Kamis, 09 April 2015

Alasan Tidak Masuk Sekolah


Banu dan Tono kemarin tidak masuk sekolah. Pak Guru pun bertanya sama Banu dan Tono.

Pak Guru: "Banu, kenapa kamu kemarin tidak masuk sekolah?"

Banu: "Kemarin Banu mengantar adik ke rumah sakit, Pak.."

Pak Guru: "Memangnya kenapa adik kamu Banu?"

Banu: "Kemarin adik Banu makan uang logam pas disuapin ibu, Pak.."

Pak Guru: "Ooo, lalu kamu kenapa Tono kemarin tidak masuk?"

Tono: "Kemarin bapak saya disuapin uang sama orang, jadi Tono mengantar bapak ke kantor polisi.."

Batu pun Bertasbih

Hasil gambar untuk gambar batu akik
Diriwayatkan oleh Abu Dzar Ra. Ia berkata, Sesungguhnya aku menyaksikan Rasulullah SAW pada satu saat di suatu tempat dimana pada tangan Rosulullah SAW. ada batu kerikil, lalu batu kerikil tersebut bertasbih di telapak tangan Beliau SAW.

Saat itu, ada sahabat Abu Bakar ra, Umar bin Khattab ra, Utsman bin Affan ra, serta Ali bin Abi Thalib ra. dan yang lain juga hadir disitu, Semua yang ada di tempat itu mendengar tasbihnya dengan jelas sekali. Subhanalloh...



Sesaat kemudian, kerikil tersebut diberikan kepada Abu Bakar ra, batu kerikil pun bertasbih di tangannya. Dan semua yang hadir telah mendengar tasbihnya. Kemudian diberikan kepada Rasulullah SAW kembali, kerikil tersebut bertasbih lagi di tangannya. Kemudian diberikan kepada Umar bin Khattab ra, lalu bertasbih di telapak tangannya dan semua yang ada di tempat itu mendengarnya. Kemudian diberikan kepada Utsman bin Affan ra, kerikil tersebut tetap bertasbih dan semua yang hadir mendengarnya, dan yang terakhir diberikan kepada Ali bin Abi Thalib, hasilnya sama yakni tetap bertasbih dan dapat didengar oleh semua yang hadir.

Selanjutnya, kerikil tersebut diberikan kepada kami, anehnya kerikil tersebut berhenti bertasbih dan tidak terdengar apa-apa lagi. Subhanalloh...

Jadi apa yang ada pada kita sebenarnya sesuai dengan derajat dan kemuliaan kita, jangan heran kalau batu akik mahal ditangan seseorang tapi kalau sudah pindah pada kita belum tentu ada orang yang mau menghargainya.

Nabi Isa Alaihissalam vs Iblis

Pada suatu hari, iblis menemui lagi Nabi Isa as dan terjadilah percakapan lagi.

Nabi Isa as: Apakah kamu tidak tahu bahwa sesuatu tidak akan emnimpamu kecuali jika telah ditakdirkan kepadamu?

Iblis: Sekarang coba saja naik ke puncak gunung sana lalu jatuhkan tubuhmu dari puncak gunung itu, apakah engkau hidup atau mati?

Nabi Isa as: Apakah kamu belum mengetahui bahwa Allah SWT berfirman,
"Janganlah hambaKu mengujiKu, karena Aku berbuat sesuatu atas kemauan-Ku."
maksudnya adalah jika Allah SWT menghendaki seseorang masih hidup, maka tidak akan mati walaupun orang itu terjun dari puncak gunung. Karena hamba tidak bisa menguji Alloh tetapi Alloh-lah yan menguji hamba-Nya.

Iblis: Apakah kamu tidak mengatakan benar? Cobalah ambillah wadah lampu, kemudian pukulkan ke tubuhmu, tentu engkau akan kesakitan bukan?

Nabi Isa as: Kamu ini memang makhluk celaka, bukankah Allah SWT telah melarang seseorang untuk memohon atas kerusakan tubuh sendiri?.

Sunan Bonang vs Brahmana Sakyakirti

"Aku Brahmana Sakyakirti, akan menantang Sunan Bonang untuk berdebat dan adu kesaktian," sumpah Brahmana sembari berdiri di atas geladak di buritan kapal layar.
"Jika dia kalah, maka akan aku tebas batang lehernya. Jika dia yang menang akau akan bertekuk lutut untuk mencium telapak kakinya. Akan aku serahkan jiwa ragaku kepadanya," lanjut sumpah Brahmana. Murid-muridnya yang setia berdiri dan mengikutinya dari belakang untuk menjadi saksi atas sumpah yang diucapkan di tengah samudera.

Namun ketika kapal yang ditumpanginya sampai di perairan Tuban, mendadak laut yang tadinya tenang tiba-tiba bergolak hebat. Angin dari segala penjuru seolah berkumpul menjadi satu, menghantam air laut sehingga menimbulkan badai setinggi bukit.

Dengan kesaktiannya, Brahmana Sakyakirti mencoba menggempur badai yang hendak menerjang kapal layarnya. Satu kali, dua kali hingga empat kali Brahmana ini dapat menghalau terjangan badai. Namun kali ke lima, dia sudah mulai kehabisan tenaga hingga membuat kapal layarnya langsung tenggelam ke dalam laut. Dengan susah payah dicabutnya beberapa batang balok kayu untuk menyelamatkan diri dan menolong beberapa orang muridnya agar jangan sampai tenggelam ke dasar samudera.

Walaupun pada akhirnya ia dan para pengikutnya berhasil menyelamatkan diri, namun kitab-kitab referensi yang hendak dipergunakan untuk berdebat dengan Sunan Bonang telah kut tenggelam ke dasar laut.
Padahal kitab-kitab itu didapatkannya dengan susah payah dan cara mempelajarinya pun juga tidak mudah. Ia harus belajar Bahasa Arab terlebih dahulu, pura-pura masuk Islam dan menjadi murid ulama besar di negeri Gujarat. Kini, setelah sampai di perairan Laut Jawa, tiba-tiba kitab-kitab yang tebal itu hilang musnah di telan air laut.

Meski demikian, niatnya untuk mengadu ilmu dengan Sunan Bonang tak pernah surut.
Ia dan murid-muridnya telah terdampar di tepi pantai yang tak pernah dikenalnya. Ia bingung harus kemana untuk mencari Sunan Bonang. Ia menoleh ke sana kemari namun tak seorang pun yang lewat di daerah itu.

Pada saat hampir dalam keputusasaan, tiba-tiba di kejauhan ia melihat seorang lelaki berjubah putih sedang berjalan sembari membawa tongkat. Ia dan murid-muridnya segera berlari menghampiri dan menghentikan langkah orang itu. Lelaki berjubah putih itu menghentikan langkahnya dan menancapkan tongkatnya ke pasir.

"Kisanak, kami datang dari India hendak mencari seorang ulama besar bernama Sunan Bonang. Dapatkah kisanak memberitahu di mana kami bisa bertemu dengannya?" tanya sang Brahmana.
"Untuk apa Tuan mencari Sunan Bonang?" tanya lelaki itu.
"Akan saya ajak berdebat tentang masalah keagamaan," jawab sang Brahmana.
"Tapi sayang, kitab-kitab yang saya bawa telah tenggelam ke dasar laut. Meski demikian niat saya tak pernah padam. Masih ada beberapa hal yang dapat saya ingat sebagai bahan perdebatan," imbuh sang Brahmana.

Tanpa banyak bicara, lelaki berjubah putih itu mencabut tongkatnya. Mendadak saja tersembur air dari bekas tongkat tersebut dan air itu membawa keluar semua kitab yang dibawa sang Brahmana.
"Itukah kitab-kitab Tuan yang tenggelam ke dasar laut?" tanya lelaki itu.
Sang Brahmana dan pengikutnya kemudian memeriksa kitab-kitab itu, dan tenyata benar milik sang Brahmana. Berdebarlah hati sang Brahmana sembari menduga-duga siapakah sebenarnya lelaki berjubah putih itu.

Murid-murid sang Brahmana yang kehausan sejak tadi segera saja menyerobot air jernih yang memancar itu. Brahmana Sakyakirti memandangnya dengan rasa kuatir, jangan-jangan murid-muridnya itu akan segera mabuk karena meminum air di tepi laut yang pastilah banyak mengandung garam.
"Segar...waduuh...segarnya..." seru murid-murid sang Brahmana dengan girangnya.

Brahmana Sakyakirti termenung.Bagaimana mungkin air di tepi pantai terasa segar. Ia mencicipinya sedikit dan ternyata memang segar rasanya. Rasa herannya menjadi-jadi terlebih jika berpikir tentang kemampuan lelaki berjubah putih itu yang mampu menciptakan lubang air yang memancar dan mampu menghisap kitab-kitab yang tenggelam ke dasar laut.

Sang Brahmana berpikir bahwa lelaki berjubah putih itu bukanlah lelaki sembarangan. Dia mengira bahwa lelaki itu telah mengeluarkan ilmu sihir, akhirnya dia mengerahkan ilmunya untuk mendeteksi apakah semua itu benar hanya sihir. Namun setelah dikerahkan segala kemampuannya, ternyata bukan, bukan ilmu sihir, tapi kenyataan.

Seribu Brahmana yang ada di India pun tak akan mampu melakukan hal itu, pikir Brahmana dalam hati.
Dengan perasaan takut dan was-was, ia menatap wajah lelaki berjubah itu.
"Mungkinkah lelaki ini adalah Sunan Bonang yang termasyhur itu?" gumannya dalam hati.

Akhirnya sang Brahmana memberanikan diri untuk bertanya kepada lelaki itu.
"Apakah nama daerah tempat saya terdampar ini?" tanya Brahmana dengan hati yang berkebat-kebit.
"Tuan berada di pantai Tuban," jawab lelaki berjubah putih itu.

Begitu mendengar jawaban lelaki itu, jatuh tersungkurlah sang Brahmana beserta murid-muridnya.
Mereka menjatuhkan diri berlutut di hadapan lelaki itu. Mereka sudah yakin sekali bahwa lelaki inilah yang bernama Sunang Bonang yang terkenal sampai ke Negeri India itu.

"Bangunlah, untuk apa kalian berlutut kepadaku? Bukankah sudah kalian ketahui dari kitab-kitab yang kalian pelajari bahwa sangat terlarang bersujud kepada sesama makhluk. Sujud hanya pantas dipersembahkan kepada Allah Yang Maha Agung," kata lelaki berjubah putih itu yang tak lain memang benar Sunan Bonang.
"Ampun...Ampunilah saya yang buta ini, tak melihat tingginya gunung di depan mata, ampunkan saya...," rintih sang Brahmana meminta dikasihani.

"Bukankah Tuan ingin berdebat denganku dan mengadu kesaktian?" tukas Sunan Bonang.
"Mana saya berani melawan paduka, tentulah ombak dan badai yang menyerang kapal kami juga ciptaan paduka, kesaktian paduka tak terukur tingginya. Ilmu paduka tak terukur dalamnya," kata Brahmana Sakyakirti.

"Engkau salah, aku tidak mampu menciptakan ombak dan badai, hanya Allah SWT saja yang mampu menciptakan dan menggerakkan seluruh makhluk. Allah melindungi orang yang percaya dan mendekat kepada-Nya dari segala macam bahaya dan niat jahat seseorang," ujar Sunan Bonang.

Memang kedatangannya bermaksud jahat ingin membunuh Sunan Bonag melalui adu kepandaian dan kesaktian. Ternyata niatnya tak kesampaian. Apa yang telah dibacanya dalam kitab-kitab yang telah dipelajari telah terbukti. Bahwa Barangsiapa yang memusuhi para wali-Nya, maka Allah mengumumkan perang kepadanya. Menantang Sunan Bonang sama saja dengan menantang Allah SWT yang mengasihi Sunan Bonang sendiri.

Setelah kejadian tersebut sang Brahmana dan murid-muridnya rela memeluk agama islam atas kemauannya sendiri tanpa paksaan. Sang Brahmana dan pengikutnya telah menjadi murid dari Sunan Bonang.