelunasan hutangnya melibatkan praktek riba yang termasuk dosa besar. Islam adalah ajaran yang menganjurkan manusia untuk membiasakan diri bertransaksi secara tunai. Ini bukan berarti Islam mengharamkan berhutang. Hanya saja Islam memandang bahwa berhutang merupakan suatu pilihan yang bukan ideal dan utama. Itulah sebabnya ayat terpanjang di dalam Al-Qur’an ialah ayat mengenai berhutang, yaitu surah Al-Baqarah ayat 282.
Suatu ketika Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ’anhu didatangi anaknya yang hendak meminjam uang. Lalu ia berkata kepadanya ”Nak, aku tidak punya uang.” Lantas anaknya mengusulkan agar ayahnya pinjamkan dari Baitul Maal (Simpanan Kekayaan Negara). Maka Umar-pun menulis memo kepada pemegang kunci Biatul Maal yang isinya: ”Wahai bendahara, tolong keluarkan sekian dinar dari Baitul Maal untuk aku pinjamkan ke anakku. Nanti biar aku cicil dengan potong gajiku tiga bulan ke depan.”
Maka memo tersebut dibawa oleh anaknya dan diserahkan kepada bendahara. Tidak berapa lama iapun kembali menemui ayahnya dengan wajah murung. ”Ayah, aku tidak menerima apa-apa dari bendahara kecuali secarik kertas ini untuk disampaikan kepadamu.” Maka Umar menyuruh anaknya membacakan isi memo balasan itu. Isinya ”Wahai Amirul Mu’minin Umar bin Khattab, bagiku sangatlah mudah untuk mengeluarkan sekian dinar dari Baitul Maal untuk engkau pinjam. Namun aku minta syarat terlebih dahulu darimu. Aku minta agar engkau memberi jaminan kepadaku bahwa tiga bulan ke depan Amirul Mu’minin Umar bin Khattab masih hidup di dunia untuk melunasi hutang tersebut.” Maka Umar langsung beristighfar dan menyuruh anaknya pulang…!

Mewah , Pangkal Jatuhnya Jiwa

Pada dasarnya tidaklah terlarang hidup mewah, karena dengan demikian kita dapat juga menyatakan nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada kita. Allah senang sekali apabila hambaNya menunjukkan bekas nikmatNya atas dirinya. Tetapi haruslah digali dalam jiwa apa yang mendorong untuk minat  hidup mewah tersebut?
Kebanyakan orang hidup mewah bukanlah karena mensyukuri nikmat Allah, tetapi hanya menunjukkan kelebihan daripada orang lain, hatinya menjadi kasat kasar, sebab dia lupa bahwa disamping hidupnya yang berlebih lebihan itu ada makhluk Ilahi lainnya yang masih diselubung kemiskinan, kadang kadang makan, kadang kadang tidak.
Selanjutnya kemewahan menyebabkan seseorang tidak lagi dapat menguasai harta bendanya yang dimilikinya, melainkan dia sendiri-lah yang diperbudak oleh kemewahan harta benda, selalu merasa belum cukup, selalu hendak tinggi dibanding orang lain, hingga ujung batas kehendak kemewahan itu tidak pernah ada…
Banyak orang menyangka bahwa nilai kehidupan ditentukan oleh rumah yang indah, mobil model terakhir, tambahan villa yang nyaman, simpanan dana besar di Bank, dan banyaknya pelayan di rumah. Tidak dipedulikan lagi nilai nilai kebenaran dan pegangan hidup. Bahkan untuk kemewahan inilah orang hendak berebut kekuasaan, sebab kekuasaan adalah kesempatan yang luas untuk berbuat mewah dan sekehendak hati.
Keruntuhan sebuah bangsa apabila ketika kemewahan sudah amat berlebihan, sehingga tidak ada lagi orang yang berada di tengah di antara kaum kaya dan kaum miskin. Nilai kebenaran diabaikan orang. Di masyarakat hanya ada lambung melambungkan, puji memuji, perkataan yang kosong nilai, amal dan usaha sedikit, tapi reklame dan propaganda menjadi banyak. Si miskin yang berkeringat, si tani yang menanam dan mengeluarkan hasil, menghilang, karena mereka tidak termasuk orang yang mewah. Namun orang yang mewah mendapatkan tumpukan pujian dan hormat, lantaran itu kian lama pintu menerima kata yang benar tertutup ke dalam hati mereka. Akhirnya apabila musibah datang, si mewah tidak dapat bertahan, hanya si miskin yang tetap menjadi kurban sejarah.
Kejatuhan bangsa Yunani dan Romawi kuno ialah kala kemewahan telah merusak jiwa, dan  orang Islam pun pernah mendapat giliran kuasai dunia , mencapai Eropa , seperti Spanyol hingga 700 tahun lamanya. Spanyol pernah menjadi kemegahan Islam dengan nilai seni yang tinggi tak ternilai, dan fikirannya yang sesuai dengan tauhid. Tetapi mereka akhirnya terusir dari negerinya karena tidak dapat lagi melepas jiwanya dari kemewahan, seketika terjadi peperangan , tentara tentara Islam telah tampil ke medan perang dengan pakaian warna warni, sutera, pelana kuda yang bertahtakan emas, sedangkan pasukan Kristen saat itu tampil ke medan perang dengan pakaian dan topeng dengan bahan besi dan bukan sutera.
Kala itu pasukan Nasrani berperang dengan gagah perkasa, sedang pihak Islam berperang laksana pasukan perempuan yang bersolek berhias. Peperangan ini dikenal dengan “Pertempuran Thibirnah”. Meskipun pasukan Islam terbilang banyak jumlahnya, mereka terkalahkan. Maka bersyairlah seorang penyair kala itu :
“Mereka memakai pakaian besi ke medan perang, dan kamu memakai pakaian sutera beraneka warna. Alangkah indahnya kamu, dan alangkah buruknya mereka…”
Kemewahan meracun jiwa, mengerdilkan semangat dan memadamkan semangat perjuangan, orang akan menjadi takut mati, karena terbelit oleh akar akar kemewahan…

Dunianya Sama, Akhirat Berbeda Tempat


Dua jenis manusia  itu sama sama berusaha mengais rezeki masing masing berupaya, awalnya mencukupi kebutuhan dasar yang paling pokok bagi diri sendiri dan keluarga. Dan, jika kebutuhan pokok itu sudah terpenuhi, mereka mulai mencari kemewahan kemewahan, agar seumur hidupnya dapat dijalani dengan kelimpahan, kemudahan, aman, tenteram, damai dan seterusnya.
Semua umat manusia, yang mukmin maupun yang kafir, agaknya nyaris sepakat dengan pola hidup seperti ini. Hanya , ada perbedaan mendasar dalam kesadaran dan cara berfikir diantara keduanya.
Orang kafir mengabdi pada kehidupan dunia an sich. Baginya, kebahagiaan dunia adalah tujuan puncak; dunia adalah kesempatan yang apabila terlewatkan, hilanglah segalanya.
Baginya, kehidupan hanyalah rentang waktu yang berlangsung di atas bumi ini saja. Ia tidak percaya bahwa ada kehidupan lain setelah kehidupan ini. Ia juga tidak yakin bahwa ada rumah tinggal lain setelah rumah tinggal (bumi) ini hancur.
Sedangkan orang mukmin, mereka memiliki pandangan yang bertolak belakang dengan pemahaman orang orang kafir. Orang mukmin percaya bahwa terdap

at kehidupan lain yang lebih nyata, lebih agung, di mana manusia akan tinggal kekal di dalamnya.
Bagi orang mukmin, kehidupan dunia adalah perjalanan menuju kehidupan berikutnya. Jadi di sini saatnya menanam, di sana kita akan menuai, di sini kita berlomba, di sana kita akan mendapatkan nilai.
Dunia, jika tidak dijadikan kendaraan menuju akhirat, akan menjelma menjadi fatamorgana yang penuh tipu daya dan kepalsuan.
Perbedaan kedua kelompok di atas sangat mendasar dan jelas, meskipun keduanya berjalan beriringan, sama sama bekerja keras mencari makan. Mereka berbeda pada motif, yang satu makan untuk hidup, yang lain hidup untuk makan.
Diakui memang, daya pikat dunia sangat luar biasa. Dan, persaingan keras kehidupan pun sangat menguras tenaga, menyita kesadaran dan fikiran yang tidak ringan. Sehingga banyak yang tertipu oleh capaian capaian dunia  yang sifatnya sementara, lebih memilih yang fana ketimbang yang abadi. Disinilah agama menciptakan ajaran ajarannya untuk menangani sekaligus dua wilayah yang sama sama penting.

-Muhammad Al Ghazali -

Bila Diriku Menjadi Pemimpin Negara, Kujadikan Negeri Ini Berdasarkan Ridho Allah dan Al Quran

Isteriku sayang, benar benar tadi , Allah SWT seolah olah telah membangkitkan kembali jiwa Bung Tomo-ku yang semurni murninya.
Jiwa Bung Tomo yang merasa bertanggung jawab terhadap keselamatan tanah air dan bangsanya. Jiwa Bung Tomo yang dengan bersedia berkorban apapun juga, kecuali kehormatannya – tidak akan mengelakkan tanggung jawab itu.
Isteriku sayang, siang tadi, hampir tengah hari, saya menyatakan kepada Allah SWT, bahwa bila Allah SWT memang meridhoi, SAYA BERSEDIA MEMEGANG PIMPINAN NEGARA INI.
Pimpinan yang saya arahkan agar Negara kita ini, Republik Indonesia proklamasi 17 Agustus 1945, benar benar Negara yang diridhoi Allah SWT.
Secara perlahan saya ucapkan siang tadi – langsung kepada Allah SWT, saya tidak menginginkan penghormatan karena tanpa menjadi kepala Negara pun sudah cukup memperoleh penghormatan dari masyarakat ; saya tidak menginginkan kenikmatan hidup dengan kedudukan itu karena kami sudah merasakannya; kami tidak menginginkan memperoleh kekayaan dan kedudukan itu, karena tanpa kedudukan dalam pemerintahan, kami pun sudah berkecukupan.
Niat saya hanyalah, bila tidak ada orang lain yang dikehendaki Allah, dan diri kami diberi tugas memimpin Negara kami ini nanti, maka kami hanya akan mohon keridhoan Allah, sekali lagi agar kami dapat menciptakan bagi bangsa kami sebuah Negara yang benar benar diridhoi Allah SWT sebagaimana yang sudah difirmankan oleh Allah SWT dalam Al Quran al Karim.
Kami mohon semoga kami tidak dipanggil “pulang kembali” oleh Allah SWT sebelum kami menyaksikan di dunia ini bahwa bangsa Indonesia sudah memiliki Negara yang diridhoi Allah SWT demikian itu.
Demikianlah, isteriku sayang, apa yang saya ucapkan perlahan siang tadi kepada Allah SWT yang Maha Pencipta, Yang Maha Kuasa, dan selanjutnya saya serahkan kepadaNya segala sesuatunya.
- Bung Tomo-

Sholatlah Tahajud, karena Ini Kebiasaan Orang Orang Saleh



Sebenarnya, manusia merasa senang dalam kesendiriannya, ini berlaku bagi manusia yang jiwanya baik dan bersih. Sebaliknya jika jiwa itu ada sesuatu yang mengotorinya, maka kesendirian itu ia rasakan sebagai sesuatu yang menyiksa dirinya.
Karena itu, orang orang saleh suka berkhalwat (menyendiri, mengasingkan diri) , oleh karena mereka bersama Allah. Adapun orang orang yang jiwa mereka belum bersih, maka mereka suka bercampur dan berhubungan dengan manusia supaya jiwa mereka bisa senang. Kesenangan hati bagi orang orang saleh adalah bilamana mereka suka berkhalwat dan bermunajat dengan Allah Rabbul Alamin. Pada saat mana dia melihat dirinya dalam keadaan beribadah kepada Allah maka pada saat itulah jiwanya tenang dan senang.
Oleh karenanya, kaum salaf, semoga Allah ridhai mereka, menganggap bahwa Qiyamul Lail (Sholat malam) adalah bagian dari hidup mereka. Bagian dari hidupnya, seolah olah ia adalah satu bagian anggota badannya. Adalah seseorang di antara mereka sangat besar penyesalannya apabila sampai terluput dari shalat tahajud.
Diriwayatkan tentang Tamim Ad Dari, bahwasanya pernah ia terluput dari shalat Tahajud satu malam, maka ia bersumpah pada dirinya untuk tidak tidur pada malam hari selama setahun penuh.
Disebutkan bahwa ada seseorang yang tidur semalaman sampai pagi, maka Rasulullah SAW bersabda :
“Orang itu kedua telinganya telah dikencingi syetan.” (HR Bukhari)
Oleh karena itu shalat tahajud merupakan bagian dari kehidupan mereka.
Sabda Nabi SAW :
“Kerjakanlah shalat tahajjud, karena sesungguhnya shalat tahajjud itu adalah adat kebiasaan orang orang saleh sebelum kalian.” (Shahih Al Jami Ash Shaghir no 6635)


Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad Al Mawarzi Ibnu Syabbuwaih telah menceritakan kepadaku Ali bin Husain dari ayahnya dari Yazid An Nahwi dari Ikrimah dari Ibnu Abbas dia berkata mengenai surt Al Muzammil, yaitu; “Bangunlah (shalat) di malam hari, kecuali sedikit daripadanya, (yaitu) separuhnya.” (QS Al Muzammil; 2-3). Ayat tersebut di hapus dengan surat ini, yaitu; “Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur’an.” (QS Al Muzzamil; 20). Maksud dari “Nasyi`atul lail” adalah shalat tahajjudnya mereka (para sahabat) di awal malam (sebelum di mansukh).” Ibnu Abbas melanjutkan; “Tahajjud di awal malam lebih sesuai untuk kamu tentukan batas waktu bangun malam yang telah di wajibkan Allah atas kamu. Hal itu karena manusia, apabila telah tidur, ia tidak tahu kapan dirinya bangun.” Maksud firman Allah; “Aqwamu qiila” ialah lebih sesuai untuk memahami AL Qur’an (ketika di baca pada malam hari) ” dan maksud ayat; “Inna laka fin nahaari sabhan thawiila” ialah kesempatan yang panjang.” (Sunan Abu Daud)