Jumat, 01 Mei 2015

Hidup Bagai dikejar Singa

Bang kabir, begitu dia biasa dipanggil. Suatu hari dia bercerita di kamarku disela – sela obrolan ringan seputar kehidupan dan bagaimana agar kita saling mengingatkan dalam hal shalat berjama’ah dan ibadah lainnya. Tiba – tiba beliau berkata :
“ kamu tau wan, ada sebuah cerita yang dulu pernah disampaikan oleh guru saya ketika saya mengikuti pengajiannya di salah satu mesjid di desa saya. “
“ gimana bang “ tanyaku heran
“ kita itu hidup di dunia ini bagaikan seorang pemuda yang sedang di kejar singa buas di tengah – tengah hutan belantara. Kemanapun kita lari si singa ini terus mengejar kita, tidak pernah mengenal lelah. Untuk mula – mula boleh lah si pemuda masih kencang larinya, tapi setelah lima jam kemudian apa yang dia rasakan? Tentu kelelahan kan.
Di tengah – tengah kelelahan itu dia sampai ke pinggiran hutan dan si singa masih saja mengejar dia seakan tidak pernah lelah. sekitar tiga puluh kilo meter lagi si singa di belakan dia, tiba – tiba si pemuda menemukan sebuah sumur tua di bawah pohon beringin rindang dengan akar yang menjalar ke mana – mana termasuk ke dalam sumur tersebut.
Tanpa berfikir panjang si pemuda yang sedang ketakutan ini turun ke dalam sumur setelah melihat ada tangga tua yang menjulur ke dasar. Setengah tergopoh dia mencoba turun ke bawah karena takut terkejar oleh sang singa. Tepat di pertangahan tangga yang sudah sangat rapuh itu dia baru dapat menghela nafas agak lega.
Di atas terlihat wajah kepala seekor singa sedang menunggunya keluar. Tanpa disadari tangga yang dia pijak sebenarnya sudah sangat rapuh. Sedikit sja badanya condong ke tengah tangga akan segera roboh. Di bawah sumur tua itu, lagi – lagi tanpa ia sadari terdapat banyak hewan berbisa seperti ular, kalajengking, bahkan mungkin buaya juga ada.

Sehari, dia masih bisa tetap bertahan tanpa makan dan tanpa banyak bergerak. Setelah beberapa hari dia mulai kelaparan dan berusaha mencari apa saja yang bisa dimakan. Tepat di tengah sumur yang nampak ada beberapa tetesan yang jatuh air dari atas pohon yang penuh akar itu. Dia mencoba meraih tetesan demi tetesan yang jatuh ke bawah itu. Pertama dia julurkan tangan kanannya ke tengah demi meraih tetesan air itu, tapi sangat disayangkan dia hanya mendapatkan satu tetesan saja. Untuk mendapatkan lebih banyak dia harus menjulurkan tangannya sedikit lebih panjang ke tengah. Setelah dia minum tetesan itu, alangkah terkejutnya ia karena ternyata itu adalah tetesan dari sarang lebah yang berada tepat di atas lubang sumur tua itu. Ya, tetesan itu adalah air madu yang sangat lezat. Dia mulai kegirangan dan berusaha sebisanya untuk mendapatkan tetesan madu itu lebih banyak lagi.

Dia mencoba menggunakan dedaunan di sampingnya, semakin banyak dia dapatkan semakin brtambah pula ia ingin mendapatkan madu agar lebih banyak lagi. Akhirnya dia mencoba untuk meraup tetesan itu tidak hanya dari satu, dua tetesan saja melainkan beberapa tetesan lain yang sekiranya dapat memuaskan nafsunya.

Dengan sedikit mencondngkan badannya ke tengah ia lupa kalau tangga tempat ia berpijak sudah sangat rapuh. Semakin ia mencondongkan badannya sembari menjulurkan tangan kanan untuk mendapatkan hasil lebih banyak, tiba – tiba tangga yang ia pijak patah hingga tak terelakkan. Diapun terjatuh ke dasar sumur yang penuh dengan berbagai macam hewan berbisa itu. Dalam kepengapan sumur tua itu terdengarlah sorak – sorai beberapa suara binatang yang entah apa itu, seakan mereka sedang merayakan makanan idul fithri yang sangat dinanti – nantikan. Ya, ia kini menjadi santapan hewan – hewan kelaparan di dasar sumur.”

Semoga dengan kisah singkat ini kita bisa mengambil ‘ibrah dan pelajaran untuk dijadikan sebagai acuan dalam mengerjakan amal saleh dan mengumpulkan bekal untuk persiapan di kehidupan kedua yang lebih kekal dan lebih indah dari kehidupan yang sedang kita jalani ini. Semoga bermanfaat.