Kamis, 16 Oktober 2014

Kalian lebih Berharga daripada Intan Berlian

Hasil gambar untuk gambar murid al-jazirah
Assalamualaikum Wr. Wb
“Mereka punya uang, tapi aku… Punya Kalian” “Ini gurunya anak saya,” dengan wajah bangga seorang bapak mengenalkan saya pada kawan-kawannya yang menunggu di sebuah airport di Kuala Lumpur. Dengan santun saya mengangguk dan kemudian minta ijin berlalu. Dengan bawaan yang cukup berat berupa buku-buku beraneka ragam, cukup menjadikan alasan bagi saya untuk segera berlalu dari keramaian dan segera duduk tenang di kursi tunggu. Lamunanku mulai terbit teratur antara lain :
Lamunan 1 :
‘Guru dan buku,’ Perpaduan yang sangat ideal, aku tak habis pikir mendengar salah seorang guru di
sebuah sekolah tidak suka membaca buku. ‘Akh bagi saya cukup dengan membuat rangkuman saja dan mengajar sesuai kisi-kisi yang sudah dituliskan,’ sergahnya ketika aku memicingkan mata, dengan raut tidak setuju.
Lamunan 2 :
Guru, jabatan yang disukai anak-anak perempuan kecil yang kerap menirukan tingkah polah sang guru, namun jabatan yang tidak diimpikan dan tidak menjadi gengsi bagi anak muda jaman sekarang.
Lamunan 3 :
Guru, sosok yang ditakuti orangtua murid, karena nasib dan masa depan anaknya ada di tangan sang
guru, terkadang malah lebih takut pada guru yang lembut daripada Satpam berkumis di pagar sekolah.
Lamunan 4 :
Guru, harus mengajar lebih dari sejumlah lingkaran yang bisa diraihnya, tak hanya mengejar nilai
tinggi, namun juga mendidik akhlaknya, memecahkan masalah anak didiknya, ikut sedih dalam
perceraian orangtuanya, ikut berduka dengan kematian kucingnya. Ya, guru selalu menghayati
problema sang anak didik.
Lamunan 5 :
Guru, ditangannya terdapat sejuta memory yang bisa diciptakan untuk membentuk karakter dan
kepribadian seorang anak.
Lamunan 6 :
Guru bukan pembantu. Tugas utama mendidik anak berada di tangan orangtua, tak dipungkiri guru
yang baik akan menghasilkan anak yang baik, namun dukungan orangtua yang baik akan menjadikan si anak sangat baik. Hanya orangtua suka lupa menyamakan sang guru dengan pembantu, terutama di kindy. Sosok guru nampak seperti setingkat diatas babysitter : Pekerjaan mendidik ditambah dengan membasuh baju anak yang kena ompol, kasih sayang dilihat dengan mata sebelah. Ingat guru bukan pembantu.
Lamunan 7 :
Guru bekerja dari pagi hingga petang : ditambah dengan adanya blackberry menjadikan kerja-kerja
semakin panjang bahkan waktu untuk anak didik lebih banyak daripada waktu untuk anak sendiri.
Lamunan 8 :
Guru, menjadikan bermutu dan berkualitas dalam seluruh waktunya membutuhkan usaha yang
sangat besar, namun hanya dengan bekal niat dan ikhlas saja, maka semua yang dilakukan hari itu
seketika menjadi amal jariyah. Seperti Midas, apapun yang disentuhnya menjadi emas.
Lamunan 9 :
Menurutku: tak adil bila sebuah sekolah hanya menerima murid bernilai sangat tinggi, hanya
menerima murid-murid yang sangat pandai saja. Bagiku: guru yang baik adalah guru yang mendidik
dari tidak bisa menjadi bisa. Bukanlah guru bila hanya mengajar anak yang sudah bisa dan terus
melanjutkan pada bab-bab berikutnya tanpa peduli ada anak yang termangu memandang bukunya,
seperti penumpang yang ketinggalan kereta.
Dan lamunanku di bandara Kuala Lumpur terhenti sampai disitu, ketika aku melihat sebuah majalah
yang didalamnya ada iklan tentang sebuah sekolah internasional di Bali, sangat mewah dan indah.
Terbersit sedikit rasa iri diujung tepi kiri hatiku… “Enak yah bila punya gedung sekolah yang mewah dan besar seperti ini, tidak bocor dan tidak merasa malu untuk menerima tamu.” Namun, segera aku beristighfar sembari mengembalikan majalah itu pada tempatnya. Aku berpikir “orang lain punya gedung bagus dan mewah untuk sekolahnya, namun aku hanya punya guru-guru bermutu yang tulus dan mudah dalam melakukan kerjanya.”
“Kalau mereka punya gedung dan uang, aku lebih bahagia daripada mereka, karena aku punya
kalian,” gumamku sambil memandangi blackberryku dan melihat isian picture dalam grup guru-guru
disekolahku.
Terlihat kreatifnya mereka yang lebih kreatif daripada yang diharapkan, dan ketika didalamnya
terdapat dedikasi maka kekuatan mengajar menjadi berlimpah dengan sedikit power bernama cinta
karena dakwah. Itulah guru-guruku yang sederhana namun mewah.
Dimataku mereka terlihat indah, walau aku sadar, kita bernaung di sebuah sekolah yang bergedung
sederhana namun berselimutkan cinta. Tak ada rasa sesal, karena aku tahu, ketika Aljazirah ada karena Allah menghendaki, maka akan disediakannya rencana yang sangat indah yang terkadang ada diluar
skenario kita sebagai manusia. Wallahua’lam bishowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar