Rabu, 07 Mei 2014

Anwar Ibrahim: Indonesia Harapan Baru Kebangkitan Dunia Islam




Jakarta -- Mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Anwar Ibrahim mengatakan, Indonesia telah muncul sebagai harapan baru bagi kebangkitan dunia Islam di masa datang. Ia melihat proses demokratisasi di negeri ini menunjukkan perkembangan yang kian mengagumkan.
“Bila dibandingkan dengan negara-negara mayoritas Islam lainnya, Indonesia jauh lebih aman. Kebebesan untuk mengeluarkan pendapat pun di sini dijamin, termasuk DPR, DPD, dan MPR,” kata Anwar saat menyampaikan ceramah bertajuk ‘Kebangkitan Asia dalam Dinamika Integrasi Global’ di Kompleks Parlemen Senayan, Jumat (2/5).
Tak hanya itu, tokoh oposisi negeri jiran itu juga memuji upaya pemberantasan korupsi yang berlangsung di Tanah Air. “Saya kadang bingung, sampai-sampai ada ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang ditangkap gara-gara korupsi. Tapi ini hanya terjadi di Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya, gambaran tersebut menunjukkan lembaga-lembaga negara di Indonesia memang menjalankan fungsi sebagaimana mestinya. Hal ini, kata Anwar lagi, menjadi kelebihan tersendiri bagi Indonesia dibandingkan negara-negara mayoritas Islam lainnya, termasuk Malaysia.
“Harus diakui, Indonesia telah muncul sebagai harapan bagi dunia Islam di masa datang, seperti halnya Turki. Namun demikian, problem besar yang dihadapi Indonesia saat ini tetap ada. Yaitu, korupsi yang masih merajalela dan kesenjangan sosial,” aku Anwar.

Kisah KH. Bisri Musthofa, Mengoreksi Karyanya Setelah Wafat


Suatu hari K.H. Musthofa Bisri, putra Kiai Bisri Musthofa, pengasuh Pesantren Raudhatut Thalibin Rembang, Jawa Tengah, kedatangan seorang tamu dari Cirebon, Jawa Barat

“Assalamu ‘alaikum. Anda Gus Mus?” tanya si tamu yang namanya tidak tercatat dalam ingatannya.
“Ya, benar, saya Musthofa,” jawab tuan rumah, yang dikenal egaliter.
“Saya dari Cirebon,” kata si tamu. “Saya ingin menyampaikan pesan Kiai Bisri. Beliau berpesan kepada saya agar menemui Anda, dan meminta agar Anda mengoreksi cetakan Al-Quran Menara Kudus. Karena pada cetakan itu, dalam surah Al-Fath, di situ ada kesalahan kecil.”
Tentu saja Kiai Musthofa kaget. Namun untuk tidak mengecewakan tamunya, ia menahan diri untuk mengatakan yang sebenarnya. “Kapan Anda ketemu beliau?” tanya Gus Mus, panggilan Kiai Musthofa
“Kemarin di Cirebon,” jawab si tamu datar.
Gus Mus kemudian tidak terlalu memikirkan hai ihwal tamunya. Pesannya itulah yang lebih istimewa. Kepada tamunya itu; Gus Mus mengungkapkan bahwa Kiai Bisri adalah ayahnya, tapi telah meninggal empat puluh hari sebelumnya
Tentu saja si tamu keheranan, namun ia juga tidak bisa berkata apa-apa lagi, karena memang kedatangannya hanya untuk menyampaikan pesan singkat itu.
Sedang Gus Mus kemudian segera menemui K.H. Abu Amar dan K.H. Arwani di Kudus, keesokan harinya. Kedua kiai itu adalah penghafal Al-Quran yang dipercaya penerbit Menara Kudus untuk menerbitkan kitab Tafsir Al-lbriz, sebagai tashhih atau korektor. la ingin meyakinkan dirinya tentang pesan orang dari Cirebon itu kepada mereka.
Setelah berdiskusi mendalam, ternyata informasi tersebut benar. Kesalahan itu terdapat dalam ayat ke-16 surah Al-Fath (48). Ayat tersebut mestinya berbunyi radhiyallahu ‘anil, bukan radhi- yallahu ,alal.
Pengalaman yang sama juga dialami lagi oleh Gus Mus. Dalam kesempatan yang lain ia mendapat tamu, juga dari Cirebon.
“Anda diminta Kiai Bisri agar melanjutkan karya beliau yang belum selesai,” kata tamu itu.
“Kapan Anda ketemu beliau?” tanya Gus Mus.
“Kemarin di Cirebon,” jawab si tamu, juga dengan nada ringan dandatar.
Setelah mengucapkan terima kasih, kepada tamunya kali itu Gus Mus menjelaskan bahwa Kiai Bisri telah wafat beberapa waktu sebelumnya.
Reaksi si tamu pun sama, karena tujuannya ke Rembang tak lain hanyalah untuk menyampaikan pesan Kiai Bisri.
Pengalaman Gus Mus itu mempertegas kebenaran firman Allah seperti termaktub dalam surah Al-Hijr (15) ayat 9, yang maknanya, “Sesungguhnya Kami lah yang menurunkan Al-Quran dan kami benar-benar memeliharanya.”
Mengenai Kiai Bisri Musthofa, beliau wafat pada hari Rabu 16 Februari 1977 pada usia 64 tahun, tepat seminggu menjelang pemilihan umum tahun tersebut. Sedangkan Gus Mus atau Musthofa Bisri adalah putra keduanya yang kini meneruskan memimpin Pesantren Pesantren Raudhatuth Thalibin, Rembang, peninggalannya.
Selain meninggalkan seorang istri dan delapan orang anak serta sekian cucu, almarhum juga meninggalkan karya berjumlah 25 judul buku, termasuk kitab tafsir Al-lbriz. Buku-bukunya banyak dibaca para santri, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Tentang keikhlasan, ia pernah menyampaikan pesannya. Keikhlasan tidak lahir dengan sendirinya. Melainkan bersamaan dengan suatu kondisi ketika seseorang merasa ridha atas hasil ikhtiarnya. Inilah yang sering dilupakan seseorang dalam menuntut keikhlasan. Misalnya, seseorang diminta ikhlas setelah bekerja tanpa imbalan yang jelas. Ini, menurutnya, tidak lebih dari pemerkosaan terhadap makna ikhlas. Dalam hal ini Kiai Bisri tidak segan-segan memberi muatan ikhlas dengan perhitungan yang jelas dalam pengertian ekonomi

Hukuman Terhadap Anak

Assalamu’alaikum Bu Erma,

Sebelumnya saya berterima kasih yang sebesar-besarnya karena Ibu berkenan membaca surat ini. Perkenalkan nama saya Muzayyanah. Saya ingin bertanya apakah Islam memperbolehkan menghukum anak kecil yang masih berumur 2 tahun? Dihukumnya dengan cara dikunci di kamar mandi. Saya memiliki 2 keponakan yang selisih umurnya hanya 4 bulan, bagaimana menghadapi mereka berdua yang selalu bertengkar memperebutkan sesuatu? Kadangkala ortunya malah melarang anaknya bermain dengan keponakan yang satunya karena sering bertengkar.  Syukron katsiro atas jawabannya.

Muzayyanah, Tanudung Karang Penang Sampang

Wa’alaykum salam wr wb,

Ukhti Muzayyanah yang dirahmati Allah,

Rasulullah SAW bersabda, “Perintahkanlah kepada anak-anakmu untuk shalat sewaktu mereka berumur tujuh tahun, pukullah mereka jika mereka (telah) berumur sepuluh tahun (bila meninggalkan shalat).” HR. Abu Daud

Hadits di atas merupakan tuntunan bagi umat Islam kapan orang tua/pendidik diperbolehkan menghukum secara fisik, yaitu 10 tahun. Dalam Islam, ada beberapa tahapan krusial sebelum orang tua memberikan hukuman fisik kepada anak, yaitu:

1. Mendidik kejiwaan dan karakter anak dimulai saat mereka masih berada dalam kandungan. Jiwa yang tenang dan mencintai kebenaran didapatkan dari stimulasi positif berupa: makanan halal yang dikonsumsi sang ibu, kondisi ibu yang bahagia dan jauh dari stress, serta suara-suara baik yang dia dengar dari balik rahim Ibu.

2. Memberikan ASI secara langsung (tidak melalui botol). Sebagaimana telah saya bahas pada edisi sebelumnya, efek samping susu formula sangat merusak, baik dari sisi kecerdasan kognitif maupun kecerdasan karakter. Keberingasan merupakan sifat hewani yang bisa jadi didapatkan si anak dari susu hewan yang menjadi makanan utamanya sejak lahir. Menyusui secara langsung merupakan bentuk pendidikan karakter dini yang sangat berpengaruh pada kejiwaan anak di kemudian hari.

3. Memberikan teladan. Islam menuntut orang tua/pendidik memberikan teladan terlebih dahulu sebelum menuntut anak melakukan kebaikan. Kebiasaan kedua orang tua dari kedua anak, apakah mereka orang yang lembut atau orang yang suka bertengkar, suka mengomel, suka berebut, dsb, berpengaruh besar terhadap karakter anak. Demikian pula dengan tontonan anak. Adegan-adegan kekerasan, pertengkaran, dan kebencian di TV merupakan teladan negatif buat anak-anak.

4. Menciptakan kebiasaan yang baik. Bila ketiga langkah di atas sudah terpenuhi, maka langkah berikutnya adalah menciptakan kebiasaan yang baik. Orang tua/pendidik mencari sistem yang dapat dijalankan secara baik. Misal: sistem waktu. Orang tua dapat memasang alarm yang menunjukkan waktu mereka bergantian main. Bagi anak yang cenderung visual, dapat digunakan jarum jam. Bila jarum panjang menunjuk angka tertentu, maka mereka bergantian main. Sistem ini alhamdulillah berjalan dengan baik pada anak-anak saya. Setiap si kecil merebut mainan kakaknya, saya ajarkan agar dia bertanya kepada kakaknya, “Jam berapa aku gantian main?” Lalu mereka bernegosiasi dan tidak bertengkar lagi.

Bila keempat langkah di atas sudah ditempuh tapi ada kalanya mereka masih bertengkar, maka hendaklah orang tua/pendidik memahami bahwa itulah dunia anak-anak. Janganlah orang tua mengharapkan anak dapat berperilaku seperti orang dewasa. Ada kalanya mereka perlu bertengkar lalu berbaikan dan bermain bersama lagi. Itu semua bagian dari pertumbuhannya untuk mengasah kemampuan sosialnya. Selama pertengkaran tersebut tidak membahayakan, semisal menggunakan pisau atau menutup jalan nafas anak lainnya, maka orang tua/pendidik perlu memberi mereka kesempatan untuk menyelesaikan sendiri pertengkarannya. Yang menjadi masalah, orang dewasa merasa terganggu sehingga tidak sabar. Hal ini justru dapat merenggut kesempatan anak-anak untuk hidup di dunia anak dan belajar dari kesalahan.

Apabila pertengkaran mereka sudah membahayakan, maka orang dewasa/pengasuh/orang tua harus segera melerai. Hukuman non fisik boleh diberikan. Misalnya: tidak boleh bermain bersama selama 3 hari. Pada setiap harinya, orang tua harus memberi tahu si anak, sebab anak belum paham makna hari. Orang tua dapat mengatakan, “Ini hari kedua kamu tidak boleh main dengan Budi karena kemarin kalian berantem. Masih ada satu hari lagi, tapi nanti kalau berantem lagi, tidak boleh main lagi 3 hari ya.”

Sebagai penutup, saya akan kutipkan pendapat ulama besar Islam, Ibn Khaldun dalam bukunya Muqaddimah:

“Hukum yang keras dapat membahayakan anak, menyebabkan tertanamnya contoh yang tidak baik. Hal ini dapat menimbulkan kebiasaan buruk, mencegah perkembangan pribadi si anak, membuka jalan pada kemalasan, penipuan, serta kelicikan. Anak-anak menjadi terdorong untuk bertindak-tanduk berbeda dengan hati dan pikirannya, demi menghindari hukuman. Kecenderungan-kecenderungan ini kemudian menjadi kebiasaan dan karakter. Pada akhirnya, dapat merusak sifat kemanusiaan dan sikap perwira, kemudian menjadi beban orang lain. Mereka merasa dirinya tidak berharga sehingga tidak mau berusaha menjadi manusia yang sempurna. Fakta seperti ini terlihat pada hampir semua bangsa yang pernah dijajah. Bangsa-bangsa ini menjadi rendah diri, malas, tidak ingin maju, dan terbiasa dengan kelicikan dan cara-cara yang menyimpang untuk mendapatkan keinginannya.” Allahu a’lam bi ash-showwab.

Uniknya Ekonomi Islam

Sistem ekonomi Islam adalah sebuah sistem ekonomi yang didasarkan akidah Islam dengan tiga asas sebagai pilarnya. Tiga asas dalam sistem ekonomi Islam adalah kepemilikan (al-milkiyyah), pengelolaan kepemilikan (al-tasharruf fi al-milkiyyah), distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat (tauzii’ al- tsarwah baina al-naas.)

Sistem Ekonomi Islam berbeda dengan sistem ekonomi Sosialis maupun Kapitalis. Hal ini karena Islam sendiri merupakan sistem ilahi yang unik, yang diturunkan oleh Allah kepada semua manusia. Ajaran Islam telah mencakup hukum-hukum tentang pengaturan hidup seluruh manusia.

Menurut Muhammad Husain Abdullah dalam kitabnya, “Diraasat fil Fikril Islami”, keunikan Sistem Ekonomi Islam setidaknya ada tujuh, yaitu:

Pertama, Syumuuliyyah (menyeluruh) dan ittisaa’ (keluasan) dalil-dalilnya untuk memecahkan dan menguraikan seluruh problematika ekonomi yang dihadapi manusia di dalam kehidupan hingga hari kiamat, yang berkaitan dengan masalah harta, baik persoalan kepemilikan, pengelolaan maupun pendistribusinya.

Kedua
, sistem ekonomi Islam sangat tetap memperhatikan perbedaan masing-masing individu di tengah-tengah manusia. Islam membolehkan adanya kompetisi yang sehat (yang sesuai hukum syara’) dalam rangka memiliki harta sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Islam juga menjelaskan kewajiban-kewajiban orang-orang kaya dan hak-hak orang-orang fakir.

Ketiga, sistem ekonomi Islam juga telah mengatur perbedaan karakteristik masing-masing benda yang dimiliki, dan kemudian menjadikan sebagiannya milik individu, sebagian lagi menjadi milik umum dan negara, serta memberikan batasan-batasan yang jelas untuk tiap-tiap kepemilikan tersebut.

Keempat, sistem ekonomi Islam memelihara keseimbangan materi diantara individu-individu masyarakat, dan meningkatkan taraf kehidupan rakyat. Disamping itu, Daulah Islam menjamin rakyat yang tidak memiliki harta, tidak memiliki pekerjaan dan tidak memiliki keluarga yang menjadi tumpuannya. Sabda Rasulullah Saw.: “Barangsiapa yang meninggalkan harta maka berikanlah pada ahli warisnya, dan barangsiapa yang berstatus kalallan maka berikanlah kepada kami.”  Al-Kallu disini bermakna orang yang lemah, fakir, dan al mu’dim (fakir/miskin).

Kelima, sistem ekonomi Islam melarang eksploitasi dan penanaman modal asing dalam negara sebagaimana Islam juga melarang pemberian hak-hak istimewa kepada orang asing manapun. Ini dilakukan agar pihak asing tidak sampai menguasai negeri-negeri muslim. Firman Allah swt: “Sungguh Allah sekali-kali tidak akan menjadikan bagi orang-orang kafir jalan untuk menguasai orang-orang muslim.” (QS. AN Nisaa : 141).

Keenam, negara Islam menjamin kebutuhan pokok (al-haajaat al-dharuuriyyah) bagi setiap individu rakyat seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Apabila ada individu yang tidak mampu, maka daulah bertugas untuk memenuhi seluruh kebutuhan pokoknya (primer), kemudian memberinya kesempatan untuk memenuhi kebutuhan sekunder sesuai dengan kemampuannya. Kebutuhan pokok yang dimaksud adalah papan, pangan dan pakaian.

Ketujuh, Emas dan perak adalah dua jenis mata uang yang diakui (di dalam negara). Dengan menggunakan standar kedua jenis mata uang tersebut, Islam telah menetapkan nishab zakat, ukuran denda (diyat) uang, dan batas ukuran pemotongan tangan pencuri. Negara Islam dapat saja menggunakan mata uang kertas sebagai pengganti emas dan perak. Hal itu dilakukan demi kemudahan aktivitas pertukaran (jual beli) dan peredaran.

Menyongsong Hari Esok : Persiapan Ikhtibar

Al-Jazeera.com // Dalam rangka persiapan Ikhtibar Lembaga Pendidikan dan Tasyakuran pembangunan Masjid Baiturrahman Kampung Sumber Penang Desa Gunung Kesan Kecamatan Karang Penang Kabupaten Sampang, pada tanggal 15-16 April 2014 bertempat di Halaqah Karang Penang Ketua Yayasan Al-Jazirah mendapat bimbingan dan pengarahan langsung dari Jamaah Ulama' dari Republik Islam Mesir, dimana Prof. Dr. Muhammad Sayyid Ahmad menyampaikan bahwa "Kehebatan lembaga pendidikan dan keagamaan itu tergantung pada kekuatan iman dan amalnya, banyak lembaga yang dianggap maju dari segi finansial tapi miskin amal maka ujung-ujungnya adalah kegagalan, dan tidak sedikit lembaga yang sederhana namun mampu mewujudkan generasi terbaik pada umat ini, lihat saja contohnya Masjid Nabawi walaupun masjidnya terbuat dari pohon-pohon kurma, daunnya pelepah kurma, dindingnya bebatuan dan lantainya pasir padang sahara, namun generasi yang dihasilkannya luar biasa, ada Sayyidina Bilal bin Rabah ra. sang muadzdzin yang fenomenal, Sayyidina Umar bin Khottob ra. sang pemimpin yang disegani lawan maupun kawan, Sayyidina Mu'adz bin Jabal ra. sang Mufti umat pada zamannya, Abdullah bin Rowahah ra. sang panglima, dan banyak lagi lainnya.
Dari masjidlah umat ini terbentuk dan terbukti mampu menorehkan tinta emas dalam sejarah kehidupan manusia, dan hari inipun kita akan sukses jika mencontoh pada mereka yang terdahulu, Yayasan Al-Jazirah berusaha menapak tilas apa yang pernah dibuat oleh Baginda Rosulullah saw. pada zamannya, yakni memulai dari masjid menyiapkan umat ini untuk menyebarkan agama dan kebaikan keseluruh dunia.