Rabu, 07 Januari 2015

Kisah Anak Laki-Laki Harun Ar-Rasyid rah.a

Kisah Anak Laki-Laki Harun Ar-Rasyid rah.aHarun Ar Rasyid mempunyai seorang anak laki-laki yang berumur sekitar 16 tahun. Ia banyak duduk di majlis orang-orang zuhud dan wara’.

Dia juga sering berziarah ke pemakaman. Ketika sampai di pemakaman, ia berkata, “Ada masanya kalian tinggal di dunia ini dan sebagai tuannya. Akan tetapi ternyata dunia tidak melindungi kalian sehingga kalian sampai ke dalam kubur. Seandainya aku mengetahui apa yang menimpa kalian sekarang ini, tentu aku ingin mengetahui apa yang kalian katakan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan kepada kalian.
kemudian ia membaca syair ini:

“Pemakaman menakutkanku setiap hari. Suara tangisan dan ratapan wanita yang berduka cita membuatku sedih.”
Pada suatu hari, ia datang ke istana ayahnya, Harun Ar Rasyid. Pada waktu itu, semua menteri dan para pejabat kerajaan beserta tamu-tamu terhormat lainnyasedang berkumpul bersama raja, sedangkan anak laki-laki tersebut hanya mengenakan kain yang sangat sederhana dengan surban dikepalanya.
Ketika orang-orang istana melihat dirinya dalam keadaan seperti itu, mereka saling berkata,
“Tingkah laku anak gila ini menghina Amirul Mukminin di hadapan para bangsawan. Jika Amirul Mukminin menasehati dan mengingatkannya, mungkin ia akan berhenti dari kebiasaannya gilanya itu.”
Begitu mendengar perkataan mereka, Amirul Mukminin berkata kepada anak laki-lakinya,
“Wahai anakku sayang, engkau telah mempermalukan diriku di hadapan para bangsawan.”
Mendengar kata-kata itu, ia tidak menjawab sepatah katapun atas perkataan ayahnya, tetapi ia memanggil seekor burung yang bertengger di ruangan tersebut dan berkata,
“Demi Dzat yang menciptakanmu, terbang dan hinggaplah di atas tanganku.”
Burung itupun terbang dan hinggap di atas tangannya. Kemudian ia berkata, “Sekarang, kembalilah ke tempatmu”
Maka terbanglah burung itu lalu kembali ke tempatnya. Setelah itu ia berkata,
“Ayahku, sebenarnya kecintaanmu kepada dunia itulah yang telah menghinakan diriku. Sekarang aku telah bertekad untuk berpisah denganmu.”
Setelah berkata demikian, anak tersebut pergi meninggalkan istana. Ia pergi hanya membawa Al Quran. Ibunya memberinya sebuah cincin yang sangat mahal agar dapat digunakan pada saat memerlukan.
Ia berjalan dari istana hingga tiba di Bashrah. Ia mulai bekerja sebagai buruh. Tetapi dalam satu minggu, ia hanya bekerja selama satu hari, yakni pada hari sabtu. Hasil jerih payahnya selama sehari ia gunakan untuk keperluan hidupnya selama seminggu. Kemudian pada hari ke delapan, yakni pada hari sabtu, ia bekerja lagi.
Ia hanya menerima upah sebesar satu dirham, dan untuk keperluan setiap harinya, ia menggunakannya sebesar satu danaq (seperenam dirham). Ia tidak mau mengambil lebih atau kurang dari upah tersebut.
Kisah selanjutnya diceritakan oleh Abu Amir Bashri rah a. Ia berkata, “Ketika sebelah rumahku roboh, aku memerlukan seorang tukang batu untuk memperbaiki rumahku. Ada seseorang yang memberitahu aku bahwa ada seorang anak laki-laki yang dapat memperbaiki rumah. Maka aku segera mencarinya. Di luar kota, aku melihat seorang anak muda tampan yang sedang duduk membaca Al Quran. Di sisinya terletak sebuah tas kecil. Aku bertanya kepadanya, ‘Wahai anakku, apakah engkau mau bekerja sebagai buruh?’ Ia menjawab, ‘Mengapa tidak, kita diciptakan memang untuk bekerja. Katakan kepadaku apa yang harus aku kerjakan?’ Aku berkata, ‘Memperbaiki bangunan.’ Ia berkata, ‘Aku bersedia asalkan aku mendapat upah satu dirham dan satu danaq sehari, dan pada waktu shalat aku tidak bekerja. Aku harus mengerjakan shalat.’ Aku menerima syaratnya. Kemudian aku membawanya ke rumah dan menyuruhnya bekerja.
Ketika saat shalat Maghrib tiba, aku sangat terkejut, karena ternyata ia telah menyelesaikan pekerjaan dengan baik, pekerjaan yang dapat dilakukan oleh sepuluh orang. Aku memberinya upah dua dirham, akan tetapi ia tidak mau menerimanya, karena melebihi dari syarat yang telah ia ajukan. Ia hanya mau mengambil satu dirham dan satu danaq, lalu pergi. Karena merasa penasaran, pada hari berikutnya aku keluar mencarinya, tetapi ia tidak kutemukan. Aku bertanya kepada orang-orang dengan menerangkan ciri-ciri anak muda tersebut, kalau-kalau ada yang mengetahuinya. Orang-orang memberitahuku bahwa anak tersebut hanya bekerja pada hari sabtu. Selain hari tersebut, tidak ada seorang pun yang dapat menemukannya. Karena merasa puas dengan pekerjaan anak muda tersebut, aku memutuskan untuk menunda pembangunan dinding rumahku pada hari sabtu mendatang dengan meminta bantuan kepada anak muda tersebut.
Pada hari sabtu, aku mencarinya lagi dan kudapati ia sedang membaca Al Quran sebagaimana biasanya. Aku mengucapkan salam kepadanya dan menanyakan apakah ia bersedia bekerja lagi di tempatku dengan syarat yang sama dengan hari sabtu yang lalu. Ia berangkat bersamaku dan mulai mengerjakan dinding rumahku lagi.
Aku masih merasa sangat penasaran dengan pekerjaan anak muda tersebut, bagaimana mungkin ia mampu mengerjakan sendiri sebuah pekerjaan yang biasa dilakukan oleh sepuluh orang pekerja. Maka, ketika ia mengerjakan pekerjaannya, dengan diam-diam aku mengintipnya.
Betapa terkejutnya ketika aku melihat apa yang dilakukannya. Ketika ia mengaduk semen dan meletakkannya di dinding, batu-batu itu menyatu dengan sendirinya.
Maka aku sadar dan yakin bahwa anak muda tersebut bukanlah pemuda biasa, akan tetapi seorang kekasih Allah. Sebagaimana hamba-hamba-Nya yang khusus, dalam melakukan pekerjaannya, pemuda tersebut selalu mendapat bantuan dari Allah secara ghaib.
Pada sore harinya aku hendak memberinya upah sebesar tiga dirham, akan tetapi ia tidak mau menerimanya. Ia hanya mengambil satu dirham dan satu danaq, kemudian pergi.
Aku menunggunya lagi selama seminggu. Dan pada hari sabtu, aku keluar mencarinya. Akan tetapi aku tidak menemukannya. Aku memperoleh berita dari seseorang yang mengatakan bahwa pemuda tersebut sedang sakit. Tiga hari lamanya ia jatuh sakit.
Kemudian aku minta tolong kepada seseorang untuk mengantarkan aku ke tempat pemuda yang sedang menderita sakit itu. Sesampainya di tempat tinggalnya, ternyata pemuda itu tengah berbaring tak sadarkan diri di atas tanah, kepalanya berbantalkan separuh potongan batu bata. Ketika aku memberi salam padanya, ia tidak menjawab. Maka aku mengucapkan salam sekali lagi. Ia membuka matanya sedikit dan mengenaliku. Aku segera mengangkat kepalanya dari batu bata itu dan meletakkannya di atas pangkuanku.
Tetapi ia menarik kepalanya dan membaca beberapa bait syair, dua di antaranya adalah :
Wahai kawanku, janganlah engkau terperdaya oleh kenikmatan dunia. Karena hidupmu akan berlalu. Kemewahan hanyalah untuk sekejap mata. Dan apabila engkau mengusung jenazah ke pemakaman, ingatlah suatu hari engkau pun akan diusung ke pemakaman.
Setelah mengucapkan syair tersebut, ia berkata, “Wahai Abu Amir, jika ruhku telah keluar dari tubuhku, mandikanlah aku, dan kafanilah aku dengan pakaian ini. Aku menyahut, “Wahai sayang, aku tidak keberatan membelikan kain kafan yang baru untukmu.”
Ia menjawab, “Orang yang masih hidup lebih memerlukan pakaian yang baru daripada orang yang meninggal (sama dengan ucapan Abu Bakar Ash Shiddiq ra ketika hendak meninggal dunia). Anak itu menambahkan, “Kain kafan yang baru ataupun using akan segera membusuk. Apa yang tinggal bersama seseorang setelah kematiannya hanyalah amal perbuatannya. Berikanlah sarung dan cerekku ini kepada penggali kubur sebagai upahnya.
Al Quran dan cincin ini tolong sampaikan langsung kepada Khalifah Harun Ar Rasyid dan sampaikan kepadanya pesanku,
“Wahai ayah, jangan sampai engkau meninggal dalam keadaan lalai dan tertipu oleh dunia.”
Dengan keluarnya kata-kata tersebut dari bibirnya, pemuda itu pun meninggal dunia. Dan pada saat itulah aku menyadari bahwa ternyata ia adalah seorang pangeran, putra mahkota.
Setelah putra mahkota itu meniggal dunia, aku pun memandikannya, mengkafaninya, dan memakamkannya sesuai dengan wasiatnya. Kedua benda berupa sarung dan cerek aku berikan kepada penggali kubur.
Kemudian aku pergi ke Baghdad dengan membawa Al Quran dan cincin untuk aku serahkan kepada Khalifah Harun Ar Rasyid. Sungguh aku sangat beruntung, ketika aku sampai di pintu gerbang istana khalifah, pasukan raja sedang keluar dari istana khalifah. Aku pun berdiri di tempat yang tinggi. Mula-mula keluar pasukan berkuda yang sangat besar, yakni berjumlah 1000 tentara. Setelah itu keluar lagi sepuluh pasukan berkuda, masing-masing pasukan berjumlah 1000 tentara. Amirul Mukminin sendiri berada di dalam pasukan yang kesepuluh.
Dengan kerasnya aku berseru, “Wahai Amirul Mukminin, demi kekerabatanmu dengan Rasulullah saw, berhentilah sebentar!” Mendengar suaraku itu, ia melihat kepadaku. Maka dengan cepat aku maju kea rah Amirul Mukminin dan berkata, “Ini adalah titipan seorang laki-laki asing kepadaku. Ia berwasiat agar aku menyampaikan dua macam benda ini langsung kepada engkau.”
Begitu melihatnya, raja pun mengenalinya dan menundukkan kepala sesaat. Air matanya mengalir dari kedua matanya. Kemudian khalifah menyuruh pengurus istana untuk mengantarku ke istana.
Setelah khalifah kembali pada sore harinya, khalifah memerintahkan pengurus istana untuk menutup semua tabir istana dan berkata kepada penjaga pintu, “Panggil orang itu, walaupun ia akan membengkitkan kembali kesedihanku.” Penjaga pintu dating kepadaku dan berkata, ‘Amirul Mukminin memanggilmu. Tetapi ingat, Amirul Mukminin sedang berduka. Jika engkau ingin menyampaikan sesuatu dalam sepuluh kata, cobalah disampaikan dalam lima kata saja.’ Setelah berkata demikian, ia membawaku menemui Amirul Mukminin. Pada waktu itu Amirul Mukminin duduk seorang diri.
Ia berkata kepadaku, ‘Mendekatlah kepadaku.’ Aku pun duduk di dekat khalifah. Lalu khalifah berkata, ‘Apakah engkau mengenal anakku?’ Aku menjawab, ‘Betul, aku mengenalnya.’ Khalifah bertanya, ‘Pekerjaan apakah yang ia lakukan?’ Aku menjawab, ‘Ia bekerja sebagai tukang batu.’ Khalifah bertanya, ‘Apakah engkau juga pernah mempekerjakannya sebagai tukang batu?’ Aku menjawab, ‘Ya, pernah.’ Khalifah bertanya lagi, ‘Apakah engkau tidak tahu bahwa ia masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan Rasulullah saw?’ (Harun Ar Rasyid adalah keturunan Abbas ra, paman Nabi Muhammad saw). Aku berkata, ‘Amirul Mukminin, terlebih dahulu aku memohon ampunan dari Allah SWT, setelah itu aku memohon maaf kepadamu. Pada waktu itu aku belum mengetahui kalau ia masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan Rasulullah saw. Aku baru mengetahuinya ketika ia hendak meninggal dunia.’ Khalifah bertanya, ‘Apakah engkau memandikannya dengan tanganmu sendiri?’ Aku menjawab, ‘Benar.
Khalifah berkata, ‘Ulurkan tanganmu!’ Ia menarik tanganku, kemudian menempelkan di dadanya dambil membaca beberapa syair yang artinya:
“Wahai engkau yang menjauh dariku, Hatiku larut dalam kesedihan karenamu. Mataku mencucurkan air mata penderitaan. Wahai engkau yang jauh kuburnya. Terlalu jauh, tetapi kesedihanmu lebih dekat di hatiku. Benar, kematian itu membingungkan kesenangan yang tertinggi di dunia.
Wahai anakku yang menjauh dariku
Engkau bagai bulan purnama yang tergantung di atas dahan perak
Bulan telah menetap di kubur
Sedang dahan perak menjadi debu
Setelah melantunkan syair di atas, Harun Ar Rasyid ingin pergi ke Bashrah untuk menziarahi makam anaknya. Abu Amir pun menyertainya. Begitu sampai di makam anaknya, Harun Ar Rasyid membaca beberapa bait syair yang artinya sebagai berikut:
Wahai musafir kealam yang tidak diketahui
Engkau takkan kembali ke rumah
Maut dengan cepat telah merenggutmu pada awal masa remajamu
Wahai penyejuk mataku, engkaulah pelipur laraku
Kediaman hatiku di kesunyian
Engkau telah merasakan racun kematian
Yang seharusnya ayahmulah yang meminumnya di usia tua
Sungguh, setiap orang akan merasakan kematian
Apakah ia seorang pengembara, atau seorang penduduk kota
Segala puji bagi Allah Yang Esa, Yang tidak mempunyai sekutu
Karena ini adalah bukti keputusan-Nya
Abu Amir rah a berkata, “Pada malam harinya, ketika aku telah menyelesaikan wirid-wiridku, aku tertidur. Dalam tidurku, aku bermimpi melihat sebuah istana yang berkubah dari nur, yang di atasnya terdapat awan dari nur yang menaunginya. Kemudian awan itu hilang, dan anak itu memanggilku sambil berkata,
‘Wahai Abu Amir, semoga Allah memberimu balasan yang lebih baik karena engkau telah memandikan, mengkafani, memekamkan aku, dan telah menunaikan semua wasiatku. Aku bertanya kepadanya, ‘Wahai kekasihku, bagaimana keadaanmu, apa yang engkau alami?’ Ia berkata, ‘Aku telah sampai ke hadapan Tuhan Yang Maha Pemurah dan Dia sangat ridha kepadaku.’
Al Malik telah memberi tahu kepadaku bahwa aku memdapatkan sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata manusia, tidak pernah terdengar oleh telinga manusia, dan akal tidak dapat memikirkannya.
Kemudian ruh pemuda tersebut berkata kepadaku dalam mimpiku, “Allah SWT telah berjanji kepadaku, Dia bersumpah dengan keagungan-Nya bahwa Dia akan menganugerahkan kenikmatan, kehormatan, dan karunia semacam itu kepada semua hamba-Nya yang keluar dari dunia seperti aku.’
Penulis kitab Raudh mengatakan bahwa ia juga mendapatkan cerita yang sama secara keseluruhan dari sanad yang lain. Di dalamnya juga diterangkan bahwa seseorang bertanya kepada Harun Ar Rasyid mengenai keadaan anak itu. Ia menjawab, ‘Anakku lahir sebelum aku menjadi raja. Ia mendapat didikan adab yang sangat baik, ia telah belajar Al Quran dan ilmu-ilmu lain. Ketika aku menjadi raja, ia pergi meninggalkan aku. Ia tidak pernah mengambil manfaat dari duniaku. Ketika ia hendak pergi, akulah yang berkata kepada ibunya agar ia diberi sebuah cincin mutiara yang sangat indah dan mahal harganya. Akan tetapi ia tidak pernah menggunakannya, bahkan ketika menjelang wafat, ia mengembalikannya. Anak ini sangat patuh kepada ibunya.” (raudh kitab)
(tercatat juga dalam kitab fadhilah amal syaikh maulana zakariya. rah.a).

Kisah Sedekah Satu Kambing Terbalas Luar Biasa

Abdul Hasan Madani menceritakan bahwa Hasan, Husein dan Abdullah bin Ja’far r.hum. pernah menunaikan haji, namun unta-unta pengangkut perbekalan mereka hilang di perjalanan, sehingga mereka melanjutkan perjalanan tanpa perbekalan.

Mereka tiba di sebuah tenda orang Badwi, ada seorang wanita tua duduk di depan tenda itu. Ketika ditanyakan kepadanya, apakah ia memiliki sesuatu untuk diminum, wanita tua itu mengatakan bahwa ia memilikinya, lalu mereka pun turun dari untanya.
Ternyata wanita tua itu hanya memiliki seekor kambing betina yang sangat kurus dan lemah. Ia menyuruh mereka untuk memerah susunya dan membagikannya, kemudian mereka pun melakukannya. Kemudian mereka menanyakan, apakah ia mempunyai sesuatu untuk dimakan? Ia berkata,

“Saya hanya mempunyai kambing betina ini, jika kalian mau menyembelihnya, saya akan memasakkan dagingnya untuk kalian,”
Mereka pun menyembelih dan wanita itu memasaknya, lalu menghidangkannya sehingga mereka dapat makan dengan kenyang. Sore harinya, sebelum melanjutkan perjalanan, mereka berkata kepada wanita itu,
“Kami adalah keluarga Banu Hasyim dan kami sedang dalam perjalanan haji. Jika setelah haji kami kembali ke Madinah dalam keadaan sehat dan selamat, berkunjunglah ke tempat kami dan kami akan membalas kebaikanmu ini, Insya Allah.!!! “
Setelah mereka berangkat, suami wanita tua itu pulang ke tendanya, kemudian wanita tua itu menceritakan tentang tamu dari Banu Hasyim itu kepada suaminya.
Suaminya marah dan menghardiknya,
“Kamu telah menyembelih kambingmu untuk orang asing, sedangkan kamu tidak mengetahui dari mana dan siapa mereka itu. Bagaimana kita tahu bahwa mereka itu Banu Hasyim?” Kemudian suaminya terdiam.
Beberapa lama kemudian, kemiskinan benar-benar melanda suami istri itu, sehingga mereka memutuskan untuk pergi ke Madinah mencari pekerjaan sebagai bekal hidup.
Pada siang hari mereka mengumpulkan kotoran unta untuk bahan bakar, kemudian menjualnya pada sore hari. Penghasilannya cukup untuk hidup mereka walau sangat sederhana.
Suatu ketika, sebagaimana biasanya wanita tua itu mengumpulkan kotoran unta, tanpa sengaja ia melewati rumah Hasan ra. dan Hasan melihatnya serta mengenalinya. Maka Hasan ra. menyuruh pembantunya untuk mengundang wanita tua itu ke rumahnya. Setelah wanita itu datang, Hasan ra. bertanya kepadanya,
“Apakah engkau mengenaliku?”
“Tidak,” jawab wanita itu.
Hasan ra. bertanya lagi,
“Saya adalah tamu ibu yang minum susu kambing ibu lalu menyembelih kambing ibu dan memakan dagingnya.”
Wanita tua itu tetap tidak mengenalinya, baru setelah dijelaskan lagi, ia berseru dengan heran,
“Ya Rabbi? Engkaukah orang itu?”
Hasan berkata,
“Ya sayalah tamu itu!”
Lalu ia menyuruh pelayannya untuk memberinya memberinya seribu ekor kambing. Kemudian kambing-kambing itu dihadiahkan kepada wanita itu ditambah uang seribu dinar. Kemudian Hasan ra. menyuruhnya agar menemui saudaranya, Husein ra. ditemani pelayannya. Husein ra. bertanya kepada wanita itu,
“Berapa yang telah diberikan oleh saudaraku sebagai balasan atas kebaikanmu?”
Setelah diberi tahu, ia pun memberikan seribu ekor kambing dan uang seribu dinar. Kemudian Husein ra. menyuruh wanita itu ke rumah Abdullah bin Ja’far ra.
Setelah mengetahui pemberian kedua orang saudaranya kepada wanita itu, Abdullah memberikan dua ribu ekor kambing dan uang dua ribu dinar sambil berkata,
“Jika ibu datang kepadaku sebelum mendatangi Hasan, aku akan memberikan lebih banyak lagi.”
Akhirnya wanita tua itu pulang kepada suaminya dengan membawa empat ribu ekor kambing dan uang empat ribu dinar, lalu berkata,
“Inilah pengganti kambing betina kita yang kurus dan lemah itu.”
(Ihya)
Inilah kisah penutup Kitab Fadhilah Haji karya syaikhul hadits Maulana Zakaria al Kandahlawi rah.a.
Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa’atuubu Ilaik ….
Semoga membawa manfaat dan hikmah untuk bersegera berAmal Sholeh

Curahan Hati Seorang Muslimah yang Berambisi

Hasil gambar untuk gambar kartun muslimah berhijab 
Aku sama seperti pemuda pemudi lainnya, banyak sekali mimpi yang aku gantungkan di langit setinggi-tingginya.
Aku sama seperti remaja remaji lainnya, ingin mencicipi semua rasa yang yang Allah
Azza wa Jalla teteskan di dunia fana ini.
Aku mempunyai banyak cita-cita tinggi, sama seperti yang lainnya.
Aku ingin jadi ahli kimia di perusahaan oil and gass, apalagi kepunyaan 
Amerika seperti Schlumbergsih atau Chevron. Aku ingin bersekolah di luar negeri,
tepatnya di benua amerika atau di negara-negara arab.
Aku ingin kuliah di universitas terfavorit di indonesia.
Aku ingin mengikuti berbagai ajang kepemudaan di nasional maupun internasional.
Aku ingin serba bisa, pintar di semua bidang, alias multitalented.
Aku ingin membuat novel di berbagai genre dan menjadi penulis...
Aku ingin keliling daerah wisata di Indonesia, aku ingin keliling dunia!
Aku ingin menghabiskan waktu bersama teman-temanku dari berbagai provinsi dan latar
belakang.
Oh! Sungguh! Aku ingin menikmati masa mudaku!
 
TAPI
Tiap aku berpikir jauh...
Aku teringat, seorang muslimah kodratnya adalah mengurusi rumah dan action di belakang.
Aku teringat bahwa, hal-hal tadi tidak akan menjadi cerita manis di hari tuaku kelak.
Aku teringat pepatah "jangan mati-matian mengerjar apa yang tidak kamu bawa mati".
Oh! Wahai!
Aku juga jadi teringat bahwa, sejatinya hidup ini adalah untuk menjadi orang yang
paling bermanfaat bagi sesamanya.
 
ADUH!
Aku harus bagaimana dong?
Sayang sekali kalau hal-hal tadi terlewatkan!
Masa remajaku mau dikemanakan?
Mau diapakan?
 
Aku merenung...
Eh, kok aku lupa?
"Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu" (Q.S
Adz-Zariyat : 59).
Mahluk di muka bumi ini diciptakan untuk menyembahNya.
Seharusnya semua yang kulakukan adalah bentuk pengabdianku terhadapNya.
 
Aku lupa, seharusnya aku bersyukur.
Aku hidup di negeri mayoritas muslim yang aman dan tentram, serta penuh toleransi.
Aku dikelilingi mereka yang tulus menyayangi dan mencintaiku karena Allah.
Aku hidup sehat tanpa penyakit berarti.
Aku berada diantara orang-orang yang membimbing dan membantuku menuju Jannah-Mu.
Karena hanya kepadaMu lah aku kembali. Sejauh-jauhnya, setinggi-tingginya aku
mengejar duniawi ini.
Karena sejatinya hidup hanyalah sepotong cerita singkat bagi mereka yang 
bahagia, atau sepotong cerita panjanh bagi mereka yanb bersedih.
Aku ingin mati. Mati dan mati. Tanpa harus masuk surga atau neraka.
Tapi disinilah aku telah diberi anugerah atas hidup ini.
 
Apalagi yang kurang?
Yang mana kata Nabi saw., hanya dengan shalat 5 waktu, shadaqoh harian, 
berpuasa, menjaga kehormatan diri dan taat pada suami (kelak), aku bisa 
masuk Syurga dari pintu mana saja yang kusuka.
Apalagi yang kurang?
Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yanb kau dustakan?
 
Lantas apa yang bisa kulakukan untuk mengisi masa remajaku agar bermanfaat, seru,
dan menjadi cerita manis di hari tuaku nanti?
Mari kita diskusikan lain waktu, kawan.

Berpakaian tetapi Telanjang


Nabi saw bersabda: “Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim)

“Pada akhir umatku akan ada kaum pria yang menunggang di atas pelana-pelana kuda bagaikan rumah-rumah. Mereka turun di pintu-pintu masjid, wanita-wanita mereka berpakaian tetapi telanjang, kepala mereka bagaikan punuk unta yang kurus. Laknatlah mereka karena sesungguhnya mereka adalah wanita-wanita terlaknat. Seandainya setelah kalian ada salah satu umat, niscaya wanita-wanita kalian akan menjadi pembantu bagi wanita-wanita mereka sebagaimana wanita-wanita sebelum kalian menjadi pembantu bagi wanita-wanita kalian.” (HR. Imam Ahmad)

Nabi Saw telah menggambarkan penampilan wanita jaman sekarang seakan-akan telah menyaksikannya, dengan ciri-ciri: pertama “Berpakaian tetapi telanjang”, kedua ”Selalu melakukan kemaksiatan dan mengajarkannya kepada orang lain,” dan ketiga “Kepala-kepala mereka bagaikan punuk unta yang miring.”
Para ulama menafsirkan cirri pertama sebagai wanita yang mendapatkan nikmat Allah SWT berupa harta dan lainnya tetapi tidak bersyukur dengan tidak mengerjakan perbuatan taat kepada Allah SWT, malah melakukan maksiat dan kejahatan.

Penafsiran lainnya ciri pertama: berpakaian tapi tidak menutupi tubuh, karena terlalu tipis (sehingga terlihat bagian dalamnya) atau terlalu pendek (sehingga terbuka sebagian anggota tubuh yang harus ditutup).  Ciri kedua: lalai dari penjagaan diri dan istiqomah.  Seperti orang yang terbiasa melakukan keburukan dan lalai dalam melaksanakan kewajiban (shalat dan lain sebagainya).  Kemudian dia menyesatkan yang lain, dengan mengajak kepada kejahatan dan kerusakan dengan ucapan dan perbuatannya.  Imam An-Nawawi mengartikan ciri kedua (bergoyang dan membuat orang lain bergoyang): yaitu wanita yang memperindah gaya jalannya dan menggoyangkan bahu mereka: mengenakan pakaian, perhiasan atau assesoris yang mencirikan seorang pelacur: wanita yang cenderung memikat laki-laki dengan kecantikan, perhiasan, atau kemolekan anggota tubuh yang mereka perlihatkan.

Hari ini kita bisa melihat wanita foto model seksi, artis seksi, Sales Promotion Girl (SPG) seksi, bintang iklan seksi dan penyanyi dangdut seksi yang memamerkan kemolekan tubuhnya, bergoyang diatas panggung dengan pakaian yang minim, sehingga membuat orang ikut bergoyang mengikuti irama musik dan goyangannya.  Tereksposnya aurat wanita menyebabkan: suburnya pergaulan bebas, dekadensi moral, prostitusi, aborsi, bayi lahir di luar nikah.

Perkara ini bukan perkara sepele, karena Nabi Saw mengancam dengan tegas: “wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.”

Mesranya Rasulullah…

.
Bermesraan  adalah upaya  dari  suami  isteri  untuk  menunjukkan  kasih sayang ,  Rasulullah saw pun  merasakan  pentingnya  bermesraan  dengan Isteri , sehingga  beliaupun  menghias  hari-hari dalam  keluarga ( Isteri )penuh  dengan kemesraan . hal  tersebut  tercermin  dalam  hadits-hadits seperti  dibawah  ini :

1.   Tidur  dalam  satu  selimut  bersama  isteri :
Dari  Atha bin Yasar. “  Sesungguhnya  Rasulullah saw  dan  ‘Aisyah ra biasa  mandi  bersama  dalam  satu  bejana. Ketika  beliau  sedang  berada dalam  satu  selimut dengan  ‘Aisyah , tiba-tiba  ‘Aisyah bangkit.  Beliau kemudian  bertanya “ mengapa  engkau  bangkit ?”  ‘Aisyah  menjawab “ Karena  aku  sedang  Haidh, wahai  Rasulullah .  Kemudian  Rasulullah berkata “ Kalau  begitu, pergilah,  lalu  berkainlah  dan  dekatlah  kembali denganku” Akupun  masuk  lalu  berselimut  bersama  beliau.”  (  HR  Sa’id bin  Manshur  )

2. Mandi  bersama  Isteri.
Dari  ‘Aisyah ra , ia  berkata. “ Aku  biasa  mandi  bersama  Rasulullah dengan  satu  bejana.  Kami  biasa  bersama-sama  memasukkan  tangan kami ( kedalam bejana)”  (  HR. ‘Abdurrazaq  dan  Ibnu  Abu Syaibah )

3. Memberi  wangi-wangian  pada  aurat .
‘Aisyah  berkata, “ Sesungguhnya  Nabi  saw  apabila  meminyaki  badannya beliau  memulai  dari auatnya  dan  mengolesinya  dengan  nurah ( sejenis bubuk  pewangi ),  dan  isterinya  meminyaki  bagian lain  seluruh tubuhnya.”  ( HR  Ibnu Majah )

4. Disisir  Isteri .
Dari ‘Aisyah ra  ia  berkata. “ Aku  biasa  menyisir  rambut  Rasulullah saw , saat  itu  aku  sedang  haidh “.  ( HR.Ahmad )

5. Meminta  isteri  meminyaki  badannya.
Dari  ‘Aisyah  ra , ia  berkata , “ Saya  meminyaki  badan  Rasulullah saw pada  hari  raya ‘Idul Adha  setelah  beliau  melakukan jumrah ‘aqabah .”  ( HR Ibnu ‘Asakir )

6. Minum  bergantian  pada  tempat  yang  sama.
Dari  ‘Aisyah  dia  berkata ,” Saya  biasa  minum  dari  mud  yang  sama ketika  haidh,  lalu  Rasulullah  mengambil  mud  tersebut  dan  meletakkan kemulutnya  ditempat  saya  meletakkan  mulut  saya,  lalu  beliau  minum, kemudian  saya  mengambil  mud, lalu  saya  menghirup  isinya,  kemudian beliau  mengambil  dari  saya , lalu  beliau  meletakkan  mulutnya  pada tempat  saya  meletakkan  mulut  saya , lalu  beliaupun  menghirupnya.”  ( HR.’Abdurrazaq  dan Sa’id  bin  Manshur ).

7. Membelai  isteri .
Dari  ‘Aisyah ra , “ Adalah  Rasulullah saw  tidaklah  setiap  hari  melainkan beliau  mesti  mengelilingi  kami isterinya  seorang demi  seorang.  Beliau menghampiri  dan  membelai  kami  dengan  tidak  mencampuri  kami hingga  beliau  singgah  ketempat  isteri  yang  beliau  giliri  waktunya , lalu beliau  bermalam  ditempatnya.”  ( HR. Ahmad )

8. Mencium  isteri
Dari  ‘Aisyah ra , “ bahwa  Rasulullah  saw  biasa  mencium isterinya setelah  wudhu’  kemudian  beliau  sholat  dan  tidak  mengulangi wudhu’nya”  ( HR.’Abdurrazaq ).
Dari  Hafshah, puteri  ‘Umar ra “ sesungguhnya  Rasulullah saw  biasa mencium  isterinya  sekalipun  sedang  puasa.” HR.Ahmad .

9. Tiduran  dipangkuan  isteri
Dari ‘Aisyah ra ia  berkata, “ Rasulullah saw  biasa  meletakkan  kepalanya dipangkuanku  walaupun  aku  sedang  haidh, kemudian  beliau  membaca Al-Qu’an.” ( H ‘Abdurrazaq )

10.Memanggil dengan  kata-kata  mesra.
Rasululah saw  biasa  memanggil “aisyah  dengan  beberapa  nama  panggilan yang  disukainya,  seperti ‘Aisy  dan Humaira ( pipi merah delima )

11.Mendinginkan kemarahan  isteri  dengan  mesra.
Rasulullah saw  biasa  memijit  hidung ‘Aisyah  jika  ia  sedang  marah  dan beliau  berkata, “ Wahai ‘Uwaisy, bacalah  do’a “ Wahai  Tuhanku, Tuhan Muhammad, ampunilah  dosa-dosaku, hilangkanlah  kekerasan  hatiku , dan lindungilah  diiku  dari fitnah  yang  menyesatkan.”  ( HR. Ibnu Sunni )

12.  Bermesraan  walau isteri  Haidh
Dari ‘Aisyah a , ia  berkata ,” Saya  biasa  mandi  bersama  Rasulullah saw dengan  satu  bejana, padahal  kami  sama-sama dalam  keadaan junub.  Aku biasa  menyisir  rambut  Rasulullah  ketika  beliau  menjalani I’tikaf  di masjid dan aku  sedang  haidh.  Beliau  biasa  menyuruh  aku  menggunakan  kain ketika  aku  sedang  haidh , lalu  beliau  bermesraan  denganku.” ( HR.’Abdurrazaq  dan  Ibnu Abi Syaibah )

13. Membersihkan  tetesan  darah  haidh  isteri
Dari ‘Aisyah ra , ia  berkata , “ Aku  penah  tidur  bersama  Rasulullah saw diatas satu  tikar  ketika  aku  sedang  haidh.  Bila  darahku  menetes  ketikar  itu, beliau memcucinya  dibagian  yang  terkena  tetesan  darah  dan  beliau  tidak berpindah  dari  tempat  itu,  kemudian  beliau  sholat  ditempat  itu  pula, lalu beliau  berbaring kembali  di sisiku.  Bila  darahku  menetes  lagi  ketikar itu, beliau  mencuci  dibagian  yang  terkena  darah  itu  dan  tidak  berpindah  dari tempat  itu , kemudian  beliaupun  sholat  diatas  tikar  itu “   ( HR. Nasa’i )

14.  Memberi  hadiah .
Dari  Ummu Kaltsum  binti  Abu Salamah , ia  berkata ,” Ketika  Nabi saw menikah  dengan  Ummu Salamah  beliau  bersabda  kepadanya , “ Sesungguhnya  aku  pernah  hendak  memberi hadiah kepada   Raja  Najasyi sebuah  pakaian  berenda  dan beberapa  botol minyak  kasturi , namun  aku mengetahui  bahwa  ternyata  Raja  Najasyi  telah  meninggal  dunia  dan  aku mengira  hadiah  itu  akan  dikembalikan, Jika  hadiah  itu dikembalikan kepadaku , aku  akan  memberikannya  kepadamu.” Ummu Kultsum  berkata,” Ternyata  keadaan  Raja Najasyi  seperti  yang  disabdakan  Rasulullah saw  dan hadiah itu  dikembalikan  kepada  beliau,  lalu  beliau  memberikan  kepada masing-masing  isterinya  satu botol  minyak  kasturi , sedang  sisa  minyakkasturi  dan  pakaian  tersebut  beliau berikan  kepada  Ummu Salamah.”  ( HR .Ahmad )

15.  Segara  menemui  isteri  jika  tergoda .              
 Dari  Jabir , sesungguhnya  Rasulullah saw  pernah  melihat  wanita, lalu  beliau masuk  ketempat  Zainab, lalu  beliau  tumpahkan  keinginan  beliau  kepadanya , lalu  keluar  dan  bersabda. “ Wanita  kalau  menghadap , ia  menghadap  dalam rupa  setan ( menggoda ) . . . bila  seseorang  diantara  kamu  melihat  seorang wanita  yang  menarik,  hendaklah  ia  datangi  isterinya , karena  pada  isteri ada  hal  yang  sama  dengan  yang  ada  pada  wanita  itu.”  ( HR.Tirmidzi )
Demikianlah  indahnya  kemesraan  Rasulullah  kepada  isterinya , semoga  dapat jadi  teladan  bagi  membina  kasih  sayang  antara  suami – isteri . . . selamat mencuba  dan semoga kita dpt membina hubungan keluarga yg sakinah,mawaddah wa rahmah  serta dikurniakan zuriat yg soleh dan solehah.

Keharaman Sogok dan Hadiah atas Hakim


muhammad 

Dari Abu Humaid r.a., dia berkata ,” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salam mengangkat seorang dari Bani Asad, yang biasa dipanggil Ibnu Al Latibiyah untuk mengumpulkan shadaqah(Zakat) Setelah dia menyelesaikan tugas dan kembali maka , dia berkata,” Ini bagi kalian dan ini hadiah yang diberikan kepadaku.”
Setelah mendengar perkataannya, Rasulullah Salallahu Alaihi wassalam berdiri di atas mimbar menyampaikan pujian kepada Allah dan bersabda,” Ini bagi kalian dan ini hadiah bagiku?” Mengapa dia tidak duduk di rumah bapaknya atau di rumah ibunya hingga dia menunggu, apakah ada hadiah yang diberikan kepadanya ataukah tidak? Demi yang diriku ada di tangan-Nya, tidaklah seseorang di antara kalian menerima sebagian dari hadiah itu melainkan dia akan datang pada hari Kiamat, sedang diatas tengkuknya dibebani unta dengan suaranya, atau lembu yang melenguh atau kambing yang mengembik.” Kemudian beliau menengadahkan kedua tangan sehingga kami dapat melihat bagian dalam ketiak beliau yang putih. Kemudian beliau bersabda, Ya Allah, bukankah aku sudah menyampaikan ? Beliau mengucapkannya dua kali (diriwayatkan Asy- Syaikhany dan Abu daud).
Dari A n- Nu’Man Bin Basyir, dia berkata,” Rasulllah Shallallahu Alihi Wassalam menemui kami ketika kami sedang berada di dalam masjid sudai shalat Isya. Beliau menengadahkan pandangan ke langit lalu tak lama kemudian merunduk hingga kami mengira telah terjadi sesuatu di langit. Lalu beliau bersabda, “ Ingatlah, akan muncul sepeningalku umara’ yang berbuat zhalim dan dusta. Siapa yang membenarkan mereka karena kedustaannya dan membantu mereka atas kezhalimannya, maka dia bukan termasuk golonganku dan aku tidak termasuk golongan mereka. Siapa yang tidak membenarkan mereka  karena kedustaannya dan tidak pula membantu mereka atas kezhalimannya, maka dia teramsuk golonganku dan aku termasuk golongannya. Ingatlah sesunguhnya darah orang Muslim itu ada kafaratnya. Ingatlah, kalimat Subhanallah, walhamdulillah, la la ilaha ilallah wallahu Akbar merupakan amal-amal yang kekal lagi shalih…”(diriwayatkan Ahmad, di dalamnya ada rawi yang tidak disebutkan namanya, dan rijalnya shahih)