Kamis, 13 November 2014

Rizqi Kita, Soal Rasa

Aku tahu, rizqiku takkan diambil orang, karenanya hatiku tenang..
Aku tahu, ‘amalku takkan dikerjakan orang, karenanya kusibuk berjuang..
-Hasan Al Bashri-
“Sesungguhnya seseorang dihalangi dari rizqinya”, demikian Rasulullah bersabda sebagaimana dicatat oleh Imam Ahmad, “Disebabkan dosa yang dilakukannya.”
Pemberian uang yang sama-sama sepuluh juta, bisa jadi sangat berbeda rasa penerimaannya. Kadang ia ditentukan oleh bagaimana cara menghulurkannya.
Jika terada dalam amplop coklat yang rapi lagi wangi, dihulurkan dengan senyum yang harum dan sikap yang santun, betapa berbunga-bunga kita menyambutnya. Apatah lagi ditambah ucapan yang sopan dan lembut, “Maafkan sangat, hanya ini yang dapat kami sampaikan. Mohon diterima, dan semoga penuh manfaat di jalan kebaikan.”
Ah, pada yang begini, jangankan menerima, tak mengambilnya pun tetap nikmat rasanya. Semisal kita katakan, “Maafkan Tuan, moga berkenan memberikannya pada saudara saya yang lebih memerlukan.” Lalu kita tahu, ia sering berjawab, “Wah, jika demikian, kami akan siapkan yang lebih baik dan lebih berlimpah untuk Anda. Tapi mohon tunggu sejenak.”
Betapa berbeda rasa itu, dengan jumlah sepuluh juta yang berbentuk uang logam ratusan rupiah semuanya. Pula, ia dibungkus dengan karung sampah yang busuk baunya. Diberikan dengan cara dilempar ke muka, diiringi caci maki yang tak henti-henti. Betapa sakitnya. Betapa sedihnya. Sepuluh juta itu telah hilang rasa nikmatnya, sejak mula ia diterima.
Inilah di antara hakikat rizqi, bahwa ia bukan soal berapa. Sungguh ia adalah nikmat yang kita rasa. Sebab sesungguhnya, ia telah tertulis di langit, dan diterakan kembali oleh malaikat ketika ruh kita ditiupkan ke dalam janin di kandungan Ibunda. Telah tertulis, dan hendak diambil dari jalan manapun, hanya itulah yang menjadi jatah kita. Tetapi berbeda dalam soal rasa, karena berbeda cara menghulurkannya. Dan tak samanya cara memberikan, sering ditentukan bagaimana adab kita dalam menjemput dan menengadahkan tangan padaNya.
Rizqi memiliki tempat dan waktu bagi turunnya. Ia tak pernah terlambat, hanyasanya hadir di saat yang tepat.
“Janganlah kalian merasa bahwa rizqi kalian datangnya terlambat”, demikian sabda Rasulullah yang dibawakan oleh Imam ‘Abdur Razzaq, Ibnu Hibban, dan Al Hakim, “Karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba meninggal, hingga telah datang kepadanya rizqi terakhir yang ditetapkan untuknya. Maka tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizqi, yaitu dengan  yang halal dan meninggalkan yang haram.”
Jika jodoh adalah bagian dari rizqi, boleh jadi berlaku pula kaidah yang sama. Sosok itu telah tertulis namanya. Tiada tertukar, dan tiada salah tanggal. Tetapi rasa kebersamaan, akan ditentukan oleh bagaimana adab dalam mengambilnya. Bagi mereka yang menjaga kesucian, terkaruniakanlah lapis-lapis keberkahan. Bagi mereka yang mencemarinya dengan hal-hal mendekati zina, ada kenikmatan yang kan hilang meski pintu taubat masih dibuka lapang-lapang. Sebab amat berbeda, yang dihulurkan penuh keridhaan, dibanding yang dilemparkan penuh kemurkaan.
Rizqi adalah ketetapan. Cara menjemputnya adalah ujian. Ujian yang menentukan rasa kehidupan. Di lapis-lapis keberkahan dalam setetes rizqi, ada perbincangan soal rasa. Sebab ialah yang paling terindra dalam hayat kita di dunia.
***
Di antara makna rizqi adalah segala yang keluar masuk bagi diri dengan anugrah manfaat sejati. Nikmat adalah rasa yang terindra dari sifat maslahatnya. Kasur yang empuk dapat dibeli, tapi tidur yang nyenyak adalah rizqi. Ia dapat saja terkarunia di alas koran yang lusuh, dan bukan di ranjang kencana yang teduh. Hidangan yang mahal dapat dipesan, tetapi lezatnya makan adalah rizqi. Ia dapat saja terkarunia di wadah daun pisang bersahaja, bukan di piring emas dan gelas berhias permata.
Atau bahkan, ada yang memandang seseorang tampak kaya raya, tapi sebenarnya Allah telah mulai membatasi rizqinya.
Ada yang bergaji 100 juta rupiah setiap bulannya, tapi tentu rizqinya tak sebanyak itu. Sebab ketika hendak meminum yang segar manis dan mengudap yang kue yang legit, segera dikatakan padanya, “Awas Pak, kadar gulanya!” Ketika hendak menikmati hidangan gurih dengan santan mlekoh dan dedagingan yang lembut, cepat-cepat diingatkan akannya, “Awas Pak, kolesterolnya!” Hatta ketika sup terasa hambar dan garam terlihat begitu menggoda, bergegaslah ada yang menegurnya, “Awas Pak, tekanan darahnya!”
Rasa nikmat itu telah dikurangi.
Lagi-lagi, ini soal rasa. Dan uang yang dia himpunkan dari kerja kerasnya, amat banyak angka nol di belakang bilangan utama, disimpan rapi di Bank yang sangat menjaga rahasia, jika dia mati esok pagi, jadi rizqi siapakah kiranya? Apa yang kita dapat dari kerja tangan kita sendiri dan kita genggam erat hari ini, amat mungkin bukan hak kita. Seperti hartawan yang mati meninggalkan simpanan bertimbun. Mungkin itu mengalir ke ahli warisnya, atau bahkan musuhnya. Allah tak kekurangan cara untuk mengantar apa yang telah ditetapkanNya pada siapa yang dikehendakiNya.
Rizqi sama sekali bukan yang tertulis sebagai angka gaji.
Seorang pemilik jejaring rumah makan dari sebuah kota besar Pulau Jawa, demikian cerita shahibul hikayat yang kami percaya, dengan penghasilan yang besarnya mencengangkan, punya kebiasaan yang sungguh lebih membuat terkesima. Sepanjang hidupnya, tak pernah dia bisa berbaring di kasur, apalagi ranjang berpegas. Dia hanya bisa beristirahat jika menggelar tikar di atas lantai dingin, tepat di depan pintu.
Rizqi sama sekali bukan soal apa yang sanggup dibeli.
Ada lagi kisah tentang seorang pemilik saham terbesar sebuah maskapai penerbangan yang terhitung raksasa di dunia. Armada pesawat yang dijalankan perusahaannya lebih dari 100 jumlahnya. Tetapi dia menderita hyperphobia, yakni rasa takut terhadap ketinggian. Seumur hidupnya, yang bersangkutan tak pernah berani naik pesawat.*

Berguru kepada “Syeikh Google”


Pada zaman ini banyak  pelajar yang mencari ilmu tanpa berguru kepada ulama mu’tabar, melainkan belajar melalui Google. Cara belajar seperti ini menurut Syeikh Dr. Abu Al Hasan An Nadwi bertentangan dengan metode para salaf dan tidak bisa diambil ilmunya.
Menurut ulama yang banyak memperoleh sanad periwayatan hadits ini, ilmu yang bisa diambil adalah ilmu yang dihasilkan dengan berguru kepada ulama mu’tabar dan melakukan rihlah mencari ilmu.
“Ibnu Hajar Al Haitami ditanya mengenai orang yang belajar dengan hanya membaca buku saja tanpa berguru. Maka beliau menjawab,’Bahkan meski pun ia membaca seribu buku, maka ia tidak bisa diambil ilmunya’”, cakap ulama yang hafal matan Abi Syuja’ ini.
Hal itu disampaikan oleh murid Al Muhaddits Habiburrahman Al A’dzami ini sebelum pembacaan kitab Ar Rihlah fi Thalab Al Hadits karya Al Hafidz  Al Khatib Al Baghdadi di Majelis Ilmu  Syeikh Ismail Shadiq Al Adawi di kawasan Al Azhar.
Usai pembacaan ulama bermadzhab As Syafi’i ini memberikan ijazah periwayatan kitab ini yang bersambung kepada penulisnya, kepada sekitar 300 penuntut ilmu yang hadir di majelis tersebut.

Rabu, 12 November 2014

Oh Cinta Yang Berliku

Wallpaper Heart Terindah
 “Ummi nggak setuju kamu menikah dengannya, Aina! Masih banyak laki-laki yang lebih baik darinya,” ucap Ummi menahan amarahnya agar tidak meledak-ledak. Abi duduk seraya menarik nafas panjang sementara Aina hanya duduk di atas sofa dengan kepala tertunduk. Pikirannya tidak karuan melayang ke sana kemari tidak jelas, tapi sesekali wajah laki-laki yang teduh itu terlintas dalam benaknya.
“Ummi, kita nggak berhak menentukan hal semacam ini. Semua harus dikembalikan lagi kepada Aina. Kelak, dia yang akan merasakan dan menjalani semuanya,” jawab Abi lembut
“Abi, apa Abi nggak ingat bagaimana kejadian dulu yang mempermalukan keluarga kita?”
“Ummi, memang seperti itu cara yang benar. Siti Khadijah istri Rasulullah SAW pun melakukan hal yang sama seperti kita…”
“Tapi zamannya sudah beda, Abi…”
Debat opini itu terus berlangsung sementara Aina tetap diam dalam duduk. Aina sangat mafhum dengan sikap Ummi yang seperti ini. Betapa Ummi tersayangnya merasa dipermalukan dan direndahkan meskipun tidak seharusnya Umminya merasa seperti itu.
Hal ini berawal ketika usia Aina menginjak 23. Ummi ingin Aina segera menikah, takut jadi perawan tua katanya. Namun, saat itu Aina tidak memiliki calon suami impian karena sedari dulu Aina menyimpan hati pada seorang ikhwan bernama Fariz yang persis tinggal satu lingkungan dengannya. Hubungan Fariz dengan Aina pun cukup dekat. Ia berusia dua tahun lebih tua daripada Aina. Fariz bekerja sebagai seorang guru berstatus pegawai tetap serta memiliki usaha sampingan, seperti warung internet, toko obat-obatan herbal sehingga masalah masa depan tak perlu dipersoalkan. Sementara itu, Aina juga bekerja sebagai seorang guru bahasa asing di sebuah Madrasah Aliyah yang tidak jauh dari rumahnya. Aina tidak mungkin menyatakan perasaan kepadanya hingga akhirnya Aina memberitahu kedua orang tuanya perihal perasaannya terhadap Fariz. Kebetulan saat itu pun Aina mendengar berita bahwa Fariz juga sedang dalam pencarian menemukan pendamping hidup.
Akhirnya tanpa aba-aba lagi, Ummi dan Abi mendatangi keluarga Fariz yang memang tetangga akrab dengan keluarga Aina. Tadinya Ummi sempat merasa keberatan dengan cara yang tidak lazim ini karena kebiasaan yang umum adalah seorang pria melamar seorang wanita, tapi Ummi melihat hal ini seperti wanita melamar laki-laki. Namun, demi kebahagiaan putrid satu-satunya Ummi pun bersedia mengesampingkan tradisi itu. Setelah berbasa-basi, Abi pun menyampaikan maksud kedatangannya kepada Fariz dan keluarganya. Namun, sayang-disayang, permintaan Abi ditolak oleh Fariz dengan alasan masih dalam tahap pencarian hingga menemukan yang benar-benar cocok meskipun orang tua Fariz menyetujui jika Aina yang kelak menjadi istri Fariz. Fariz dengan sangat mantap menjawab tidak bisa tanpa ada pertimbangan apapun. Aina mengira Fariz akan meminta waktu untuk melakukan istikharah terlebih dahulu, tapi keyataan yang terjadi tidaklah demikian, Fariz memberikan penolakan secara tegas. Kala itu Aina pun merasa sedih, tapi ia menyadari bahwa mungkin Fariz memang bukan jodohnya. Semua ia kembalikan pada Allah, yang jelas ia telah berusaha semampunya untuk menemukan jodohnya. Berusaha semampunya untuk menyimpan perasaan cintanya selama bertahun-tahun dan berusaha sekuat tenaga agar ia mampu menerima penolakan Fariz.
Oleh karena itu Ummi sangat kecewa pada Fariz, tapi disembunyikannya perasaan itu di dalam hati. Ummi bersyukur karena hal ini tidak menjadi perbincangan warga sekitar karena beberapa orang melihat hal ini sebagai hal yang memalukan sehingga patut dijadikan bahan diskusi mengisi waktu kosong para ibu-ibu rumah tangga yang mulutnya usil. Hal-hal seperti itu yang ada di dalam pikiran Ummi sedangkan Aina merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan jika dirinya ditolak meskipun tidak dipungkiri hatinya merasakan kesedihan yang teramat sangat. Sesungguhnya kesedihan yang ia rasakan bukanlah menjadi perbincangan orang banyak melainkan harus mendapati cinta yang bertepuk sebelah tangan. Perempuan mana yang tidak merasa sedih bercampur kecewa jika berada dalam posisi Aina. Namun, Aina menyadari bahwa semua yang terjadi pada dirinya adalah kuasa Ilahi dimana ia harus ikhlas serta yakin akan hal-hal yang lebih baik lagi daripada semua ini.
Malang tak dapat ditolak, sebuah kecelakaan menimpa Fariz yang mengharuskan amputasi pada kedua kakinya setelah dua bulan pasca penolakan Aina. Padahal sebulan lagi Fariz akan menikahi seorang wanita yang sangat cantik serta berasal dari keluarga berada. Karena kejadian itu, keluarga wanita memutuskan untuk membatalkan pernikahan. Mereka tak ingin memiliki seorang menantu cacat serta menanggung rasa malu akibat batalnya pernikahan. Sebulan berselang, keluarga Fariz datang untuk mengkhitbah Aina agar mau menikah dengan Fariz. Ummi merasa dilecehkan. Aina merasa senang sekaligus sedih karena orang yang dicintainya ingin menikahinya meskipun dalam saat kondisi fisik tak lagi sempurna. Ia merasa iba atas musibah yang menimpa Fariz, sudah jatuh tertimpa tangga pula, sudah lumpuh harus batal menikah juga. Sesungguhnya manusia berencana namun Dialah yang Maha Kuasa atas segalanya. Terkadang Aina bingung perasaan seperti apa yang harus ia miliki, apakah ia harus bahagia karena laki-laki yang dicintainya sejak lama ingin menikahinya ataukan ia harus merasa sedih karena merasa seperti pemulung yang mandapatkan barang sisa karena ketidaksempurnaan fisik FAriz. Saat sehat, Fariz menolak permintaan keluarga Aina yang juga permintaan Aina tanpa pemikiran secara matang terlebih dahulu. Sekarang, ketika dirinya telah cacat, malah ingin menikahi Aina. Benarkah ini sebuah penghinaan terhadap dirinya? Pikir Aina. Namun, Buru-buru Aina menepis pikiran seperti itu karena tidak seharusnya ia berburuk sangka terhadap seseorang yang berniat baik padanya. Apalah artinya cacat fisik jika hati serta iman tetap terjaga dengan baik. Mata Aina yang indah berwarna coklat seperti namanya itu pun meneteskan air mata jikala ia mengingat-ingat semua kejadian itu.
Desir angin malam menyentuh telapak tangannya saat Aina duduk sendirian di kursi depan rumah, Aina pun merapatkan sweater tebal yang membalut tubuhnya. Pikirannya menerawang memikirkan perasaannya sendiri sambil sesekali wajah pujaan hatinya terlintas. Jam menunjukkan pukul delapan malam. Tiba-tiba Ummi duduk di sebelah Aina. Aina tersenyum.
“Belum tidur, anakku?” sapa ummi
“Aina nggak bisa tidur, Ummi…” jawab Aina lembut
“Ummi tahu apa yang ada di pikiran kamu, Aina. Kamu terus memikirkan lamaran yang diajukan keluarga Faris bukan?!”
Aina terhenyak. Ummi memang selalu mengetahui apa yang ada di dalam pikirannya seperti semua tertulis dengan jelas di keningnya sehingga Ummi bisa membacanya.
“Maaf, Ummi. Aina tidak bermaksud untuk tidak mematuhi Ummi, tapi Ummi tahu sendiri bagaimana perasaan Aina terhadap Kak Fariz…”
“Fariz lumpuh, Aina. Apa yang bisa kamu harapkan dari dia?”
“Ummi, apakah orang lumpuh tidak berhak menikah? Apakah ia tidak berhak hidup bahagia? Biarpun lumpuh, Kak Faris tetap manusia. Aina tidak melihat kondisi fisiknya sekalipun Kak Fariz lumpuh atau buta. Aina mencintai kak Fariz, Ummi. Karena Allah, bukan memandang fisik atau materi belaka.”
“Apakah kamu tidak merasa bahwa Fariz telah menginjak-injak kehormatan dan harga diri kamu beserta keluarga kita? Ketika ia sehat, Fariz tidak mau menerima kamu, tapi di kala dia sakit seperti ini, dia malah ingin menikahi kamu. Semua wanita yang pernah meminta untuk dinikahi oleh Fariz sudah didatangi oleh orang tua Fariz, tapi mereka tak mau menerima. Beberapa ada yang sudah menikah, yang lain menolak karena tidak terima dengan sikap Fariz yang seperti itu.”
“Karena mereka tidak mencintai Kak Fariz seperti Aina mencintainya, Ummi. Kak Fariz seperti itu karena ia ingin menemukan yang terbaik untuk dijadikan istrinya. Aina tidak pernah marah dengan keputusannya, meskipun Aina kecewa.”
Ummi tahu tak mungkin memadamkan perasaan Aina begitu saja. Ia tahu betul siapa dan seperti apa Aina dalam mempertahankan keinginannnya, apalagi ini menyangkut masa depan hidup Aina, jadi Aina tidak mungkin main-main. Sepertinya keinginan Aina tidak dapat diajak kompromi lagi, tapi dirinya berniat untuk terus membujuk Aina agar memilih laki-laki lain selain Fariz.
“Anakku, kamu itu masih muda, cantik, pintar. Kamu bisa mendapatkan yang lebih baik daripada Fariz. Sungguh Ummi sangat kecewa dengan sikap Fariz yang lalu itu. Kamu tahu sudah berapa banyak laki-laki yang ingin meminangmu, beberapa di antaranya masih menunggu dirimu, Aina.”
“Jika Ummi berpikir mereka lebih baik daripada Kak Fariz karena mereka memiliki fisik yang lebih sempurna, Ummi salah. Aina sudah bilang, bukan fisik atau materi yang Aina cari, tapi hati dan imannya. Ummi, Aina bukan ingin mendurhakai Ummi, tapi Aina pinta sedikit pengertian dari Ummi. Kak Fariz dapat menjadi jalan Aina ke surga, Mi…”
Wanita paruh baya itu pun terdiam merenungi setiap kata yang terucap dari anak perempuan satu-satunya itu. Sebagai orang tua yang baik, ia berhak menentukan jodoh anaknya, tapi sebagai orang tua bijaksana, ia tak mungkin merebut kebahagian buah hatinya hanya karena alasan kekurangan Fariz. Namun, dia sangat menginginkan Aina agar dapat hidup bahagia di kehidupan rumah tangganya, bukan hidup susah. Aina hanya terdiam, dirinya merasa sangat berdosa karena tidak mampu memenuhi keinginan ibunda tercinta. Lalu setetes butiran bening jatuh di pipi, ia pun buru-buru menyeka dengan jilbab merah marunnya. Maafkan Aina, Ummi, ucapnya dalam hati.
“Aina, sekarang sudah larut. Lebih baik masuk ke dalam, nanti masuk angin karena hawa di luar tidak cukup baik untuk kesehatan,” kata umi dengan nada suara lembut sekali seraya tersenyum tipis. Aina pun menuruti kata-kata Ummi untuk yang satu ini.
Enam bulan telah berlalu setelah permintaan Fariz dan keluarga untuk menikahi Aina. Keinginan Aina sebagai wanita normal untuk berumah tangga semakin besar, tapi ia tak mampu mengalihkan hatinya kepada orang lain selain Fariz. Entah kenapa ia selalu yakin bahwa Fariz adalah orang yang tepat untuk jadi pendamping hidupnya serta Fariz adalah jalannya menuju ke surga Allah. Setiap malam Aina bersimpuh di hadapan Rabbnya seraya menangis memohon agar pintu hati ibunda tercinta terbuka merestui Aina dengan Fariz. Aina pun selalu meminta petunjuk agar pilihannya tidak salah mempertahankan Fariz untuk menjadi suaminya.
Ya Rabb, Engkaulah yang mampu membolak-balikan hati hamba. Sesungguhnya cinta yang hamba rasakan berasal dari-Mu, karena-Mu dan untuk-Mu. Jangan Kau biarkan cinta ini tumbuh karena nafsuku, biarkan cinta ini memenuhi relung jiwaku atas nama-Mu. Jika Fariz memang Engkau takdirkan untukku, maka bukakanlah pintu hati umi untuk menerimanya dengan segala kekurangannya. Jika Fariz memang bukan untukku, maka hapuskanlah rasa cinta ini untuknya. Cinta suci ini adalah anugrah-Mu yang tak seharusnya membawa derita dalam kehidupan manusia melainkan bahagia. Duhai Engkau yang Maha Mencintai, aku rela kehilangan cinta yang lain asal jangan cinta-Mu. Biarlah cinta ini hanya bermuara pada-Mu.
Aina tak pernah bosan memanjatkan doa-doa di setiap sujud malamnya. Ia yakin Allah akan mendengar pinta dan asanya di sepertiga malam di mana Ia turun ke bumi mencari hamba-hamba yang memohon kepada-Nya.
Esok paginya Aina terkejut melihat kesibukan Ummi yang tidak seperti biasanya. Ummi dan Abi baru pulang dari pasar ketika Aina mau berangkat ke Madrasah tempatnya mengajar. Biasanya Ummi belanja di tukang sayur yang biasa lewat depan rumah, tapi hari ini belanjaan Ummi banyak sekali. Mulai dari makanan ringan sampai lauk-pauk untuk makan. Seperti mau pesta saja, pikir Aina. Aina mencium tangan Ummi dan Abinya sementara mbak Rahma membawa belanjaan ke dapur.
“Mau berangkat, anakku?” Tanya Abi.
“Iya bi. Ngomong-ngomong, ada acara pa Mi, Bi? Kok belanjaannya banyak sekali? Seperti mau pesta saja,” selorohku.
“Iya, memang akan ada pesta,” kata Ummi lalu berjalan cepat menuju ke dapur.
Sementara itu Abi senyam-senyum sendirian sebagai luapan kebahagiaan yang tiada terkira. Aina hanya mengernyitkan dahi karena bingung. Ia pun segera melangkahkan kaki meninggalkan rumah untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang guru bahasa Inggris di sebuah Madrasah Aliyah.
Jam menunjukkan pukul empat sore, Aina baru saja menunaikan shalat Ashar sementara orang tuanya benar-benar terlihat sibuk. Aina turun ke bawah mencoba membantu mereka. Tapi Ummi melarangnya dan meminta Aina untuk kembali ke kamar. Sebuah gamis indah berwarna putih lembut menyambutnya beserta sebuah jilbab dengan warna yang sama. Aina menjadi tambah bingung.
“Apa ini Mi? Ummi ingin Aina memakainya?” Tanya Aina bingung.
“Ya, pakailah gamis ini nak. Ummi ingin kamu terlihat cantik malam ini. Setelah shalat Magrib acaranya akan segera diselenggarakan,” jelas Ummi.
“Acara apa Mi?”
“Kamu akan tahu. Ini akan menjadi saat yang tak kan kamu lupakan. Sekarang kamu mandi sampai sangat bersih ya, anakku…”
“Ummi! Sebenarnya ada apa? Aina jadi sangat penasaran dengan maksud Ummi. Apa Ummi berniat menjodohkan Aina dengan laki-laki lain Mi?”
Ummi hanya tersenyum simpul dan langsung meninggalkan kamar Aina. pikiran Aina bergejolak, semua perasaan bercampur aduk jadi satu. Antara bingung, marah, sedih, dan takut. Rasanya Aina tidak ingin melakukan semua permintaan Umminya ini, jika memang benar ia akan dijodohkan dengan laki-laki lain, sungguh bukan itu yang dia inginkan. Hanya tangisan yang mampu ia lakukan karena wajah Fariz terus menghantuinya. Aina istighfar berkali-kali dalam hatinya mencoba menerima keputusan ini yang memang mungkin Allah telah memberikan yang terbaik untuknya meskipun bukan Fariz. Aina memandangi dirinya dalam balutan gamis serta jilbab putih di depan cermin, wajahnya tetap bersih meski tak ada sedikitpun bedak yang menempel. Pikirannya campur aduk. Ia terus berdoa dan meyakinkan dirinya bahwa segala sesuatu itu telah diatur olehNya yang Maha Menghendaki. Meskipun belum pasti tapi Aina yakin bahwa acara malam mini adalah acara perjodohan antara dirinya dengan seseorang yang belum diketahuinya.
Setelah shalat Magrib Aina membaca Al-Qur’an dengan suara lirih yang selalu menjadi kegiatan rutinnya. Kali ini yang dibacanya adalah Ar-Rahman, dengan khidmat ia pun membaca artinya.
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”
Sambil terus mengucapkan syukur kepada Allah untuk apapun yang akan terjadi malam ini. Tiba-tiba Umminya muncul dibalik pintu lalu tersenyum kepada Aina.
“Anak Ummi cantik sekali dengan pakaian ini…”
Aina hanya tersenyum membalas pujian Ummi yang dicintainya itu. Ia tak ingin menyakiti dan mengecewakan Umminya hanya demi kebahagiannya sendiri. Ia yakin Umminya pun telah memilihkan yang terbaik untuknya. Aina bisa melihat pancaran kebahagiaan di mata Ummi dan ia tak berkeinginan untuk meredupkan sinar kebahagiaan itu.
“Kenapa kamu nggak turun-turun, nak?” Tanya Ummi “Tamu undangan sudah banyak yang hadir, semua sudah menunggu kamu…”
“Sebenarnya ini acara apa Mi?” Tanya Aina penasaran.
“Masya Allah, masa kamu lupa? Sekarang itu kan tanggal 8 Februari, ulang tahun kamu sayang. Ummi dan Abi hanya mengadakan syukuran sederhana saja kok.”
“Subhanallah, Aina nggak ingat ulang tahun Aina sendiri Mi, mungkin karena terlalu sibuk dengan pekerjaan,” jawab Aina dengan sedikit rasa perasaan lega di hatinya
“Kalo begitu, cepat segera turun ya sayang. Ummi dan Abi juga sudah menyiapkan sesuatu yang istimewa untuk kamu…”
“Tapi Ummi, apa Aina tidak terlalu tua untuk diberikan perayaan ulang tahun seperti ini? Ummi tahu sendiri Aina tidak terlalu menyukai perayaan ulang tahun.”
“Kali ini akan beda, sayangku. Cepat turun ya, Ummi tunggu di bawah.”
Lalu Ummi berlalu pergi dari kamar Aina. Aina bersuyukur kepadaNya karena ini bukan acara perjodohan. Aina merapihkan gamis serta jilbabnya sambil tersenyum di depan cermin dengan rasa syukur atas semua pemberian-Nya. “Alhamdulillah ya Rabb!” ucapnya lirih.
Tanpa ragu, Aina menuruni tangga lalu berjalan menuju ke ruang tamu. Rumahnya begitu ramai. Ia begitu senang karena seluruh keluarganya datang, mulai dari kakek dan neneknya, paman-paman dan bibi-bibinya, sepupu-sepupunya dan beberapa sahabat dekatnya. Namun, ia juga melihat banyak wajah yang tak dikenalnya. Mungkin teman-teman orang tuanya, pikir Aina. Dirinya tidak menyangka jika kedua orang tuanya akan mengadakann syukuran seperti ini. Tiba-tiba Abi berbicara dengan nada formal di hadapan seluruh keluarga dan kerabat, matanya berkaca-kaca. Abi mengucapkan salam pembukaan dan dilanjutkan dengan memberitahukan tujuan syukuran malam ini.
“Kami berudua sangat bersyukur kepada Allah karena telah dianugrahi seorang anak perempuan yang cantik serta sholehah. Aina begitu mematuhi perintah kami dan tak ingin mengecewakan kami sedikitpun. Kami sangat mencintai dan menyayangi anak kami sehingga apapun akan kami lakukan agar dirinya bahagia. Di usianya yang sudah menginjak 24 tahun ini, kami ingin mengadakan syukuran kecil-kecilan sebagai tanda terima kasih kami untuk kehadiran Aina di kehidupan kami. Selain itu ada sebuah kejutan indah yang ingin kami sampaikan, khususnya untuk putri tersayang kami, Aina.”
Aina tidak berhenti menatap Abinya dengan mata berkaca-kaca. Ia pun tambah penasaran akan kejutan yang dibicarakan Abinya.
“Ini soal masa depan kamu Aina, semoga kamu menerima keputusan ini dengan ikhlas dan menjalaninya sepenuh hati kamu. Faris, lamaran nak Faris atas nama anak kami, kami terima tapi seluruh keputusan kami serahkan kepada Aina.”
Aina terperanjat mendengar nama Faris disebut-sebut oleh Abinya. Jantungnya berdetak begitu cepat. Aina menolehkan wajahnya ke belakang dan melihat laki-laki yang dicintainya dengan kursi roda yang didudukinya. Fariz tersenyum, senyum penuh kebahagiaan serta penyesalan terbesar dalam hidupnya karena pernah menolak Aina untuk menjadi istrinya tanpa berpikir jauh terlebih dulu. Aina meneteskan air matanya.
Malam itu menjadi malam yang tak akan pernah terlupakan olehnya. Ia menikah dengan pria yang selalu dicintainya, pria yang namanya selalu mengisi sujud malamnya, pria yang namanya selalu mengisi dalam doanya, pria yang menjadi impiannya yaitu Fariz. Syukur teramat dalam ia panjatkan kepada Dia yang Maha Menghendaki segalanya. “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan”. Sesungguhnya Dia hanya akan memberikan kebahagiaan serta kenikmatan kepada hamba-hambaNya yang beriman, bahkan sekalipun itu berupa hal yang menyakitkan ataupun cobaan namun akan selalu ada kenikmatan. Aina menangis haru. Pernikahan itu hanya dihadiri oleh keluarga serta kerabat terdekat dengan pesta yang sederhana persis seperti keinginan Aina. Ia tidak membutuhkan pesta besar sebagai perayaan hari paling bersejarah dalam hidupnya. Ia hanya perlu doa dari orang-orang yang menyayanginya serta seorang laki-laki yang dicintainya. Itu pun sudah menjadi hal paling mewah yang sebesar apapun jumlah uang tak kan mampu membelinya. Tak hanya Aina yang menangis penuh haru, kerabat serta keluarga pun meneteskan air mata ketika doa penuh barakah itu dipanjatkan. Ummi Aina pun tak kuasa menahan air matanya, ia kagum pada pendirian serta kesabaran anak perempuan satu-satunya itu yang dengan tulus ikhlas tetap mencintai dan menerima Fariz apa adanya meskipun Fariz pernah mengecewakannya. Mungkin hal yang sama yang ada di benak keluarga serta kerabat yang meneteskan air mata. Mereka tahu bagaimana perjalanan cinta Aina yang akhirnya berujung pada ikatan suci penuh rahmat Sang Ilahi Rabbi.
Fariz tersenyum penuh rasa syukur dan kebahagiaan menatap wajah wanita yang kini berada di hadapannya dengan status halal untuknya, wajah yang penuh dengan pancaran keimanan disertai hati yang suci penuh dengan keikhlasan. Mengapa dulu mata hatinya bisa begitu buta, tidak mampu melihat bidadari yang sesungguhnya begitu dekat. Sungguh ia merasa menyesal pernah menyia-nyiakan Aina. Mungkin kecelakaan itu adalah teguran atau bahkan mungkin hukuman dari-Nya atas ambisi duniawinya yang menginginkan semua hal sempurna, kesempurnaan yang hanya ada di matanya. Aina membalas senyum Fariz dengan senyum termanisnya, matanya indah memancarkan cahaya cinta. Tidak hanya Fariz yang merasakan kebahagiaan, Aina pun merasakan hal yang sama bahkan lebih karena sosok laki-laki yang dihadapannya kini adalah yang selalu ada di hatinya.
“Kita shalat dulu ka!” ucap Aina lembut.
“Iya, istriku. Aku masih dalam keadann wudhu,” jawab Fariz.
Sepasang pengantin baru itu pun bertakbir serta bersujud penuh syukur atas kemurahan-Nya. Keduanya memohon agar rumah tangga mereka selalu barokah.
“Maafkan aku, sayangku,” ucap Faris berbisik di telinga Aina yang kini berbaring dalam pelukannya.
“Maaf untuk apa ka?” Tanya Aina dengan menatap penuh cinta.
“Maaf karena aku pernah menyia-nyiakan ketulusanmu, maaf karena aku telah menyakiti hati sucimu. Percayalah, Allah telah menegurku dengan cara-Nya yang paling indah. Ia membukakan mata hatiku yang buta untuk melihat berlian di depan mataku, berlian dengan bola mata yang begitu indah dan pandangan yang menyejukan.”
Tanpa terasa air mata kebahagiaan menetes di pipi Aina. Faris mengusapnya dengan lembut. “Kenapa kamu menangis? Apa ada yang salah dengan ucapanku?”
“Tidak, suamiku. Air mata ini menetes karena aku tak mampu menahan rasa bahagia serta rasa syukur karena akhirnya Allah mengabulkan pintaku, mengirimkan seorang pangeran bernama Muhammad al-Farisi dan membawaku ke istana yang bertaburan dengan cinta serta curahan rahmat-Nya. Terima kasih, ka karena akhirnya kamu mau menerima diriku dengan segala kekuranganku…”
“Aku yang harusnya berterima kasih karena kamu menerimaku dengan segala kekuranganku, padahal aku yakin kamu mampu mendapatkan yang jauh lebih sempurna daripada diriku. Maaf karena pernikahan ini hanya dihadiri beberapa orang. Bukan karena aku tak mampu membuat walimah ursy yang lebih besar, tapi persiapannya akan jauh lebih memakan waktu, sedangkan hati sudah tak sabar ingin memelukmu, bidadariku.”
“Pangeranku, seperti apa sempurna di matamu? Apakah sempurna itu hanya karena berjalan dengan kaki? Aku tak peduli meski kamu buta sekalipun, aku tetap mencintaimu. Selama iman serta takwa itu tetap ada dalam dirimu, maka itulah kesempurnaan. Aku tak membutuhkan pesta mewah yang dihadiri orang-orang yang mungkin aku sendiri tidak begitu mengenal mereka. Aku hanya membutuhkan doa dari orang-orang yang menyayangiku serta hadirmu di sisiku. Itu sudah dan akan menjadi hal yang tak kan aku lupakan seumur hidupku.”
Faris tersenyum. Kalimat tahmid tak henti-hentinya ia ucapkan dalam hati atas semua yang ia dapatkan saat ini. Ia tahu dan menyadari bahwa jalan berbatu masih akan membentang panjang di depan, namun ia tak kan menyerah berjuang demi istri tercintanya dan kelak untuk keluarganya. Faris mengecup kening Aina. Aina kembali merapatkan tubuhnya dalam pelukan Fariz.
Malam semakin larut namun dinginnya tak mampu menembus kehangatan pelukan para pecinta, pecinta yang mencinta karena Rabbnya, pecinta yang menjaga fitrah cinta dengan ikatan suci mengharap cinta dan ridha Rabbnya.

Hati-Hati Tentang Si Hati

Foto Danau Cinta Glaslyn“Pokoknya sakiiiiiit hati ini, sakiiit banget deh!”, keluhan seorang sahabat tatkala menceritakan prihal pengkhianatan seseorang yang dipercayainya. Mimik muka penuh kekesalan ditambah nada suara yang menandai rasa jengkel.
Juga kelunya lidah seorang ibu, berurai air mata dan ragam tanya dalam nuraninya, “Kenapa anak hamba yang dibesarkan dalam pendidikan agama yang baik, tetapi melakukan perbuatan zina dan sering berdusta, Ya Allah?”, ibu mana pun juga yang merupakan muslimah sholihat, pastilah merasa hancur hatinya tatkala memetik kenyataan pahit melihat anaknya ‘kumpul kebo’ berlumur kehinaan dan belum juga bertaubat pada-NYA.
Lain lagi kalimat bijak dari Mas Fulan, seorang brother asal daerah Jawa Timur, ia berkata, “Dulu sih sakiit sekali rasanya, ingin melampiaskan dengan amarah atau bahkan membunuh… Tapi Alhamdulillah, saya masih bisa mengontrol diri. Hati ini berkata ‘tidak, jangan emosi’…. Maka sekarang saya lega… Alhamdulillah sudah ikhlas…”, senyumnya ceria. Subhanalloh, padahal Mas Fulan itu mengalami kepahitan suatu peristiwa hidup, pengalamannya ketika pulang ke rumah memergoki istri tercinta tengah berselingkuh, pasangan selingkuhan itu adalah saudara iparnya sendiri! Maka tatkala Mas Fulan menceraikan si istri, adik perempuan Mas Fulan juga menjanda karena bercerai dengan suaminya tersebut. Tamparan yang luar biasa bagi keluarga mereka. Sempat trauma, begitulah kata Mas Fulan, lima tahun lebih ia merasa ketakutan membuat rencana berumah tangga kembali. Butuh waktu introspeksi diri, perlu lebih banyak pertimbangan yang matang, karena ia ‘takut’ hatinya terluka lagi.
Dua tahun lalu, Mas Fulan ‘sembuh’, berjumpa dengan pilihan hatinya dan membangun rumah tangga yang baru dengan optimis, Allah ta’ala pasti melimpahkan obat luka terbaik buatnya. Keberkahan mengiringi, saat ini Mas Fulan telah menggendong jundi nan lama diimpikannya. Alhamdulillahirobbil ‘alamiin.
Memang si hati selalu jadi perbincangan sepanjang masa. Urusan hati berkaitan dengan cinta, benci, juga rindu dan sebagainya, dibahas tak pernah usai. Kedalaman hati seseorang tiada yang tau, kecuali Allah SWT. Dalam biografi dari Sufyan Ath-Thauree, Khalf ibn Tameem melaporkan bahwa ia mendengar Sufyan berkata: “Visi mata (apa-apa yang dipandang) seseorang bertujuan pada dunia fana, dan visi hati seseorang bertujuan untuk akhirat. Ketika seorang pria ‘melihat’ dengan matanya, ia sia-sia, (ia menilai sesuatu dari pandangan mata saja) tak bermanfaat. Adalah ketika ia melihat dengan hatinya, baik melihat seseorang yang disukainya maupun ‘melihat’ penilaian diri sendiri, ia memetik banyak manfaat.”
Kalau zaman sekolah dulu, sang ustadzku pernah berpesan seraya bercanda, “Ada tiga organ yang bicara…Wanita disebut cantik karena wajah dan penampilannya, si mata yang bicara. Wanita cantik karena cerdas, pandai dan rajin, itu otak atau akal pikiran yang berkata. Wanita cantik karena berakhlakul karimah, baik budinya, itu si hati berucap. Dan mata lebih cenderung memperturutkan nafsu, maka pertimbangkanlah kata hati, karena kebaikan budi pekerti lebih berharga.”Dan sebagaimana yang kita ketahui, kecintaan seseorang kepada Islam tentunya membuat selalu ingin memahami dan terus menggali ilmu-ilmuNya. Dengan berusaha makin memahami, maka akan terus berusaha mengamalkan rambu-rambuNya, dan wujud yang paling terlihat adalah akhlakul karimah, kepribadian hidup sehari-sehari. Itulah pancaran hati nan cantik.
Sufyan Ath-Thauree pun pernah mengatakan tentang ‘bukti kesabaran hati’. Tiga hal tanda engkau telah bersabar : Jangan bicarakan tentang musibah yang menimpamu, jangan diumbar prihal sakit dan lukamu, serta jangan memuji dirimu sendiri. Astaghfirrulloh, kebanyakan peristiwa keseharian diri ini masih susah untuk bersabar, sibuk ‘nyari tempat berkeluh kesah’, sulit menata hati padahal sudah sering mengingat akan si obat hati, sebagaimana firman Allah ta’ala, bermakna, “Tidaklah kalian ketahui bahwa hati hamba-hamba Allah SWT yang beriman itu dibahagiakan oleh Allah dengan banyak berdzikir kepada-Nya.” (QS. Al-Hadid [57] : 16)
Si hati jelita dengan kelurusan niat dan kesyukuran, tentunya menampakkan sikap dan prilaku rendah hati dan ketulusan seseorang dalam menjalani detik-detik hidupnya. Wajah pun sumringah bahagia. Sedangkan hati yang dengki, iri, hingga berjibunnya penyakit hati, maka sikap yang tampak adalah rakus, tamak, doyan mengadu-domba, menebar fitnah, mencari celah ‘kemudahan mencapai tujuan’ dengan jalan apapun, berkhianat serta kesulitan untuk tersenyum.
Sebagaimana wasiat baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “…Ketahuilah, bahwa setiap raja memilliki daerah terlarang. Ketahuilah, bahwa daerah terlarang Allah adalah hal-hal yang diharamkan. Ketahuilah, bahwa dalam tubuh terdapat mudghah (segumpal daging), jika ia baik, maka baik pula seluruh tubuhnya. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati”. (HR. Bukhari dan Muslim)
“Ada secuil catatan tentang si hati…
Bilangan tahun adalah seperti pohon, bulan adalah dahannya,
Hari-hari merupakan cabang-cabangnya, jam adalah daunnya,
Dan nafas ibarat buahnya

Siapa pun yang nafasnya digunakan untuk taat kepada Allah,
Maka buah pohon itu akan baik, lezat dan murni manisnya
Siapa pun yang nafasnya digunakan untuk mendurhakai Allah,
Tentu buahnya akan jahat, busuk dan jelek

Waktu panen adalah pada hari kiamat
Yang pada saat itu buah akan ditampilkan,
Apakah itu manis atau asam

Ketulusan dan Tauhid adalah pohon dalam hati
Cabang-cabangnya adalah perbuatan
Dan buahnya adalah kenikmatan hidup selama ini
Kehidupan duniawi dan kebahagiaan abadi di akhirat

Buah tauhid dan ketulusan dalam kehidupan dunia adalah sama
Allah limpahkan berkah kepada hamba –Nya nan ikhlas
Balasan kebaikan berlipat ganda

Kemusyrikan, berbohong, dan kemunafikan juga pohon dalam hati
Buahnya adalah selama hidup tak tentram
Diliputi rasa takut, tertekan, kesedihan, dan sesak dalam dada
Kegelapan hati, dan di akhirat menelan az-zaqqum jua siksaan permanen

Allah ta’ala menyebutkan dua pohon tersebut dalam ayat-ayat cinta-Nya Surah Ibrahim."
“Ya Allah, yang selalu membolak-balikkan hati, mantapkanlah hati kami dalam agama-Mu dan dalam ketaatan pada-Mu, amiin”. Wallahu a’lam bish-shawab.

Anjing dan Kucing


Kenapa binatang? Harusnya saya juga bertanya balik bila pertanyaan ini ditujukan kepada saya karena menyediakan bab khusus yang membahas makhluk ALLAH ini. Sederhana saja, seorang mukmin seharusnya mampu mengenal Tanda-Tanda-Nya pada setiap ciptaan-Nya, termasuk binatang. Berapa banyak surat dalam Al Quran yang dinamai dengan nama binatang dan hal yang berkaitan dengan binatang.
Bukankah ALLAH sendiri tidak malu untuk membuat perumpamaan dengan hewan kecil seperti nyamuk sekalipun ? Surat apakah yang paling panjang dalam Al Quran bila bukan surat yang juga dinamakan dengan nama binatang ? Di manakah perkataan, „Apakah di samping ALLAH ada ilah?“ diulang-ulang, bila bukan pada Surat Semut, sehingga kadang membuat hati ini begitu sedih mengingat perilaku diri sehingga Dia Yang Maha Ahad pun harus menegaskan kembali apa yang sudah jelas, yaitu betapa hanya Dia Ilah Yang Satu.
Semy adalah teman setia Frau Weiergraeber. Frau Weiergraeber mengatakan bahwa anjing kecil berwarna putih dan lumayan berbulu ini termasuk Ras Malteser, dari Malta. Umurnya sudah lima tahun. Semy inilah yang paling banyak menemani Frau Weiergraeber mengisi hari tuanya. Saya kadang suka merasa lucu bila melihat Frau Weiergraeber mengobrol, bermain, dan memarahi Semy ini. Tetapi aneh, Semy seolah mengerti.
Bila saudaraku pernah membaca tulisan Ust. Daud Rasyid di Eramuslim mengenai tanda-tanda kehancuran peradaban barat yang salah satu tandanya adalah ketika kebanyakan dari mereka berteman dengan hewan, khususnya anjing, karena sudah sulitnya menemukan teman dari manusia, maka apa yang ada dalam tulisan itu begitulah yang saya lihat di Jerman ini.
Awal saya datang ke Jerman, melihat mereka sering bepergian dengan anjing, saya melihatnya sebagai bentuk kasih sayang mereka terhadap binatang. Tetapi seiring waktu memperhatikan kebiasaan orang Jerman, saya kemudian menyadari bahwa kasih sayang mereka terhadap binatang dikarenakan mereka sudah sulit menemukan kasih sayang itu dari manusia. Ya, itulah alasannya.
Suatu saat saya pernah menonton program TV bersama Frau Weiergraeber, temanya mengenai pertemanan orang Jerman dengan anjing. Ketika melihatnya perasaan saya bercampur antara sedih dan keyakinan yang bertambah yakin. Sedih karena apa yang saya lihat seolah bukanlah manusia yang mengisi kesehariannya sebagaimana fitrahnya, dan keyakinan yang bertambah yakin karena bagaimana mau mengharapakan bangsa yang sedemikian untuk menjadi umat penyelamat di akhir zaman, menyelamatkan diri mereka sendiri pun mereka seolah sudah bingung caranya.
Anjing mereka dandani layaknya manusia, berbaju, berkaca mata, punya rumah, mainan, dan makanan yang khusus disajikan untuk mereka. Bagi mereka yang punya banyak harta, maka sikap mereka terhadap anjing teman mereka ini malah lebih menyedihkan lagi.
Tidur mereka bersama anjing. Tempat mandi anjing pun adalah tempat mandi mereka. Mulut anjing yang baru saja selesai menyantap makanan pun mereka cium sebagai bentuk pertemanan mereka dengan anjing. Mereka mengobrol dengan anjing seolah sedang mengobrol dengan manusia. Mereka berkasih sayang dengan anjing seolah menunjukkan beginilah mereka bisa berkasih sayang seandainya ada teman itu bagi mereka dari manusia.
Bahkan saya sempat melihat bagaimana seorang wanita Jerman pun menyusui anjing, seolah mereka sedang menyusui bayinya. Saudaraku, adakah ucapan di hati selain istighfar? Bagaimana ini bisa terjadi pada manusia? Frau Weiergraeber saja mengeluarkan komentar “verruckt[1]!“ ketika melihat tayangan ini.
Sungguh saya melihat wajah yang sepintas terlihat bahagia tetapi wajah mana yang sanggup menyembunyikan bila kehampaan itu sudah jelas dirasakannya dan tentu saja terpancar pada orang-orang yang melihatnya. Orang-orang yang berteman dengan anjing ini memang sekilas terlihat mereka bahagia dengan pertemanan mereka dengan sang binatang, tetapi saudaraku, saya sudah pernah menerima langsung kejujuran dari seorang Frau Weiergraeber yang sehari-hari berteman dengan anjing, tetapi saat saya harus berpisah dengannya, maka dengan mata yang berkaca-kaca, ia katakan bahwa ia tidak punya teman, anak-anaknya sendiri lebih sering melupakannya, dan apakah itu tidak menunjukkan secara nyata betapa anjing hanyalah jawabannya atas masalahnya?

catatan : (1) gila

Jangan Jadi Buih di Lautan


Akidah yang kuat akan membantu seseorang untuk memiliki semangat yang produktif, etos kerja yang tinggi, tabah dalam menghadapi cobaan berat, dan tegar dalam menatap berbagai bahaya  mengancam. Bahkan akidah yang kuat merupakansebuah kemudi yang mampu membangkitkan keberanian seseorang untuk mati syahid sekalipun dia tidak sempat bertemu dengan kekasih yang ia rindukan.
Demikianlah karakteristik keimanan apabila telah merasuk dan tertanam kuat dalam jiwa seseorang. Keimanan akan memberikan kekuatan luar biasa kepada pemiliknya dalam semua tingkah laku. Kalau dia berbicara, maka dia akan yakin dengan apa yang dia ucapkan. Apabila dia berkarya, maka dia mantap dengan apa yang ia perbuat. Kalau dia melangkah, maka akan mengayunkan kakinya kea rah yang jelas. Dia akan selalu merasa tenang karena kejernihan pikiran yang memenuhi  akal pikirannya dan rasa kasih sayang yang lebih mendominasi ruang hatinya. Dia akan sangat jarang merasa ragu ragu dan bimbang. Dia juga tidak akan mudah dihempas badai kencang sekalipun.
Allah SWT berfirman :
“Katakanlah, “ Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya akau akan bekrja pula, maka kelak kamu akan mengetahui, siapa yang akan mendapat siksa yang menghinakannya dan lagi ditimpa oleh azhab yang kekal.” (QS Az Zumar 39-40)
Demikianlah ruh yang selalu menatap ke depan dalam menjalankan aktifitasnya. Kepercayaan diri itulah yang mampu melihat bahwa sesuatu yang akan dilakukan merupakan sesuatu yang benar. Sikap seperti inilah yang membuatnya menjelma sebagai seseorang yang kokoh. Dia akan menjalin hubungan dengan sesame melalui mata hatinya. Ketika dia melihat masyarakat melakukan sebuah kebenaran, maka dia akan bergegas untuk menolong mereka. Namun ketika dia melihat mereka melakukan sebuah kesalahan, maka dia segera menarik dirinya untuk tidak ikut terlibat dalam kesalahan yang mereka perbuat.
Rasulullah SAW mengatakan,” Janganlah salah seorang dari kalian menjadi pembeo! Dia akan berkata,”aku akan selalu bersama dengan orang orang, jika mereka berbuat baik, maka akupun akan berbuat baik. Namun jika mereka berbuat jelek, maka aku pun akan berbuat jelek. Akan tetapi teguhkanlah pendirian kalian! Jika orang orang berbuat baik, maka hendaklah kalian berbuat baik. Sedangkan kalau mereka berbuat buruk, maka hendaklah kalian menghindari perbuatan buruk mereka.” HR At Tirmidzi
Orang yang lemah adalah orang yang diperbudak oleh tradisi yang berlaku di daerahnya. Dia mendasarkan perbuatannya pada parameter tradisi, bukan pada aturan syariat Islam. Bayangkan saja kalau tradisi tersebut merupakan tradisi yang salah, maka dia akan merasakan kesengsaraan, baik di dunia maupun di akhirat.
Sebenarnya banyak sekali orang orang yang mempratekkan tindakkan yang tidak sesuai dengan syariat ketika mereka bahagia atau sengsara. Mereka lebih berpegang kuat pada tradisi yang keliru daripada berpedoman pada ajaran agama.
Berbeda dengan seorang mukmin yang benar, dia tidak akan pernah berpegang pada aturan yang tidak sesuai dengan ajaran agama Allah. Mungkin dengan menentang tradisi yang berkembang di masyarakat , dia akan menjumpai berbagai macam rintangan berat. Namun seorang muslim tidak seharusnya takut akan cemoohan orang penghina. Hendaklah ia tetap melaksanakan tekadnya tanpa peduli pada pedasnya kritikan dan cacian mulut yang tidak bertanggung jawab.

– Syeikh Muhammad Al Ghazali-

Senin, 10 November 2014

Rahasia Do’a Mengatasi Hutang


Abu Said Al-Khudhri radhiyallahu ’anhu bertutur: “Pada suatu hari Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam masuk masjid. Tiba-tiba ada seorang sahabat bernama Abu Umamah radhiyallahu ’anhu sedang duduk di sana. Beliau bertanya: ”Wahai Abu Umamah, kenapa aku melihat kau sedang duduk di luar waktu sholat?” Ia menjawab: ”Aku bingung memikirkan hutangku, wahai Rasulullah.” Beliau bertanya: ”Maukah aku ajarkan kepadamu sebuah do’a yang apabila kau baca maka Allah ta’aala akan menghilangkan kebingunganmu dan melunasi hutangmu?” Ia menjawab: ”Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda,”Jika kau berada di waktu pagi maupun sore hari, bacalah do’a:

”Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan manusia.” Kata Abu Umamah radhiyallahu ’anhu: ”Setelah membaca do’a tersebut, Allah berkenan menghilangkan kebingunganku dan membayarkan lunas hutangku.” (HR Abu Dawud 4/353)
Doa ampuh yang diajarkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam kepada Abu Umamah radhiyallahu ’anhu merupakan doa untuk mengatasi problem hutang berkepanjangan. Di dalam doa tersebut terdapat beberapa permohonan agar Allah ta’aala lindungi seseorang dari beberapa masalah dalam hidupnya. Dan segenap masalah tersebut ternyata sangat berkorelasi dengan keadaan seseorang yang sedang dililit hutang.
Pertama, ”Ya Allah aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih.” Orang yang sedang berhutang biasanya mudah menjadi bingung dan tenggelam dalam kesedihan. Sebab keadaan dirinya yang berhutang itu sangat potensial menjadikannya hidup dalam ketidakpastian alias bingung dan menjadikannya tidak gembira alias berseduih hati.
Kedua, ”Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas.” Biasanya orang yang berhutang akan cenderung menjadi lemah. Dan biasanya orang yang malas dan tidak kreatif dalam menjalani perjuangan hidup cenderung mudah berfikir untuk menacari pinjaman alias berutangketika sedikit saja menghadapi rintangan dalam hidup. Sedangkan orang yang rajin cenderung tidak berfikir untuk berhutang selagi ia masih punya ide solusi selain berhutang dalam hidupnya. Orang rajin bahkan akan menolak bilamana memperoleh tawaran pinjaman uang karena ia anggap itu sebagai suatu beban yang merepotkan.
Ketiga, ”Aku berlindung kepada Engkau dari sifat pengecut dan kikir.” Biasanya orang yang terlilit hutang menjadi orang yang diliputi rasa takut. Ia cenderung menjadi pengecut. Jauh dari sifat pemberani. Mentalnya jatuh dan tidak mudah memiliki kemantapan batin. Dan orang yang berhutang mudah menjadi kikir jauh dari sifat demawan. Bila kotak amal atau sedekah melintas di depannya ia akan membiarkannya berlalu Hal ini karena ia menggunakan logika ”Bagaimana aku bisa bersedekah, sedangkan hutangku saja belum lunas.”
Keempat, ”Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan manusia.” Doa bagian akhir mengandung inti permohonan seorang yang terlilit hutang. Ia serahkan harapannya sepenuhnya kepada Allah ta’aala Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji agar menuntaskan problem hutang yang berkepanjangan membebani hidupnya. Di samping itu ia memohon agar dirinya dilindungi Allah ta’aala dari kesewenang-wenangan manusia. Kesewenangan dimaksud terutama yang bersumber dari fihak yang berpiutang. Sebab tidak jarang ditemukan bahwa fihak yang berpiutang lantas bertindak zalim kepada yang berhutang. Ia merasa telah menanam jasa dengan meminjamkan uang kepada yang berhutang. Lalu ia merasa berhak untuk berbuat sekehendaknya kepada yang berhutang apalagi jika yang berhutang menunjukkan gejala tidak sanggup melunasi hutangnya dengan segera.
Itulah sebabnya dunia modern dewasa ini banyak diwarnai oleh berbagai tindak kezaliman. Sebab dalam era dunia modern manusia sangat mudah berhutang. Dalam kebanyakan transaksi manusia dianjurkan untuk terlibat dalam hutang alias transaksi yang tidak tunai. Sedikit sedikit kredit. Apalagi skema pelunasan hutangnya melibatkan praktek riba yang termasuk dosa besar. Islam adalah ajaran yang menganjurkan manusia untuk membiasakan diri bertransaksi secara tunai. Ini bukan berarti Islam mengharamkan berhutang. Hanya saja Islam memandang bahwa berhutang merupakan suatu pilihan yang bukan ideal dan utama. Itulah sebabnya ayat terpanjang di dalam Al-Qur’an ialah ayat mengenai berhutang, yaitu surah Al-Baqarah ayat 282.
Suatu ketika Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ’anhu didatangi anaknya yang hendak meminjam uang. Lalu ia berkata kepadanya ”Nak, aku tidak punya uang.” Lantas anaknya mengusulkan agar ayahnya pinjamkan dari Baitul Maal (Simpanan Kekayaan Negara). Maka Umar-pun menulis memo kepada pemegang kunci Biatul Maal yang isinya: ”Wahai bendahara, tolong keluarkan sekian dinar dari Baitul Maal untuk aku pinjamkan ke anakku. Nanti biar aku cicil dengan potong gajiku tiga bulan ke depan.”
Maka memo tersebut dibawa oleh anaknya dan diserahkan kepada bendahara. Tidak berapa lama iapun kembali menemui ayahnya dengan wajah murung. ”Ayah, aku tidak menerima apa-apa dari bendahara kecuali secarik kertas ini untuk disampaikan kepadamu.” Maka Umar menyuruh anaknya membacakan isi memo balasan itu. Isinya ”Wahai Amirul Mu’minin Umar bin Khattab, bagiku sangatlah mudah untuk mengeluarkan sekian dinar dari Baitul Maal untuk engkau pinjam. Namun aku minta syarat terlebih dahulu darimu. Aku minta agar engkau memberi jaminan kepadaku bahwa tiga bulan ke depan Amirul Mu’minin Umar bin Khattab masih hidup di dunia untuk melunasi hutang tersebut.” Maka Umar langsung beristighfar dan menyuruh anaknya pulang…!

Mewah , Pangkal Jatuhnya Jiwa

Pada dasarnya tidaklah terlarang hidup mewah, karena dengan demikian kita dapat juga menyatakan nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada kita. Allah senang sekali apabila hambaNya menunjukkan bekas nikmatNya atas dirinya. Tetapi haruslah digali dalam jiwa apa yang mendorong untuk minat  hidup mewah tersebut?
Kebanyakan orang hidup mewah bukanlah karena mensyukuri nikmat Allah, tetapi hanya menunjukkan kelebihan daripada orang lain, hatinya menjadi kasat kasar, sebab dia lupa bahwa disamping hidupnya yang berlebih lebihan itu ada makhluk Ilahi lainnya yang masih diselubung kemiskinan, kadang kadang makan, kadang kadang tidak.
Selanjutnya kemewahan menyebabkan seseorang tidak lagi dapat menguasai harta bendanya yang dimilikinya, melainkan dia sendiri-lah yang diperbudak oleh kemewahan harta benda, selalu merasa belum cukup, selalu hendak tinggi dibanding orang lain, hingga ujung batas kehendak kemewahan itu tidak pernah ada…
Banyak orang menyangka bahwa nilai kehidupan ditentukan oleh rumah yang indah, mobil model terakhir, tambahan villa yang nyaman, simpanan dana besar di Bank, dan banyaknya pelayan di rumah. Tidak dipedulikan lagi nilai nilai kebenaran dan pegangan hidup. Bahkan untuk kemewahan inilah orang hendak berebut kekuasaan, sebab kekuasaan adalah kesempatan yang luas untuk berbuat mewah dan sekehendak hati.
Keruntuhan sebuah bangsa apabila ketika kemewahan sudah amat berlebihan, sehingga tidak ada lagi orang yang berada di tengah di antara kaum kaya dan kaum miskin. Nilai kebenaran diabaikan orang. Di masyarakat hanya ada lambung melambungkan, puji memuji, perkataan yang kosong nilai, amal dan usaha sedikit, tapi reklame dan propaganda menjadi banyak. Si miskin yang berkeringat, si tani yang menanam dan mengeluarkan hasil, menghilang, karena mereka tidak termasuk orang yang mewah. Namun orang yang mewah mendapatkan tumpukan pujian dan hormat, lantaran itu kian lama pintu menerima kata yang benar tertutup ke dalam hati mereka. Akhirnya apabila musibah datang, si mewah tidak dapat bertahan, hanya si miskin yang tetap menjadi kurban sejarah.
Kejatuhan bangsa Yunani dan Romawi kuno ialah kala kemewahan telah merusak jiwa, dan  orang Islam pun pernah mendapat giliran kuasai dunia , mencapai Eropa , seperti Spanyol hingga 700 tahun lamanya. Spanyol pernah menjadi kemegahan Islam dengan nilai seni yang tinggi tak ternilai, dan fikirannya yang sesuai dengan tauhid. Tetapi mereka akhirnya terusir dari negerinya karena tidak dapat lagi melepas jiwanya dari kemewahan, seketika terjadi peperangan , tentara tentara Islam telah tampil ke medan perang dengan pakaian warna warni, sutera, pelana kuda yang bertahtakan emas, sedangkan pasukan Kristen saat itu tampil ke medan perang dengan pakaian dan topeng dengan bahan besi dan bukan sutera.
Kala itu pasukan Nasrani berperang dengan gagah perkasa, sedang pihak Islam berperang laksana pasukan perempuan yang bersolek berhias. Peperangan ini dikenal dengan “Pertempuran Thibirnah”. Meskipun pasukan Islam terbilang banyak jumlahnya, mereka terkalahkan. Maka bersyairlah seorang penyair kala itu :
“Mereka memakai pakaian besi ke medan perang, dan kamu memakai pakaian sutera beraneka warna. Alangkah indahnya kamu, dan alangkah buruknya mereka…”
Kemewahan meracun jiwa, mengerdilkan semangat dan memadamkan semangat perjuangan, orang akan menjadi takut mati, karena terbelit oleh akar akar kemewahan…

Dunianya Sama, Akhirat Berbeda Tempat


Dua jenis manusia  itu sama sama berusaha mengais rezeki masing masing berupaya, awalnya mencukupi kebutuhan dasar yang paling pokok bagi diri sendiri dan keluarga. Dan, jika kebutuhan pokok itu sudah terpenuhi, mereka mulai mencari kemewahan kemewahan, agar seumur hidupnya dapat dijalani dengan kelimpahan, kemudahan, aman, tenteram, damai dan seterusnya.
Semua umat manusia, yang mukmin maupun yang kafir, agaknya nyaris sepakat dengan pola hidup seperti ini. Hanya , ada perbedaan mendasar dalam kesadaran dan cara berfikir diantara keduanya.
Orang kafir mengabdi pada kehidupan dunia an sich. Baginya, kebahagiaan dunia adalah tujuan puncak; dunia adalah kesempatan yang apabila terlewatkan, hilanglah segalanya.
Baginya, kehidupan hanyalah rentang waktu yang berlangsung di atas bumi ini saja. Ia tidak percaya bahwa ada kehidupan lain setelah kehidupan ini. Ia juga tidak yakin bahwa ada rumah tinggal lain setelah rumah tinggal (bumi) ini hancur.
Sedangkan orang mukmin, mereka memiliki pandangan yang bertolak belakang dengan pemahaman orang orang kafir. Orang mukmin percaya bahwa terdap

at kehidupan lain yang lebih nyata, lebih agung, di mana manusia akan tinggal kekal di dalamnya.
Bagi orang mukmin, kehidupan dunia adalah perjalanan menuju kehidupan berikutnya. Jadi di sini saatnya menanam, di sana kita akan menuai, di sini kita berlomba, di sana kita akan mendapatkan nilai.
Dunia, jika tidak dijadikan kendaraan menuju akhirat, akan menjelma menjadi fatamorgana yang penuh tipu daya dan kepalsuan.
Perbedaan kedua kelompok di atas sangat mendasar dan jelas, meskipun keduanya berjalan beriringan, sama sama bekerja keras mencari makan. Mereka berbeda pada motif, yang satu makan untuk hidup, yang lain hidup untuk makan.
Diakui memang, daya pikat dunia sangat luar biasa. Dan, persaingan keras kehidupan pun sangat menguras tenaga, menyita kesadaran dan fikiran yang tidak ringan. Sehingga banyak yang tertipu oleh capaian capaian dunia  yang sifatnya sementara, lebih memilih yang fana ketimbang yang abadi. Disinilah agama menciptakan ajaran ajarannya untuk menangani sekaligus dua wilayah yang sama sama penting.

-Muhammad Al Ghazali -

Bila Diriku Menjadi Pemimpin Negara, Kujadikan Negeri Ini Berdasarkan Ridho Allah dan Al Quran

Isteriku sayang, benar benar tadi , Allah SWT seolah olah telah membangkitkan kembali jiwa Bung Tomo-ku yang semurni murninya.
Jiwa Bung Tomo yang merasa bertanggung jawab terhadap keselamatan tanah air dan bangsanya. Jiwa Bung Tomo yang dengan bersedia berkorban apapun juga, kecuali kehormatannya – tidak akan mengelakkan tanggung jawab itu.
Isteriku sayang, siang tadi, hampir tengah hari, saya menyatakan kepada Allah SWT, bahwa bila Allah SWT memang meridhoi, SAYA BERSEDIA MEMEGANG PIMPINAN NEGARA INI.
Pimpinan yang saya arahkan agar Negara kita ini, Republik Indonesia proklamasi 17 Agustus 1945, benar benar Negara yang diridhoi Allah SWT.
Secara perlahan saya ucapkan siang tadi – langsung kepada Allah SWT, saya tidak menginginkan penghormatan karena tanpa menjadi kepala Negara pun sudah cukup memperoleh penghormatan dari masyarakat ; saya tidak menginginkan kenikmatan hidup dengan kedudukan itu karena kami sudah merasakannya; kami tidak menginginkan memperoleh kekayaan dan kedudukan itu, karena tanpa kedudukan dalam pemerintahan, kami pun sudah berkecukupan.
Niat saya hanyalah, bila tidak ada orang lain yang dikehendaki Allah, dan diri kami diberi tugas memimpin Negara kami ini nanti, maka kami hanya akan mohon keridhoan Allah, sekali lagi agar kami dapat menciptakan bagi bangsa kami sebuah Negara yang benar benar diridhoi Allah SWT sebagaimana yang sudah difirmankan oleh Allah SWT dalam Al Quran al Karim.
Kami mohon semoga kami tidak dipanggil “pulang kembali” oleh Allah SWT sebelum kami menyaksikan di dunia ini bahwa bangsa Indonesia sudah memiliki Negara yang diridhoi Allah SWT demikian itu.
Demikianlah, isteriku sayang, apa yang saya ucapkan perlahan siang tadi kepada Allah SWT yang Maha Pencipta, Yang Maha Kuasa, dan selanjutnya saya serahkan kepadaNya segala sesuatunya.
- Bung Tomo-

Sholatlah Tahajud, karena Ini Kebiasaan Orang Orang Saleh



Sebenarnya, manusia merasa senang dalam kesendiriannya, ini berlaku bagi manusia yang jiwanya baik dan bersih. Sebaliknya jika jiwa itu ada sesuatu yang mengotorinya, maka kesendirian itu ia rasakan sebagai sesuatu yang menyiksa dirinya.
Karena itu, orang orang saleh suka berkhalwat (menyendiri, mengasingkan diri) , oleh karena mereka bersama Allah. Adapun orang orang yang jiwa mereka belum bersih, maka mereka suka bercampur dan berhubungan dengan manusia supaya jiwa mereka bisa senang. Kesenangan hati bagi orang orang saleh adalah bilamana mereka suka berkhalwat dan bermunajat dengan Allah Rabbul Alamin. Pada saat mana dia melihat dirinya dalam keadaan beribadah kepada Allah maka pada saat itulah jiwanya tenang dan senang.
Oleh karenanya, kaum salaf, semoga Allah ridhai mereka, menganggap bahwa Qiyamul Lail (Sholat malam) adalah bagian dari hidup mereka. Bagian dari hidupnya, seolah olah ia adalah satu bagian anggota badannya. Adalah seseorang di antara mereka sangat besar penyesalannya apabila sampai terluput dari shalat tahajud.
Diriwayatkan tentang Tamim Ad Dari, bahwasanya pernah ia terluput dari shalat Tahajud satu malam, maka ia bersumpah pada dirinya untuk tidak tidur pada malam hari selama setahun penuh.
Disebutkan bahwa ada seseorang yang tidur semalaman sampai pagi, maka Rasulullah SAW bersabda :
“Orang itu kedua telinganya telah dikencingi syetan.” (HR Bukhari)
Oleh karena itu shalat tahajud merupakan bagian dari kehidupan mereka.
Sabda Nabi SAW :
“Kerjakanlah shalat tahajjud, karena sesungguhnya shalat tahajjud itu adalah adat kebiasaan orang orang saleh sebelum kalian.” (Shahih Al Jami Ash Shaghir no 6635)


Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad Al Mawarzi Ibnu Syabbuwaih telah menceritakan kepadaku Ali bin Husain dari ayahnya dari Yazid An Nahwi dari Ikrimah dari Ibnu Abbas dia berkata mengenai surt Al Muzammil, yaitu; “Bangunlah (shalat) di malam hari, kecuali sedikit daripadanya, (yaitu) separuhnya.” (QS Al Muzammil; 2-3). Ayat tersebut di hapus dengan surat ini, yaitu; “Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur’an.” (QS Al Muzzamil; 20). Maksud dari “Nasyi`atul lail” adalah shalat tahajjudnya mereka (para sahabat) di awal malam (sebelum di mansukh).” Ibnu Abbas melanjutkan; “Tahajjud di awal malam lebih sesuai untuk kamu tentukan batas waktu bangun malam yang telah di wajibkan Allah atas kamu. Hal itu karena manusia, apabila telah tidur, ia tidak tahu kapan dirinya bangun.” Maksud firman Allah; “Aqwamu qiila” ialah lebih sesuai untuk memahami AL Qur’an (ketika di baca pada malam hari) ” dan maksud ayat; “Inna laka fin nahaari sabhan thawiila” ialah kesempatan yang panjang.” (Sunan Abu Daud)