Senin, 25 Agustus 2014

Buktikan Kepedulianmu dengan Dakwah

Ibnu Kholil
Saya berani jamin, pasti setiap orang  mengetahui bagaimana itu rasanya sakit. Baik itu Sakit kepala, sakit perut, hidung tersumbat, kaki lecet dan sakit-sakit lainnya dalam bentuk fisik maupun non fisik. Yaa bagian sakit nonfisik sejenis sakit hati lagi laah . . misalkan, saat nilai ulangan jelek, dijauhi temen, dicuekin gebetan (nah yang satu ini ati2 brasistah), dan bisajadi saaakiitt hati ketika setibanya di rumah, perut terasa lapar, buka ricecooker.. there’s nothing! Ciaaat.. benar2 menyakitkan. Ckckck. Ngga gitu juga sih, tapi kamu pastilah pernah merasakan bagaimana itu sesuatu yang  namanya si “Pain”,”sick”, and ”hurt” itu. Gimana rasanya?  Sakit, pastinya.
Nah saat kondisi seperti itu, secara otomatis pasti kegiatan kita terhambat, konsentrasi jadi buyar, berharap rasa sakit ini secepatnya reda.  Namun apa daya, sakit itu kian menular hingga untuk tidurpun tak bisa..
Dia, bagian ‘tubuh’ yang tersakiti.
Teman-teman, hamper semua pasti tau tentang hadist yang menjelaskan bahwa ummat islam bagaikan satu tubuh.
“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal kasih sayang, kecintaan dan kelemah-lembutan diantara mereka adalah bagaikan satu tubuh, apabila ada satu anggotanya yang sakit maka seluruh tubuh juga merasakan demam dan tidak bisa tidur.” (Muttafaqun ‘Alaih dari al-Nu’man bin Basyir)
Coba kita renungi dan bayangkan. Seorang perempuan muda belasan tahun, disakiti dan dizalimi karena keimanannya yang kuat kepada Allah Swt. Semangatnya dalam menegakkan Asma-Asma Allah dan kebenaran membuat ia  ditangkap oleh pemerintah setempat yang tidak setuju jika aturan Tuhannya ditegakkan dibumi secara kaaffah. Amaanov Zulfia namanya.
Putri dari sang mujahid Amaanov Hamidullah. Ia sangat mencintai Islam sejak usia muda dan terus mempelajari Islam, Ilmu Fiqih bersamaan dengan ilmu-ilmu lainnya ia lahap dengan semnagat. Dia menghafal Al qur’an dengan tekun  dan ia memiliki kemampuan mempelajari berbagai bahasa termasuk bahasa Arab sejak usia 5 tahun, Zulfia harus dipisahkan dengan ayahnya karena ayahnya berani memperjuangkan penegakan islam di negerinya. Pihak yang kontra (penguasa tiran ) pun menangkap sang ayah, menzalimi beliau selama 14 tahun hinga akhirnya dikabarkan, Amaanov Hamidullah telah meninggal dunia satu tahun kemarin. Dan keluarga pun tak menerima jasadnya.
Bayangkan jika salah satu keluarga kita, dikabarkan meninggal dunia, sedangkan jasadnya tidak diserahkan kembali pada kita, apa yang akan kita rasakan? Yang padahal sesuatu yang diperjuangkan keluarga kita tersebut adalah sesuatu yang benar dan untuk kebaikan ummat. Yaa begitulah keadaaan saat ini kawan, Yang salah di tegakkan sedangkan yang baik di lumpuhkan. Bahkan untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah saja bingung karena taka da pemimpin yang menentukan ini salah ini benar.
Kembali pada kisah muslimah Amaanov Zulfia, karena pihak keluarga Hamidullah tidak terima dengan perlakuan pemerintah, pihak keluarga meminta para penindas Kirgistan dan Uzbekistan melakukan investigasi untuk memastikan kondisi meninggalnya putra mereka juga menginginkan jasadnya diserahkan kepada keluarga. Amaanov Zulfia mendekati pihak-pihak ketiga untuk mengungkap kejahatan para rezim tiran dan mengekspos kebohongan-kebohongan mereka. Inilah yang menjadii penyebab kekejaman dan kemarahan rezim pemerintahannya yang membalasnya dengan menangkap Amaanov Zulfia. Hingga saat ini, taka ada yang tau dimana dan bagaimana nasib kan kondisi ‘bagian tubuh umat muslim’ ini.

 Akibat dari tidak adanya ukhuwah
Sobat muslim dan muslimah, begitulah kondisi kaum muslim saat ini. Pada saat ada bagian dari tubuhnya yang terluka, bagian tubuh lain tidak ikut merasakan kelukaan tersebut karena mereka tidak bersatu dalam satu komando. Jika kita analogikan, Tangannya dimana.. kaki dimana.. mata di mana.. jantung dimana.. sehingga saat bagian jantung kesakitan, tangan masih tetap bisa mencuci, mengepel, makan dan bersenang-senang karena jantungnya bukan jantung yang bersatu dalam satu tubuh dengan sang tangan. Sehingga tak ada tindakan dari bagian tubuh lain untuk membantu si jantung yang sedang dalam kesakitan. Jantung sakit tangan malah main bekel. Ya.. Wong jantungnya jantung orang lain, wkwk . . \
Nah, jika kita bandingkan dengan kehidupan pada zaman Rasulullah, ummat muslim benar-benar dalam satu tubuh. Ada orang yang terluka, maka seluruh bagian yang lain ikut membantu karena semuanya dalam  satu komando, satu pemimpin dan satu negara tanpa dibatasi oleh wilayah-wilayah lain dan tanpa pecah belah meski berbeda pendapat.
Loh kok bisa gitu mbak?
Ya karena mereka bersatu mas, namun ikatan yang membuat mereka bersatu bukan berdasarkan pada wilayah. Namun pada akidah yang sama ialah akidah Islam.
“Orang mukmin dengan mukmin lainnya laksana satu bangunan, satu dengan yang lainnya saling menguatkan.” Lalu beliau shallallaahu 'alaihi wasallam lalu beliau menautkan antar jari-jemarinya. (Muttafaq ‘alaih)
“Seorang muslim itu saudara bagi muslim yang lain, tidak boleh menzaliminya, menelantarkannya (tidak peduli padanya), menghinanya.” (HR. Muslim)
So, what should we do?
Lalu apa yang bisa kita lakukan melihat zulfia dan ummat muslim lain yang terzalimi karena  islam yang terpecah belah ?
Tentunya, Kita sebagai remaja, jangan hanya diam saja ketika saudara seiman kita dibelahan bumi lain tersakiti. Kita harus bertindak untuk membantunya.
“Tapi kan jauh . . masa saya harus kesana . . “
Kalau mau ke TKP itu bagus, namun jika tidak bisa, bantulah mereka dengan berdakwah. Dakwah untuk mempersatukan umat Islam berdasarkan akidah Islam. Jangan karena beda Negara beda wilayah lantas tidak merasa mereka bukan bagian dari saudara kita. Jika umat Islam telah bersatu dan kekuatan telah berkumpul dengan tegak kokoh berdiri, maka umat Islam akan semakin kuat dan kembali menjadi satu kesatuan tubuh yang saling membantu satu sama lain, kembali menjadi satu bangunan kokoh yang saling menopang satu sama lain, kembali jadi islam yang gemilang seperti janji Allah melalui Rasul-Nya.
Siapa yang harus memperjuangkan itu, siapa lagi kalau bukan kita?
Maka Maukah engkau menjadi pejuan Islam yang mulia?
Maukah engkau menjadi salah satu ummat yag dicintai Rasulullah karena keteguhannya dalam berislam?
Maukah engkau menjadi salah satu tombak pemersatu umat Islam demi tercapainya tujuan kita, ridha Allah?
Satu perasaan, satu pikiran, satu tujuan. Itulah yang membuat kita kokoh. Buktikan kepedulianmu dengan dakwah. Mari berdakwah!!  

Pesona Kekuatan Iman Sahabat Rasul

 
Kaum Muslimin harus menghadapi pasukan musyrik Quraisy yang merupakan kerabat mereka sendiri dalam Perang Badar Kubra. Nampaklah gambaran mempesona yang menampakkan kekuatan iman dan kekokohan pijakan dari para sahabat. 

Perang Badar Kubra adalah ujian pertama bagi kaum Muslimin di Madinah. Betapa tidak, dalam perang ini kaum Muhajirin harus berhadapan dengan kerabat mereka sendiri dari Makkah yang masih musyrik. Bapak berhadapan dengan anak, keponakan berhadapan dengan pamannya dan dua orang yang bersahabat di masa jahiliyah juga harus berhadapan. Akan tetapi pijakan masing-masing berbeda dan kedua belah pihak dipisah dengan pedang, yang satu harus menundukan yang lain dan kemarahan pun menjadi lebur.
Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Saw bersabda kepada para sahabat, “Sesungguhnya aku tahu ada beberapa orang dari Bani Hasyim, dan lain-lainnya yang diajak pergi paksa. Mereka tidak merasa perlu memerangi kita. Maka barangsiapa bertemu dengan seseorang Bani Hasyim, janganlah membunuhnya. Barangsiapa bertemu Abul Bakhtari bin Hisyam janganlah membunuhnya. Barangsiapa bertemu Al Abbas bin Al Muththalib, janganlah membunuhnya. Sesungguhnya dia diajak pergi dengan paksa”.
Abu Hudzaifah bin Utbah berkata,”Apakah kami boleh membunuh bapak kami, anak, saudara, kerabat kami dan membiarkan Al Abbas? Demi Allah andaikata aku bertemu denganya, aku pasti akan membabatnya dengan pedang.”
Rasulullah Saw mendengar apa yang dikatakan Abu Hudzaifah ini. Lalu beliau bertanya kepada Umar bin Al-Khatahab, “Wahai Abu Hafsh, layakkah paman Rasul Allah dibabat dengan pedang?.”
Umar menjawab, “Wahai Rasululah berikan kesempatan kepadaku untuk membabat lehernya dengan pedang. Demi Allah, dia telah munafik.”
Abu Hudzaifah berkata,”Aku merasa tidak aman dengan kata-kata yang pernah kuucapkan pada saat itu. Aku senantiasa dihantui rasa takut kecuali jika aku bisa menebusnya dengan mati syahid.” Akhirnya Abu Hudzaifah benar-benar terbunuh seorang syahid pada perang Al-Yamamah.
Beliau melarang membunuh Abul Bakhtari, karena dulu dia adalah orang yang paling sering melindungi Rasulullah Saw selagi masih berada di Makkah. Dia juga tidak pernah mengganggu beliau atau menimpakan sesuatu yang membuat beliau tidak senang. Dia juga termasuk orang yang berinisiatif menggugurkan piagam pemboikotan terhadap Bani Hasyim dan Bani Al-Muththalib.
Sekalipun begitu Abul Bakhtiar tetap terbunuh. Hal ini terjadi karena Al-Mujadzdzar bin Ziyad al-Balwi bertemu dengannya di tengah pertempuran yang sedang bersama seorang rekanya. Mereka berdua sama-sama berperang. Al-Mujadzdzar berkata, “Wahai Abul Bakhtiar, sesungguhnya Rasulullah Saw telah melarang kami untuk membunuhmu.”
“Lalu bagaimana dengan temanku ini?” tanya Abul-Bakhtiar.
“Tidak Demi Allah. Kami tidak akan membiarkan temanmu,’ jawab Al-Mujadzdzar.
“Demi Allah, kalau begitu aku akan mati bersama-sama dengannya.” Jawab Abul Bakhtiar.    Lalu mereka berdua melancarkan serangan sehingga Al-Mujadzdzar membunuh Abul Bakhtiar.
Abdurahman bin Auf dan Ummayah bin Khalaf merupakan teman karib semasa jahiliyah di Makkah. Pada perang Badar itu Abdurrahman melewati Ummayah bin Khalaf yang sedang berpegang tangan dengan anaknya, Ali bin Umayyah. Sementara itu Abdurrahman membawa beberapa sebuah baju besi dari hasil rampasan. Tatkala melihatnya, Umayyah bertanya, “Apakah engkau ada perlu denganku?” Aku lebih baik dari pada baju-baju besi yang engkau bawa itu. Aku tidak pernah mengalami kejadian seperti hari ini. Apakah kalian membutuhkan susu?” artinya Umayyah akan memberikan tebusan berupa beberapa onta yang banyak menghasilkan air susu jika dia tertawan.
Abdurahman membuang baju-baju besi yang dibawanya, lalu menuntun Umayyah dan anaknya untuk jalan. Inilah penuturanya,”Tatkala aku sedang berjalan sambil mengempit tangan mereka berdua di kanan kiriku, Umayyah bin Khalaf bertanya kepadaku, “Siapakah seseorang di antara kalian yang mengenakan tanda pengenal di dadanya berupa sehelai bulu burung onta?”
“Dia adalah Hamzah bin Abdul Muththalib,”jawabku.
“Dialah orang yang paling banyak menimpakan bencana di pasukan kami,” kata Umayyah.
Demi Allah, selagi jalan aku mengampit tangan mereka berdua, tiba-tiba Bilal melihat Umayyah, yang waktu di Makkah dulu dialah yang telah menyiksanya.
Bilal berkata,”Dedengkot kekufuran adalah Umayyah bin Khalaf. Aku tidak selamat jika dia masih selamat.”
“Wahai Bilal, dia dalah tawananku,” kataku.
“Aku tidak selamat jika dia masih selamat,” katanya sekali lagi.
“Apakah engkau mendengarku wahai Ibnu Sauda?’ tanyaku.
Namun ia tetap berkata seperti tadi. Setelah itu ia berteriak dengan suara nyaring,”Wahai para penolong Allah, dedengkot kekufuran adalah Umayyah bin Khalaf. Aku tidak selamat jika dia masih selamat.”
Lalu mereka mengepung kami bertiga, sehingga membuat kami seperti berada di tempat pemotongan ikan. Aku berusaha melindungi Umayyah. Namun ada seseorang menghunus pedangnya lalu membabatnya tepat mengenai anak Umayyah. Umayyah berteriak amat keras, dan tidak pernah kudengar dia berteriak sekeras itu.
“Cari selamat sebisamu, karena tidak ada lagi keselamatan di sini. Demi Allah aku tidak membutuhkanmu sedikitpun,” kataku. Lalu mereka menyabetkan pedang kepada mereka berdua hingga tidak berkutik lagi.
“Semoga Allah merahmati Bilal. Baju-baju besiku sudah hilang dan hatiku menjadi galau gara-gara tawananku,” kataku.
Di dalam Zadul Ma’ad disebutkan bahwa Abdurrahman bin Auf berkata kepada Umayyah, ”Telentangkan badanmu!” maka Umayyah pun melentangkan badannya, lalu Abdurrahman melentangkan badannya di atas badan Ummayyah. Lalu mereka tetap menusuk-nusukkan pedang ke badan Umayyah yang ditindih Abdurahman, akibatnya ada di antara pedang mereka yang juga mengenai badan Abdurrahman.
Dalam peperangan ini pula Umar bin Khaththab ra membunuh pamannya sendiri, Al Ash bin Hisyam bin Al Mughirah

Setiap 100 Tahun, Allah Berikan Ulama Pembaharu


Tuntutan dan tujuan yang paling penting adalah Tauhid kepada Rabb sekalian alam, sasaran kita adalah keridhaan Allah, cita cita kita adalah surga, rujukan kita adalah syariat, dan jalan hidup kita adalah hadis shahih. Jihad kepada Allah adalah sesuatu yang tetap berlaku hingga hari kiamat, dan pintu ijtihad dalam syariat selalu terbuka. Bahwa setiap seratus tahun itu akan muncul seorang pembaharu dari kalangan ahlulsunnah waljamaah, adalah benar tapi tidak dijelaskan pembaharu dibidang apa, bisa dibidang hadits, fiqih, amar maruf nahi munkar, kepemimpinan atau jihad. – Syeikh Aidh Al Qarny

Ada Lawan Pasti Ada Kawan


Memanglah orang yang hendak membawakan kebenaran itu, ibarat orang berdiri antara dua pihak. Kawan dapat, musuh pun dapat. Keduanya datang bersama sama. Hanya orang yang tidak memiliki musuh, yang tidak memiliki kawan. Jadi kalau saudara mau mempunyai banyak kawan, musuh saudara pun akan banyak. Tidaklah Tuhan memberikan kepada orang yang berjuang itu kawan saja tanpa lawan. Kalau memang lawan sudah tidak ada, tentu tidak ada lagi perjuangan.
Sukarnya, orang yang sedang memperjuangkan  yang haq itu matanya hanya tertuju kepada lawan lawan saja. Yang dilihatnya hanyalah di mana-mana orang mengejek dan orang memaki lalu dia menjadi sesak nafas dan putus asa. Akan tetapi dia harus melihat juga bahwa Allah SWT mengadakan tiap tiap  sesuatu dalam pasangan. Ini pun ada pasangannya, sebagaimana ada wanita dan pria, ada negative ada positif, ada bathil ada haq, begitu pula ada lawan ada kawan.
Selama kita masih hidup dalam sunnatuLLah yang berlaku di dunia fana ini, kita harus yakin bahwa apabila kita bergerak dalam masyarakat manusia biasa, bukan malaikat, maka ketahuilah bahwa pekerjaan yang kita lakukan tidak terlepas dari orang yang setuju dan dengan orang yang tidak setuju. - Muhammad Natsir -

Kiat Pendidikan Islami Sejak Dini pada Anak


Anak adalah amanah yang diberikan Allah Swt pada para orang tua. Karenanya, orang tua berkewajiban mengasuh, mendidik, melindungi dan menjaga amanah Allah itu agar menjadi generasi muslim yang bukan hanya sukses di dunia, tapi juga di akhirat kelak.
Dalam keseharian, para ibulah yang memegang peranan penting dalam pengasuhan dan pendidikan putra-putrinya. Pernahkah para ibu merenungkan sejauh mana peranan yang mereka mainkan akan berpengaruh dalam perjalanan hidup si anak? Kita semua tahu bahwa semua perbuatan manusia selama di dunia dicatat dalam sebuah buku yang akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah Swt. Begitu pula anak-anak kita kelak, dan isi catatan buku mereka selama di dunia sangat tergantung dengan bagaimana cara kita mendidik mereka, apakah kita menerapkan pola pengasuhan dan pendidikan yang cukup Islami.
Sebagai contoh, apakah anak-anak kita sekarang sudah memahami tentang hubungannya dengan Sang Pencipta? Nasehat apa yang akan kita berikan pada anak-anak ketika kita menjelang ajal, sehingga ketika kita dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt tentang anak-anak kita, kita mampu menjawab, "Ya Allah, aku membesarkan anak-anakku dengan ihsan (sempurna) semampu yang saya bisa, agar taat dan tunduk pada ajaran-Mu."
Di tengah perkembangan zaman seperti sekarang ini. Tugas mendidik, menjaga dan melindungi anak dari pengaruh buruk arus globalisasi dan modernisasi, bukan perkara yang ringan. Bekal pendidikan dari sekolah berkualitas, menanamkan rasa tanggung jawab dan disiplin serta moral tidak cukup, jika tidak diimbangi dengan bekal pendidikan agama yang baik.
Bekal pendidikan rohani yang harus para ibu tanamkan sejak dini adalah membangun keyakinan yang kuat dalam hati mereka tentang ke-esa-an Allah Swt, mengajarkan rasa cinta yang besar pada Nabi Muhammad Saw dan mengajarkan mereka nilai-nilai serta ketrampilan yang akan bermanfaat bagi kehidupan mereka saat dewasa nanti.
Sejak dini, tanamkan pada diri anak-anak tentang konsep Tiada tuhan Selain Allah. Allah tidak ada sekutu bagi-Nya dan tidak ada yang menyerupai-Nya. Selalu mengingatkan pada anak-anak bahwa Allah Mahatahu apa yang ada di bumi dan di langit, agar anak-anak selalu menjaga ucapan dan tindakannya. Beritahukan pada anak-anak, apa sesungguhnya tujuan hidup ini dan arahkan mereka agar tetap fokus dan memiliki visi yang jelas tentang konsep hidup.
Itulah tantangan bagi para ibu untuk menghasilkan generas-generasi muslim yang hebat dan bermanfaat bagi umat. Generasi yang tidak hanya cerdas intelektual tapi juga cerdas dari sisi sosial, emosi dan spiritual. Tentu saja untuk melakukan itu semua, para ibu harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk mendidik dan berinteraksi dengan anak-anak. Tips-tips berikut bisa menjadi acuan bagi para ibu dalam menerapkan pola asuh dan pendidikan bagi anak-anak di rumah, agar menjadi generasi yang Islami:
1. Setiap anak itu unik
Kita harus memahami bahwa setiap anak terlahir unik. Pahami bahwa setiap anak lahir sebagai individu yang mewirisi kualitas kepribadian yang berada di luar kendali orang tua. Itulah sebabnya, orang tua harus mampu mengidentifikasi karakteristik yang unik dan perilaku anak-anak kita, tanpa harus mencetak dan mendorong anak-anak ke arah yang orang tua sukai. Jika kita memahami hal ini, kita akan memberikan pengasuhan, bimbingan dan dukungan yang anak-anak butuhkan untuk melengkapi potensi yang telah Allah berikan pada mereka.
2. Membangun dan menanamkan tentang kasih sayang Allah Swt pada anak-anak
Allah Swt berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka" (Surat At-Tahrim;6). Tanamkan pada anak-anak bahwa tentang kecintaan dan keyakinan bahwa segala sesuatu terjadi adalah atas kehendak Allah. Ajarkan mereka selalu mengucapkan "La illaha illah Allah; jika anak meminta sesuatu, katakan pada mereka untuk berdoa, meminta pada Allah karena Allah yang memiliki segala sesuatu. Ajarkan kecintaan pada Allah saat santai dan berbincang-bincang dengan anak, agar mereka mudah memahami mengapa manusia beribadah, harus taat dan melaksanakan ajaran-Nya.
3. Salat
Rasulullah Saw berkata, "Ajarilah anak-anakmu salat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan ketika mereka berusia sepuluh tahun, hukumlah jika mereka melalaikan salat.". Orang tua harus membiasakan mengajak anak salat tepat waktu. Jadikah salat berjamaah sebagai kebiasaan dalam keluarga, bahkan jika anak masih di bawah umur, tak ada salahnya selalu mengajak mereka salat. Jika kewajiban salat sudah melekat kuat dalam diri anak, maka anak-anak akan terlatih untuk salat dengan khusyuk.
4. Kegiatan Sosial
Ajaklah anak-anak sesering mungkin untuk melakukan aktivitas sosial, berjalan-jalan ke taman, berkunjung ke kebun binatang atau museum, belajar berenang, bertaman, mengamati matahari tenggelam, dan kegiatan lainnya. Sebisa mungkin, jauhkan anak dari kebiasaan nonton tv dan isi waktu luang mereka dengan aktivitas fisik, misalnya melakukan olahraga yang mereka sukai.
5. Berkumpul dengan Keluarga
Biasakan berkumpul dengan seluruh keluarga, mendiskusikan berbagai isu yang merangsang semua anggota keluarga mengemukakan pendapatnya. Kebiasaan ini melatih rasa percaya diri anak dan kemampuannya bicara di muka umum dan akan mengakrabkan sesama anggota keluarga. Kebiasaan berkumpul ini juga bisa dilakukan dengan cara memainkan permainan yang melibatkan seluruh anggota keluarga atau memanfaatkan waktu makan, dengan membiasakan makan bersama.
6. Membangun kesadaran pada anak-anak akan pentingnya kebersihan dan menjaga lingkungan hidup
Kesadaran ini harus dimulai dari rumah sendiri, dengan melibatkan anak-anak dalam urusan pekerjaan rumah. Mintalah anak memilih pekerjaan rumah apa yang bisa ia lakukan, apakah menyapu, mengepel, mencuci piring, untuk membantu meringankan tugas ibu di rumah.
7 Komunikasi
Komunikasi adalah ketrampilan yang paling penting yang akan dipelajari anak-anak. Bicaralah pada anak sesuai dengan tingkat pemahaman anak. Rasulullah Saw mencontohkan, saat bicara dengan anak-anak menggunakan bahasa yang sederhana dan jelas sehingga anak-anak mau mendengarkan dan bisa memahami apa yang disampaikan.
8. Disiplin
Kita tahu bahwa disiplin dan pengendalian diri merupakan karakter utama seorang muslim. Kita belajar dan melatih diri tentang kedisiplinan dan pengendalian diri melalui ibadah puasa dan perintah Allah itu menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang dalam Islam. Orang tua harus menjelaskan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan anak-anak, dan apa konsekuensinya jika hal itu dilanggar. Tentu saja larangan itu dalam batas-batas yang wajar. Misalnya, orang tua tidak melarang anak nonton tv sama sekali, tapi memberi batasan berapa lama anak boleh nonton televisi, misalnya cuma 30 menit. Orang tua juga harus menepati janji jika menjajikan sesuatu pada anak, karena jika tidak, anak akan menganggap orang tuanya tidak bisa dipercaya.
9. Rutin
Membiasakan anak-anak melakukan tugas-tugasnya dengan rutin, misalnya salat tepat waktu, membaca dan menghapal Al-Quran, membaca hadis, membiasakan membaca doa-doa Rasulullah sebelum tidur, beramal meski cuma dengan senyum, dan kebiasaan lainnya yang akan menjadi kegiatan rutin bagi anak kelak.
10. Memberikan Teladan yang baik
Rasulullah Saw. adalah teladan terbaik bagi kaum Muslimin. Bacakanlah kisah-kisah tentang Rasulullah Saw, pada anak-anak agar anak-anak mengikuti Sunah-Sunahnya dengan rasa cinta. Bacakan pula kisah-kisah tentang para nabi, sahabat-sahabat Nabi, dan pahlawan-pahlawan dalam sejarah Islam sehingga tumbuh rasa cinta anak pada Islam.
11. Melakukan perjalanan yang menyenangkan
Perjalanan yang menyenangkan bersama keluarga tidak harus selalu mengunjungi tempat-tempat wisata, tapi bisa juga mengunjugi masjid-masjid lokal. Kunjungan ke masjid sekaligus mengajarkan anak tentang bagaimana etika berada di dalam masjid dan menumbuhkan rasa cinta pada masjid, terutama bagi anak lelaki. Selain masjid, ajaklah mereka berkunjung ke tempat-tempat bersejarah Islam agar mereka tahu warisan-warisan budaya dan sejarah Islam.
Tips-tips di atas cuma menjadi acuan bagi para orang tua, khususnya para ibu untuk menanamkan pendidikan yang Islami sejak usia dini. Tentu saja ikhtiar ini harus didukung oleh doa orang tua yang tak putus-putus untuk anak-anak mereka, agar harapan akan anak-anak yang bertakwa pada Allah Swt terkabul.