Sabtu, 28 November 2015

Cerpen : Cinta yang Pupus


Hasil gambar untuk gambar matahari redup
Cinta bagai bayang-bayang


Halaman sekolah itu tidak terlalu lebar, tumbuhan melati berjejer menghiasinya menjadi pemisah antara kelasku dan ruang kepala sekolah. Di sudut ruangan tampak seorang administrator lagi sibuk menangani kelulusan, sementara seluruh siswa kelas VI sedang gaduh untuk menanti datangnya sebuah kertas yang sangat tidak ternilai harganya.

Sebuah kertas yang lebih dikenal dengan sebutan ijazah. Lembaran yang ku nanti selama enam tahun di tempatku menamba ilmu. Tepat pada tahun 2004 aku keluar atau lulus dari sekolahku pada saat itu aku dinyatakan tamat dari sekolah dasar dengan nilai amat memuaskan.

Saat itu aku belum tahu apa-apa, aku tampak lugu dan untuk menambah pengetahuan dan mengerjakan kewajibanku sebagai manusia, aku meneruskan sekolahku ke jenjang yang lebih tinggi. Sebuah sekolah yang lokasinya cukup jauh dari kediamanku. Setiap hari aku dengan teman-teman berjalan kaki menahan panasnya terik matahari, menelusuri hutan dan persawahan sambil bersuka ria.

Namun itu semua, tidak mematahkan semangatku untuk menuntut ilmu. Enam bulan aku sudah menempa ilmu di sekolahku, aku selalu izin untuk bermain-main disekolahku yang lama karena sekolahku itu tidak terlalu jauh dari rumah yang aku tempati. Hampir setiap hari aku izin tanpa keterangan yang jelas.

Kenakalanku makin menjadi-jadi kala aku melihat sosok wanita yang cantik sedang berdiri di sebuah tempat yang kurang lebih 5 meter dari tempat aku berdiri sekarang. Aku lihat tampangnya wanita itu memiliki karakter yang bagus dan sholehah. Aku tetap memandanginya hingga jauh, sehingga bayangannya menari-nari sulit untuk hilang dari ingatanku, kala wanita itu telah lama lenyap dari hadapanku.

Detik berganti menit, jampun silih berganti, waktu itu tepat pukul 05.30 hingga pukul 06.00 sangat cepat berlalu. Hari itu aku harus berangkat pagi-pagi ke sekolah untuk membersihkan halaman dan ruang kelas karena waktu itu merupakan jadwal piketku. Ditengah-tengah kesibukan itu, aku teringat bayangan sesosok wanita kemaren yang telah merasuki jiwaku. Dia selalu hadir dalam segenap lamunan dan fikiranku akhir-akhir ini.

Maka dengan rasa penasaran yang mendalam aku memberanikan diri dalam rasa sungkan yang luar biasa untuk menanyakan kepada teman-teman. Siapakah wanita yang aku lihat kemaren itu??. Alih-alih tidak ada jawan yang cukup mewakili dari semua jawaban mereka, mungkin mereka belum mengenalinya.

Hampir setiap hari aku menanyakan tentang dirinya. Namun, tidak ada jawan yang jelas dan tidak jauh berbeda dari yang sebelumnya. Akhirnya, aku mencoba mencari tahu sendiri tentang dirinya. Tergianglah di telingaku sebuah nama yang indah dan mempesona, namanya adalah Nabila....!

Hari-hariku nampak bagitu indah saat musim panas berubah menjadi musim semi. Saking berbunganya hatiku semua berubah menjadi lebih indah, penjara menjadi istina, hutan berubah menjadi taman bunga, dan terkadang aku merasa malu pada keteranganku sendiri.

Bila ada orang yang melihatku pada saat itu, pasti mereka mengira aku sedang tergila-gila pada sesosok wanita yang menancapkan panah asmaranya padaku. Melihat wajah cantik dan jelita itu membuatku jatuh hati padanya. Apakah ini yang namanya cinta??

Entahlah,,,,! Itu cinta atau bukan yang jelas aku bahagia saat bertemu dengan dia dan senang bukan kepalang saat melihat senyumnya. Sudah tidak ada bandingnya hanya dia seorang yang ada dalam hidupku. Setiap waktuku hanya ada namanya yang selalu terkenang dalam fikiran dan sanubariku.
***
Diawali dengan sungguh indah dan seakan menjanjikan kebahagiaan dalam duniaku. Namun, kebahagiaan itu menjelma dan menggoreskan luka yang cukup dalam. Nabila gadis yang aku suka dan bikin aku terpana oleh parasnya, ternyata dia sudah ada yang punya. Nabila adalah pacar dari temanku Hadi namanya.

Awalnya aku tidak memperdulikan hal itu. Tetapi, aku mulai sadar bahwa ada sisi yang lebih utama dan lebih penting dari cintaku itu. Aku tidak ingin menyakiti dan mengecewakan salah satu temanku sendiri. Menurutku teman adalah jauh lebih penting dibandingkan yang lainnya.
Begitulah, saat aku akan memulai dan akan merajut serta membangun cintaku dengan Nabila. Bangunan cinta yang kokoh dengan pondasi yang kuat dengan dia. Aku bingung sambil bertanya-tanya “apa yang terjadi dan aku harus bagaimana??”. Setiap hari aku melihatnya, wajahnya semakin tampak cantik bak cahaya rembulan pada saat bulan purnama.

Keadaan itu membuatku tambah semangat ingin memilikinya. Kulihat mentari masih tetap dengan keemasannya memancarkan sinarnya pada sudut-sudut halaman, memberi warna pelangi yang cukup jelas dan terang pada pandangan mataku. Rerumputan ikut bergoyang berlambai-lambai mengikuti arah matangin menghembus.
 
Aku dapat merasakan segarnya udara itu, meskipun disampingku ada sainganku Hadi. Dengan suara agak keras ia menjerit “Aku ingin kembali.....!!”

Sumber : Jazosmed@syamsulkholil

Tidak ada komentar:

Posting Komentar