Rabu, 10 Desember 2014

Imam Syafii Bertutur Tentang Siapa “Teman”

“Jika engkau punya teman – yang selalu membantumu dalam rangka ketaatan
kepada Allah- maka peganglah erat-erat dia, jangan pernah kau lepaskannya. Karena mencari teman -‘baik’ itu susah, tetapi melepaskannya sangat mudah sekali”
Carilah sahabat yang setia dalam duka. Bukan dalam suka, karena hidupmusentiasa berputar-putar antara suka dan duka.
Dan semoga kamu tidak menemukan sahabat dikala suka karena dikala kamu senang sudah biasa banyak orang yang akan mendekat padamu, namun bila giliran kamu susah merekapun bertepuk tangan.
Bila tak kautemukan sahabat-sahabat yang TAQWA, jauh lebih baik kamu hidup menyendiri daripada kamu harus bergaul dengan orang-orang jahat.
Percayalah, duduk sendirian untuk beribadah dengan tenang akan lebih menyenangkanmu daripada bersahabat
dengan kawan yang mesti kamu waspadai.
Selamatkanlah dirimu, jaga lidahmu baik- baik, tentu kamu akan bahagia walaupun kamu terpaksa hidup sendiri.
Tidak baik bersahabat dengan pengkhianat karana dia akan mencampakkan cinta setelah dicintai. Dia akan memungkiri jalinan cinta yang telah terbentuk dan akan menampakkan hal-hal yang menjadi rahasiamu.
Tak semua orang yang engkau cintai, akn mencintaimu. Dan terkadang sikap ramahmu dibalas dengan sikap tak sopan.
Berharaplah engkau mendapatkan sahabat sejati yang tak luntur baik dalam keadaan suka ataupun duka. Jika itu engkau dapatkan, berjanjilah dalam hatimu untuk selalu setia padanya.
Apabila engkau menginginkan kemuliaan maka carilah sahabat dari orang orang yang takut kepada Allah Subhanahu Wata A ‘la
Hanya orang yang berjiwa mulia yang dapat menjaga nama baik dirinya dan selalu menghormati sahabatnya, baik ketika hidup maupun setelah mati.
Dan setelah kamu temukan, cintai sahabatmu itu dengan segenap jiwa ragamu, seakan-akan kamu mencintai sanak saudaramu. Sahabat yang baik adalah yang sering sejalan denganmu dan yang menjaga nama baikmu ketika kamu hidup ataupun setelah kamu mati
….
Tetapi diantaranya …
Teman yang tidak berguna saat petaka melanda, Ia hampir sama dengan musuh.
Seorang teman tak bisa diharapkan dalam setiap masa, demikian pula saudara, kecuali untuk hiburan
Aku mengenal banyak manusia karena aku terus mencari,  saudara dan teman yang terpercaya, hingga pencarianku membuatku lelah.
Semua negeri menghindariku, hingga seakan para penduduknya bukanlah kumpulan manusia
- Imam Syafi’i -

Islam Tidak Mengejar Kekuasaan, Tapi Kekuasaan Yang Takluk kepada Islam

……Dialah yang mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur’an) atas agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukainya..” (As shaff 9)
Insya Allah kita mengimani bahwa Islam akan menang atas semua agama lain dan bahwasanya ia akan merata diseluruh permukaan bumi. Salah satu hadits shahih yang mengemukakan itu adalah bahwa masa depan ada di tangan Islam yaitu “..Tidak ada satu rumah pun yang terbuat dari tanah maupun dari tenda , kecuali Allah akan memasukkan agama ini ke dalamnya, dengan kemuliaan orang yang mulia dan kerendahan orang yang hina).
Kita dapat saksikan bencana bertubi-tubi  yang menimpa umat islam dengan pembantaian yang berlangsung terus menerus tapi  tidak melenyapkan agama ini bahkan terus menambah jumlah pemeluknya. Seandainya ini terjadi pada agama lain tentulah ia telah merupakan kekalahan. Sebagai buktinya banyak sekali peradaban yang telah berakhir. Peradaban Yunani diwakili oleh Sparta dan Athena. Dimana peradaban romawi yang agung sekarang? Imperium Romawi yang agung yang telah dibangun  selama seribu tahun , dimana matahari tidak pernah tenggelam  di wilayah kerajaannya, tapi dimanakah ia sekarang? Negara romawi telah jatuh melalui bencana-bencana ringan dari tangan kabilah-kabilah liar yaitu suku Vandal dan Kuth.Dimana Italia? Dia berada di deretan bangsa-bangsa yang ‘terbelakang’ karena secara ekonomi mata uang Italia (Lira) adalah termurah didunia seperti juga turki.
Dimanakah juga Imperium Inggris (Britania Raya) yang mereka menamakannya Great Britain (GB). Britania telah memasuki kancah perang Dunia II dengan menguasai wilayah yang sangat luas di bumi, barangkali mencapai seperempat atau sepertiga bumi. Sekarang dimanakah Britania? Kehancuran ekonomi Britania semakin hari semakin parah. Seandainya saja sebagian negara minyak tidak memberikan pinjaman kepada Britania, tentulah nilai pondsterling jatuh. Pernah terjadi bangsawan –bangsawan Inggris menjual vilanya karena tidak mampu menggaji para pembantunya. Subhanallah!!
Harta benda haram yang berasal dari berbagai bangsa. Allah Subhahau wa ta’ala membalas kejahatan orang-orang Britania.  Ironisnya , hingga kini sebagian besar orang-orang Britania hingga kini masih melihat bangsa lain dengan pandangan merendahkan yang sama dengan ketika  mereka menguasai dunia di tahun tigapuluhan dan empat puluhan. Memandang hina bangsa lain dengan hidung merah dan mata biru merah karena marah- ketika berhadapan dengan Islam yang menjadi musuhnya.
Sebenarnya Britania telah menghancurkan negara-negara kaum muslimin , dimana tidak tidak ada negara lain yang mampu menghancurkannya. Pakistan dan India mereka hancurkan sehancur-hancurnya.Mereka memerintah India selama dua ratus tahun dan mereka tidak meninggalkan India dalam keadaan hancur baik jiwa atau rasa kemanusiaannya  maupun perekonomiannya. Siapakah pula yang memusnahkan suku Indian merah? Yang memusnahkan adalah orang orang Britania pula. Oleh karena itu Allah membalas kejahatan mereka . Britania tidak mewariskan peradaban apapun kepada bangsa-bangsa lain. Ia tidak mewariskan selain potret-potret tentang berbagai krisis dan bencana kepada bangsa lain.
Akan halnya Islam yang agung, negaranya dibangun dalam tempo setengah abad. Dalam jangka setengah abad Islam memerintah berbagai belahan bumi. Sejak lebih dari seribu tahun, berbagi kekuatan mencoba menghancurkan agama ini tetapi tidak bisa! Alhamdulillah agama ini masih tetap tegak , bahkan untuk pertama kalinya kita melihat suatu fenomena tentang bangsa-bangsa berkuasa memasuki agama bangsa yang kalah, yakni memasuki  Islam.
TAR-TAR adalah sebuah bangsa yang pernah membunuh sekitar delapan ratus ribu hingga satu juta kaum muslimin di Baghdad. Selama beberapa bulan atau dalam masa yang cukup lama , Sungai Daljah diwarnai dengan darah, warnanya berubah menjadi merah kebiru-biruan.  Warna biru berasal dari kitab yang banyak dibuang ke sungai . Sedangkan warna merah disebabkan oleh banyaknya darah yang dialirkan kedalamnya. Ini berlangsung cukup lama.
Meskipun demikian bangsa ini akhirnya memeluk Islam melalui tangan salah seorang Menteri dalam pemerintahan Hulagu yang bernama Tuzan. Ia adalah seorang menteri Muslim yang berasal dari sisa-sisa Bani Abbas yang tetap menjaga agamanya dan mampu meyakinkan pemerintah Tar-tar setelah Hulagu, untuk memasuki agama Islam ini. Ia memasuki agama Islam bersama ratusan ribu lainnya. Bangsa Tartar masuk Islam ..Allahu Akbar!
Adapula pecahan bangsa besar dari suku Mongol , namanya Joghtal. Suku ini dahulu juga memasuki daerah Afhanistan atau Pakistan. Pada suatu hari, seorang ulama memasuki tanah kawasan larangan Raja Joghtal. Ulama itu bernama Jalaludin. Maka para pengawal mmbawanya ke hadapan raja ,  Mereka Berkata”Orang ini memasuki kawasan terlarang raja!”
Maka Sang Raja murka, bagaimana ia bisa memasuki kawasan larangan nya? Ia berkata “Manakah yang lebih mulia , engkau ataukah anjing???”
Maka ulama itu menjawab,” Kita tidak bisa membedakan sekarang , apakah saya lebih utama dari anjing, atau anjing yang lebih mulia daripada aku. Soal ini tergantung pada akhir kehidupanku. Apabila aku kelak mati dalam keadaan muslim, maka akulah yang lebih mulia daripada anjing. Tapi jika aku mati dalam keadaan kafir, maka anjing lebih mulia daripadaku..”
Raja terdiam memikirkan ucapan ini. Kemudian dia berkata”Apakah Islam Itu?…Maka, ulama itu menerangkan kepadanya tentang Islam . Maka hati sang raja menjadi lunak kepadanya. Ia berkata kepada ulama itu..” Saya sekarang sibuk memerangi kerajaan agar mereka tunduk kepadaku.  Maka kelak jika aku telah memperoleh kemenangan, maka kembalilah kepadaku. Barangkali saya akan memasuki agamamu.
Jalaludin sudah sangat tua , ia sakit dan kemudian meninggal dunia. Sebelum meninggal ia berpesan kepada anaknya,” Raja di daerah itu pernah berkata kepadaku,” Bila aku menang datanglah kembali kepadaku,” Aku akan menulis sebuah surat . Maka jika aku mati, sedang raja itu berhasil meraih kemenangan atas musuhnya dan seluruh daerah telah tunduk kepadanya, pergilah menemuinya dan katakan lah,” Saya adalah anak Jalaludin..”
Akhirnya Raja benar-benar meraih kemenangan . Seluruh kawasan telah tunduk kepadanya , maka anak itu mendatanginya sambil menyerahkan surat dari bapaknya. Maka, penjaga kerajaan bertanya kepadanya”apakah maksud kedatanganmu?”
Ia menjawab kepdanya” Saya ingin bertemu dengan raja?”
“Apakah yang engkau bawa?”
Ia menjawab ,” Saya membawa sebuah surat”
Maka Raja berkata kemudian,” Benar aku memang pernah berjanji kepadanya.. sekarang saya  mengumumkan keislamanku’..Maka Raja pun masuk Islam bersama seluruh suku pecahan besar dari Bangsa Tartar ini, jumlahnya berjuta-juta. Degan ini seluruh kawasan yang diperintahnyapun masuk Islam …semuanya berawal melalui tangan seorang ulama..

Sakit? Tirulah Sikap Nabi Ayyub Alaihissalam

Nabi Ayyub As  berkata , diabadikan oleh Al Quran, “Ya Allah , sungguh aku telah ditimpa penyakit,” (Quran 21:83), dan menggambarkan penghormatan kepada Allah dengan Ke-Maha SifatNya: ” Padahal Engkau  adalah yang paling penuh belas kasihan dari orang-orang yang penuh belas kasihan”
Dan kemudian dia tidak berdoa untuk situasinya harus segera diubah, ia sabar menanggung kesulitan, dan tidak membuat saran kepada Tuhan-Nya, dengan rasa hormat  kepada-Nya. Dengan demikian ia adalah contoh bagi hamba yang sabar, hatinya tidak menjadi tertekan dalam kesulitan, dan ia tidak menjadi gelisah ketika ia menderita ‘kesesakan’  seperti orang yang menderita di sepanjang waktunya.
Sebaliknya ia terlalu malu untuk meminta Rabb-nya untuk menghapus kesulitan, tapi ia serahkan kesedihan itu sepenuhnya kepada-Nya, yang Maha Mengetahui  pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan yang diminta.
Dan pada saat ketika Nabi Ayyub As. menghadapi Rabb-nya dengan kekuatan iman tersebut dan sikap hormatnya terhadap Tuhannya, saat itulah jawaban Allah mengalirkan rahmatNya di  akhir ujiannya.

Taubat Makan Barang Haram


 

Terdapat hadits yang berbunyi,”Barangsiapa yang memakan sesuap saja dari yang haram maka tidaklah diterima shalatnya sebanyak 40 malam dan tidaklah diterima doanya selama 40 pagi dan setiap daging yang tumbuh dari (sesuatu) yang haram maka api neraka menjadi lebih utama baginya. Sesungguhnya sesuap dari yang haram akan menumbuhkan daging.” (HR. ad Dailami dari Ibnu Masud)
Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadits tersebut munkar, tidak dikenal kecuali dari riwayat al Fadhl bin Abdullah. Sementara Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa hadits tersebut maudhu’ (palsu)
Adapun tentang bertaubat dari memakan barang yang diharamkan Allah maka sesungguhnya pintu taubat senantiasa terbuka selama nyawa belum sampai di tenggorokan atau matahari belum terbit dari barat. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba selama nyawanya belum sampai ke tenggorokan.”
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Musa dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: ” Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan senantiasa membuka lebar-lebar tangan-Nya pada malam hari untuk menerima taubat orang yang berbuat dosa pada siang hari dan Allah senantiasa akan membuka tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat orng yang berbuat dosa pada malam hari, dan yang demikian terus berlaku hingga matahari terbit dari barat.”
Cukuplah bagi anda melakukan taubat nashuha terhadap perbuatan memakan barang yang diharamkan tersebut dengan memenuhi syarat-syaratnya :
1. Menyesali atas apa yang anda lakukan pada masa lalu.
2. Meninggalkan kemaksiatan tersebut saat diri anda bertaubat.
3. Bersungguh-sungguh untuk tidak kembali melakukan perbuatan tersebut selamanya pada masa yang akan datang.
4. Jika dalam perbuatan tersebut terdapar penzhaliman terhadap kepemilikan orang lain maka diwajibkan bagi anda untuk mengembalikannya berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang pernah berbuat aniaya (zhalim) terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun hendaklah dia meminta kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia) sebelum datang hari yang ketika itu tidak bermanfaat dinar dan dirham. Jika dia tidak lakukan, maka (nanti pada hari qiyamat) bila dia memiliki amal shalih akan diambil darinya sebanyak kezholimannya. Apabila dia tidak memiliki kebaikan lagi maka keburukan saudaranya yang dizholiminya itu akan diambil lalu ditimpakan kepadanya”
Dan mudah-mudahan dengan taubat yang sungguh-sungguh Allah akan menggantikan keburukan tersebut dengan kebaikan :

Artinya : “Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Furqan : 70)

Artinya : “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An Nuur : 31)
Wallahu A’lam

Menikah insya-ALLOH Jadi Kaya

suamiisteri
Pada hari-hari pertama pernikahan kami, suami bertanya, “Ke mana saja uangmu selama ini?” Pertanyaan itu sungguh menggedor dadaku. Ya, ke mana saja uangku selama ini? Buku tabunganku tak pernah berisi angka belasan hingga puluhan juta. Selalu hanya satu digit. Itu pun biasanya selalu habis lagi untuk kepentingan yang agak besar seperti untuk bayar kuliah (ketika aku kuliah) dan untuk kepentingan keluarga besarku di kampung. Padahal, kalau dihitung-hitung, gajiku tidaklah terlalu kecil-kecil amat. Belum lagi pendapatan lain-lain yang kudapat sebagai penulis, instruktur pelatihan menulis, pembicara di berbagai acara, guru privat, honor anggota tim audit ataupun tim studi. Lalu, ke mana saja uangku selama ini? Kepada suamiku, waktu itu aku membeberkan bahwa biaya operasional untuk keaktifanku cukup besar. Ongkos jalan, pulsa telepon, nombok biaya kegiatan, makan dan traktiran. Intinya, aku mencari apologi atas aliran uangku yang tidak jelas.
Namun diam-diam aku malu padanya. Sesaat sebelum pernikahan kami, dia berkata, “Gajiku jauh di bawah gajimu…”. Kata-kata suamiku -ketika masih calon- itu membuatku terperangah. “Yang benar saja?” sambutku heran. Dengan panjang kali lebar kemudian dia menjelaskan kondisi perusahaan plat merah tempatnya bekerja serta bagaimana tingkat numerasinya. Yang membuatku lebih malu lagi adalah karena dengan gajinya yang kecil itu, setelah empat tahun hidup di Jakarta, ia telah mampu membeli sebuah sepeda motor baru dan sebuah rumah –walaupun bertipe RSS- di dalam kota Jakarta. Padahal, ia tidak memiliki sumber penghasilan lain, dan dikantornya dikenal sebagai seorang yang bersih, bahkan “tak kenal kompromi untuk urusan uang tak jelas.” Fakta bahwa gajinya kecil membuatku tahu bahwa suamiku adalah seorang yang hemat dan pandai mengatur penghasilan. Sedang aku?
***
Hari-hari pertama kami pindahan.
Aku menata baju-baju kami di lemari. “Mana lagi baju, Mas?” tanyaku pada suami yang tengah berbenah. “Udah, itu aja!” Aku mengernyit. “Itu aja? Katanya kemarin baju Mas banyak?” tanyaku lebih lanjut. “Iya, banyak kan?” tegasnya lagi tanpa menoleh. Aku kemudian menghitung dengan suara keras. Tiga kemeja lengan pendek, satu baju koko, satu celana panjang baru, tiga pasang baju seragam. Itu untuk baju yang dipakai keluar rumah. Sedang untuk baju rumah, tiga potong kaos oblong dengan gambar sablon sebuah pesantren, dua celana pendek sedengkul dan tiga pasang pakaian dalam. Ketika kuletakkan dalam lemari, semua itu tak sampai memenuhi satu sisi pintu sebuah lemari. Namun dua lemari besar itu penuh. Itu artinya pakaianku lebih dari tiga kali lipat lebih banyak dibanding jumlah baju suamiku. Kata orang, kaum wanita biasanya memang memiliki baju lebih banyak dibanding kaum laki-laki. Tapi isi lemari baju itu memberikan jawaban atas banyak hal padaku. Terutama, pertanyaannya di hari-hari pertama pernikahan kami tentang ke mana saja uangku. Isi lemari itu memberi petunjuk bahwa selain untuk keluarga dan organisasi, ternyata aku menghabiskan cukup banyak uang untuk belanja pakaian. Oo!
Pekan-pekan pertama aku hidup bersamanya.
Aku mencoba mencatat semua pengeluaran kami. Dan aku sudah mulai memasak untuk makan sehari-hari. Cukup pusing memang. Apalagi jika melihat harga-harga yang terus melonjak. Tapi coba lihat…! Untuk makan seminggu, pengeluaran belanjaku tak pernah lebih dari seratus ribu. Padahal menu makanan kami tidaklah terlalu sederhana: dalam seminggu selalu terselip ikan, daging atau ayam meski tidak tiap hari. Buah–makanan -kesukaanku- dan susu –minuman favorit suamiku- selalu tersedia di kulkas. Itu artinya, dalam sebulan kami berdua hanya menghabiskan kurang dari lima ratus ribu untuk makan dan belanja bulanan. Aku jadi berhitung, berapa besar uang yang kuhabiskan untuk makan ketika melajang? Aku tak ingat, karena dulu aku tak pernah mencatat pengeluaranku dan aku tidak memasak. Tapi yang pasti, makan siang dan malamku rata-rata seharga sepuluh hingga belasan ribu. Belum lagi jika aku jalan-jalan atau makan di luar bersama teman. Bisa dipastikan puluhan ribu melayang. Itu artinya, dulu aku menghabiskan lebih dari 500ribu sebulan hanya untuk makan? Ups!
Baru sebulan menikah.
“De, kulihat pembelian pulsamu cukup banyak? Bisa lebih diatur lagi?”
“Mas, untuk pulsa, sepertinya aku tidak bisa menekan. Karena itu adalah saranaku mengerjakan amanah di organisasi.” Si mas pun mengangguk. Tapi ternyata, kuhitung dalam sebulan ini, pengeluaran pulsaku hanya 300 ribu, itu pun sudah termasuk pulsa untuk hp si Mas, lumayan berkurang dibanding dulu yang nyaris selalu di atas 500 ribu rupiah.
Masih bulan awal perkawinan kami.
Seminggu pertama, aku diantar jemput untuk berangkat ke kantor. Tapi berikutnya, untuk berangkat aku nebeng motor suamiku hingga ke jalan raya dan meneruskan perjalanan dengan angkutan umum sekali jalan. Dua ribu rupiah saja. Pulangnya, aku naik angkutan umum. Dua kali, masing-masing dua ribu rupiah. Sebelum menikah, tempat tinggalku hanya berjarak tiga kiloan dari kantor. Bisa ditempuh dengan sekali naik angkot plus jalan kaki lima belas menit. Ongkosnya dua ribu rupiah saja sekali jalan. Tapi dulu aku malas jalan kaki. Kuingat-ingat, karena waktu mepet, aku sering naik bajaj. Sekali naik enam ribu rupiah. Kadang-kadang aku naik dua kali angkot, tujuh ribu rupiah pulang pergi. Hei, besar juga ya ternyata ongkos jalanku dulu? Belum lagi jika hari Sabtu Ahad. Kegiatanku yang banyak membuat pengeluaran ongkos dan makan Sabtu Ahadku berlipat.
Belum lagi tiga bulan menikah.
“Ke ITC, yuk, Mas?” Kataku suatu hari. Sejak menikah, rasanya aku belum lagi menginjak ITC, mall, dan sejenisnya. Paling pasar tradisional. “Oke, tapi buat daftar belanja, ya?” kata Masku. Aku mengangguk. Di ITC, aku melihat ke sana ke mari. Dan tiap kali melihat yang menarik, aku berhenti. Tapi si Mas selalu langsung menarik tanganku dan berkata,”Kita selesaikan yang ada dalam daftar dulu?” Aku mengangguk malu. Dan aku kembali teringat, dulu nyaris setiap ada kesempatan atau pas lewat, aku mampir ke ITC, mall dan sejenisnya. Sekalipun tanpa rencana, pasti ada sesuatu yang kubeli. Berapa ya dulu kuhabiskan untuk belanja tak terduga itu?
Masih tiga bulan pernikahan “Kita beli oleh-oleh sebentar ya, untuk Bude?” Masku meminggirkan motor. Kios-kios buah berjejer di pinggir jalan. Kami dalam perjalanan silaturahmi ke rumah salah satu kerabat. Dan membawakan oleh-oleh adalah bagian dari tradisi itu.
“Sekalian, Mas. Ambil uang ke ATM itu…” Aku ingat, tadi pagi seorang tetangga ke rumah untuk meminjam uang. Ini adalah kesekian kali, ada tetangga meminjam kepada kami dengan berbagai alasan. Dan selama masih ada si Mas selalu mengizinkanku untuk memberi pinzaman(meski tidak langsung saat itu juga). Semua itu membuatku tahu, meskipun hemat, si Mas tidaklah pelit. Bersikaplah pertengahan, begitu katanya. Jangan menghambur-hamburkan uang untuk sesuatu yang tidak jelas, tapi jangan lantas menjadi pelit!
***
Semester pertama pernikahan.
Mengkilat. Elegan. Kokoh. Masih baru. Gress. Begitu sedap dipandang mata. Benda itu, sudah sekian lama kuinginkan. Sebuah laptop baru kelas menengah (meski masih termasuk kategori low end). Namun selama ini, setiap kali melihatnya di pameran atau di toko-toko komputer, aku hanya bisa memandanginya dan bermimpi. Tak pernah berani merencanakan, mengingat duitku yang tak pernah cukup. Tapi rasanya, dalam waktu dekat benda di etalase itu akan kumiliki. Rasanya sungguh indah, memiliki sebuah benda berharga yang kubeli dengan uangku sendiri, uang yang kukumpulkan dari gajiku.
Sejak menikah, aku tak pernah lagi membeli baju untuk diriku sendiri. Pakaian dan jilbabku masih dapat di-rolling untuk sebulan. Sejak menikah, aku memilih membawa makan siang dari rumah ke kantor. Aku juga jarang ke mall lagi. Dan kini, setiap kali akan membeli sesuatu, aku selalu bertanya: perlukah aku membeli barang itu? Indahnya, aku menikmati semua itu. Dan kini, aku bisa menggunakan tabunganku untuk sesuatu yang lebih berharga dan tentu saja bermanfaat bagi aktifitasku saat ini, lingkunganku dan masa depanku nanti.
Aku bersyukur kepada Allah. Semua ini, bisa dikatakan sebagai berkah pernikahan. Bukan berkah yang datang tiba-tiba begitu saja dari langit. Tapi berkah yang dikaruniakan Allah melalui pelajaran berhemat yang dicontohkan oleh suamiku. Rabb, terima kasih atas berkahMu…

Rezeki Mengejar Manusia, Bukan Sebaliknya

Banyak manusia merasa khawatir dalam mencari rezeki karunia Allah Swt. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang rela menggadai diri dan menghinakan martabat.
Banyak manusia merasa khawatir dalam mencari rezeki karunia Allah Swt. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang rela menggadai diri dan menghinakan martabat. Kondisi dunia modern yang sarat persaingan dan pergulatan menuntut mereka untuk lebih berjibaku dalam mencari nafkah berupa karunia Tuhan. Betapa banyak setiap pagi hari di belahan bumi manapun didapati wajah-wajah penuh ketegangan dan kepanikan yang memancarkan rona khawatir dalam mengais rezeki di pagi hari. Seolah mereka tiada memiliki Tuhan yang Maha Kaya Yang Mampu menjamin rezeki setiap hambaNya. Dialah Allah, Ar Razzaq Sang Pemberi Rezeki.
Hal yang sering luput dari diri manusia zaman modern ini adalah keimanan dan keyakinan bahwa Allah Swt telah menjamin rezeki dan nafkah setiap hambaNya. Karena keyakinan ini semakin memudar, maka setiap individu bergulat dan berkutat dalam kehidupan dunia demi memenuhi kebutuhan hidup belaka.
Dalam kitab Mirqaat al Mafatiih terdapat kutipan pernyataan Al Qusyairi yang mengatakan, ““Seseorang yang mengetahui bahwa Allah itu adalah Sang Pemberi Rezeki, berarti ia telah menyandarkan tujuan kepadaNya dan mendekatkan diri dengan terus bertawakal kepadaNya.”
Pernyataan Al Qusyairi ini penting untuk diyakini bahwa memang kunci mendapatkan rezeki adalah dengan mendatangi Sang Pemilik rezeki yaitu Ar Razzaq! Sebab dengan mendatanginya maka segala kebutuhan akan terpenuhi.
Apakah kita belum pernah mendengar hadits yang amat masyhur ini: "Hai manusia, jika dari generasi pertama sampai terakhir, baik jin dan manusia berkumpul dalam satu tempat untuk meminta kepadaKu, lalu masing-masing orang meminta untuk dipenuhi kebutuhannya, niscaya hal tersebut tidak mengurangi sedikit pun dari kekuasaanKu, kecuali hanya seperti jarum yang dicelupkan di laut." HR. Muslim
Ini semua bukanlah demi menafikan sebuah ikhtiar mencari nafkah atau bekerja. Tetap saja bekerja adalah sebuah prasyarat mulia untuk mendapatkan nafkah, dan para nabi manusia terhormatpun tetap melakukannya. Namun tekanan yang terpenting dalam mencari rezeki dan nafkah adalah ketaatan kepada Allah Sang Pemberi rezeki.
Dalam kitab Shahih Al Jami’ disebutkan sebuah hadits dari Rasulullah Saw yang berbunyi, “Sesungguhnya malaikat Jibril menghembuskan ke dalam hatiku bahwasanya jiwa hanya akan mati sampai tiba masanya dan memperoleh rezekinya, maka bertakwalah kepada Allah, carilah nafkah yang baik, jangan bermalas-malasan dalam mencari rezeki, terlebih mencarinya dengan bermaksiat kepada Allah karena sesungguhnya Allah tidak akan memberikan apa yang dicarinya kecuali dengan taat kepadaNya.”
Sebab itu usahlah panik dalam mencari karunia Allah Swt berupa rezeki. Yakinilah bahwa rezeki itu datang, bahkan kedatangannya menghampiri diri kita begitu cepat.
Sesungguhnya rezeki itu akan mecari seseorang dan bergerak lebih cepat daripada ajalnya.” HR. Thabrani
Semoga Allah memberkahi rezeki & hidup kita bersama. Amien!

Berguru pada Televisi, Bolehkah?

“Ayoo Dina, coba lihat sini..” seorang ibu dengan sangat lembutnya mencoba untuk mengalihkan perhatian anaknya pada televisi dan mengajak sang anak bermain bola di luar rumah. Namun anak perempuan kecil yang berusia 3 tahun, dengan kuncir dirambutnya dan pipi merah meronanya hanya menggeleng dan berusaha menjauhkan dirinya dari sang ibu yang terus berusaha mengajak sang anak dengan setengah memaksa, lalu, “akhh anak ini, nonton televisi melulu, “ gumam sang ibu. “ Noooo, I don’t want, go, go, goo..” teriak sang anak dengan bahasa Inggris yang cukup fasih.
Sejenak sang ibu terdiam, masya Allah, kok anaknya lancar betul berbahasa Inggris. Usut punya usut ternyata film-film berbahasa Inggris yang diserap sang anak dari sejak masih kecil mampu membuat seorang anak ikut dan mengikuti percakapan yang terdengar oleh telinga si anak, walau mungkin tidak terjadi pada semua anak yang menonton film kartun. Namun film kartun yang masih menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, mampumembuat anak mengerti dan meniru percakapan singkat dalam bahasa Inggris terhadap film kartun yang dilihat sang anak, asalkan film kartun tersebut dipilihkan oleh sang ibu yang cukup membuat anak memahami bahasa Inggris dalam kalimat yang cukup sederhana.
Selain merupakan talent juga, bakat bahasa dari sang anak itu sendiri ada secara personal. Namun menonton televisi dalam bahasa Inggris berarti menonton acara anak-anak dalam versi barat yang tentu saja bukan hanya bahasa yang tersaji, namun juga nilai-nilai dan akhlak, pola tingkah laku, pakaian, penampilan dan lain-lain. Semua hal itu memerlukan juga bimbingan orang tua yang tentu saja sang orang tua harus bijak dalam menyikapi dan menjawab pertanyaan anak bila ada acara televisi edisi bahasa Inggris yang tidak dimengerti oleh sang anak, agar mereka tidak salah persepsi terhadap apa yang dilihatnya.

Ketika Sekolah Ideal Itu Kudapatkan

Sangat susah mencari sekolah ideal. Dimana-mana sekolah menawarkan yang terbaik, dan setiap sekolah ternyata setelah dikaji ulang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sebetulnya yang dicari orang tua itu apa dan bagaimana tergantung dari pada ekspektasi dan harapan orang tua pada sang anak itu sendiri sesuai dengan latar belakang keluarga, pendidikan dan agama orang tua si anak.
Bila orang tua yang bersangkutan memilki agama yang cukup baik dan berlatar belakang pesantren mungkin cenderung memasukkan anaknya ke pesantren. Walaupun tak dapat dipungkiri bahwa banyak juga orang tua yang menyekolahkan anaknya ke pesantren dengan alasan tak ingin “diganggu” oleh anaknya alias kedua orang tua sangat sibuk sehingga lebih baik anaknya dibuang ke pesantren, sebab kesibukan dari kedua orang tua. Saya sendiri memiliki pengalaman mencari sekolah dan berakhir pada suatu kesimpulan bahwa sebuah sekolah tidak dapat memenuhi semua yang kita inginkan. Walaupun kita buat sekolah sendiri pun tidak mampu memenuhi apa yang kita inginkan sepenuhnya. Semakin tinggi strata kemampuan ekonomi dan pendidikan orang tua yang bersangkutan, maka semakin tinggi juga standar yang ditetapkan dalam mencari sebuah sekolah.
Kekecewaan adalah bagian dari proses meletakkan anak di sebuah sekolah. Bila kekecewaan terlalu dipikirkan akan membuat sakit hati yang semakin dalam dan ketidakpuasan akan berakibat menjadi komplain yang berlebihan yang sering kali mengganggu pembelajaran si anak di sekolah dimanadia belajar. Saat ini setelah berbagai Negara dan berpuluh-puluh sekolah dimasuki dan dipelajari, bahkan sampai saya akhirnya membuat sekolah sendiri, saya sampai pada suatu titik kesimpulan akhir bahwa sekolah yangsaya cari letaknya adalah di hati. Akirnya saya mendapatkan sekolah yang saya dapatkan, bukan yang saya inginkan, dan akhirnya saya mendapat kepuasan terhadap sekolah untuk anak saya serta merasakan idealnya sebuah sekolah yang didapatkan dengan mengurus hati terlebih dahulu untuk siap menerima segala kelebihan dan kekurangan sebuah sekolah dan menambahkan apa yang kurang dari sekolah tersebut dengan tambahan dari rumah dari diri saya sendiri dan suami saya.
Sekali lagi saya katakan bahwa akhirnya saya mendapatkan sekolah yang saya dapatkan, bukan yang saya inginkan. Saya terpikir dengan sebuah ayat Al Quran yang mengatakan:
"…boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui." (QS: Al Baqarah: 216).