Sabtu, 28 Februari 2015

Tokoh Penemu Telepon

Alexander Graham Bell tercatat sebagai penemu Telepon Yang Pertama, dilahirkan tahun 1847 di Edinburg, Skotlandia. Minat Bell memproduksi kembali suara vokal timbul secara wajar karena ayahnya seorang ahli dalam hal fisiologi vokal, memperbaiki pidato dan mengajar orang-orang tuli. Bell pernah ke Boston, negara bagian Massachusetts tahun 1871. Di sanalah pada tahun 1875 dia membuat percobaan-percobaan yang mengarah pada penemuan telepon. Dia mengumpulkan paten untuk mengokohkan penemuannya di bulan Februari 1876 dan mendapat imbalan beberapa minggu kemudian.

(Menarik sekali untuk dicatat bahwa seorang lain bernama Elisha Gray juga mengumpulkan paten penemuan untuk pengokohan mengenai peralatan serupa pada hari yang berbarengan dengan apa yang diperbuat Bell, hanya selisih beberapa jam saja).

Tak lama sesudah patennya diterima, Bell mempertontonkan telepon di pameran 100 tahun kota Philadelphia. Penemuannya menarik perhatian besar publik dan mendapat penghargaan atas hasil karyanya. Tetapi, The Western Union Telegraph Company yang menawarkan uang sebesar $100.000 buat penemuan alat itu mengelak membayarnya. Karena itu, Bell dan kawan-kawannya, di bulan Juli 1877, mendirikan perusahaan sendiri, nenek moyang dari American Telephone and Telegraph Company sekarang. Telepon dengan cepat dan besar-besaran mencapai sukses secara komersial. Sakarang ini AT & T merupakan perusahaan bisnis yang terbesar di dunia.


Bell dan istrinya yang di bulan Maret 1879 memegang 15 persen saham dari perusahaan itu tampaknya tak punya bayangan betapa akan fantastisnya keuntungan yang bakal diterima oleh perusahaan itu. Dalam tempo cuma tujuh bulan, mereka sudah jual sebagian besar saham mereka dengan harga rata-rata $250 per saham. Di bulan Nopember harganya sudah melesat naik jadi $1000 per saham! (Di bulan Maret itu isterinya-lah yang mendesak buru-buru jual karena dia khawatir harga saham tak akan sampai setinggi itu lagi!) Di tahun 1881 dengan gegabah mereka jual lagi sepertiga jumlah sisa saham yang mereka punyai. Meski begitu, toh dalam tahun 1883 mereka sudah bisa peroleh keuntungan seharga sekitar sejuta dolar.

Kendati penemuan telepon sudah mengorbitkan Bell jadi kaya-raya, dia tak pernah berhenti meneruskan penyelidikannya, dan dia berhasil menemukan lagi pelbagai alat yang berguna walau tidak sepenting telepon. Minatnya beraneka ragam, tetapi tujuan utamanya adalah menolong orang tuli. Istrinya sendiri tadinya gadis tuli yang dilatihnya sendiri. Empat anak, dua lelaki dua perempuan keluar berkat perkawinan tetapi keempatnya mati muda. Tahun 1882 Bell jadi warganegara Amerika Serikat dan mati tahun 1922.

Ukuran besar-kecilnya pengaruh Bell terletak pada penilaian besar kecilnya makna telepon itu sendiri. Menurut hemat saya, pengaruh itu besar sekali karena tak banyak penemuan yang begitu luas digunakan orang dan begitu besar pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari.

Profil Abu Nawas Sang Pujangga


Nama asli Abu Nawas adalah Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami. Dia dilahirkan pada 145 H (747 M ) di kota Ahvaz di negeri Persia (Iran sekarang), dengan darah dari ayah Arab dan ibu Persia mengalir di tubuhnya. Abu Nawas merupakan seorang pujangga Arab dan dianggap sebagai salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik. Abu Nawas juga muncul beberapa kali dalam kisah Seribu Satu Malam. Ayahnya, Hani al-Hakam, merupakan anggota legiun militer Marwan II. Sementara ibunya bernama Jalban, wanita Persia yang bekerja sebagai pencuci kain wol. Sejak kecil ia sudah yatim. Sang ibu kemudian membawanya ke Bashrah, Irak. Di kota inilah Abu Nawas belajar berbagai ilmu pengetahuan.
Masa mudanya penuh perilaku kontroversial yang membuat  Abu Nawas tampil sebagai tokoh yang unik dalam khazanah sastra Arab Islam. Meski begitu, sajak-sajaknya juga sarat dengan nilai sprirtual, di samping cita rasa kemanusiaan dan keadilan. Abu Nawas belajar sastra Arab kepada Abu Zaid al-Anshari dan Abu Ubaidah. Ia juga belajar Al-Quran kepada Ya'qub al-Hadrami. Sementara dalam Ilmu Hadis, ia belajar kepada Abu Walid bin Ziyad, Muktamir bin Sulaiman, Yahya bin Said al-Qattan, dan Azhar bin Sa'ad as-Samman.
Pertemuannya dengan penyair dari Kufah, Walibah bin Habab al-Asadi, telah memperhalus gaya bahasanya dan membawanya ke puncak kesusastraan Arab. Walibah sangat tertarik pada bakat Abu Nawas yang kemudian membawanya kembali ke Ahwaz, lalu ke Kufah. Di Kufah bakat Abu Nawas digembleng. Ahmar menyuruh Abu Nawas berdiam di pedalaman, hidup bersama orang-orang Arab Badui untuk memperdalam dan memperhalus bahasa Arab.
Kemudian ia pindah ke Baghdad. Di pusat peradaban Dinasti Abbasyiah inilah ia berkumpul dengan para penyair. Berkat kehebatannya menulis puisi, Abu Nawas dapat berkenalan dengan para bangsawan. Namun karena kedekatannya dengan para bangsawan inilah puisi-puisinya pada masa itu berubah, yakni cenderung memuja dan menjilat penguasa.
Dalam Al-Wasith fil Adabil 'Arabi wa Tarikhihi, Abu Nawas digambarkan sebagai penyair multivisi, penuh canda, berlidah tajam, pengkhayal ulung, dan tokoh terkemuka sastrawan angkatan baru. Namun sayang, karya-karya ilmiahnya justru jarang dikenal di dunia intelektual. Ia hanya dipandang sebagai orang yang suka bertingkah lucu dan tidak lazim. Kepandaiannya menulis puisi menarik perhatian Khalifah Harun al-Rasyid. Melalui musikus istana, Ishaq al-Wawsuli, Abu Nawas dipanggil untuk menjadi penyair istana (sya'irul bilad).
Sikapnya yang jenaka menjadikan perjalanan hidupnya benar-benar penuh warna. Kegemarannya bermain kata-kata dengan selera humor yang tinggi seakan menjadi legenda tersendiri dalam khazanah peradaban dunia. Kedekatannya dengan kekuasaan juga pernah menjerumuskannya ke dalam penjara. Pasalnya, suatu ketika Abu Nawas membaca puisi Kafilah Bani Mudhar yang dianggap menyinggung Khalifah. Tentu saja Khalifah murka, lantas memenjarakannya. Setelah bebas, ia berpaling dari Khalifah dan mengabdi kepada Perdana Menteri Barmak. Ia meninggalkan Baghdad setelah keluarga Barmak jatuh pada tahun 803 M. Setelah itu ia pergi ke Mesir dan menggubah puisi untuk Gubernur Mesir, Khasib bin Abdul Hamid al-Ajami. Tetapi, ia kembali lagi ke Baghdad setelah Harun al-Rasyid meninggal dan digantikan oleh Al-Amin.
Sejak mendekam di penjara, syair-syair Abu Nawas berubah, menjadi religius. Jika sebelumnya ia sangat pongah dengan kehidupan duniawi yang penuh glamor dan hura-hura, kini ia lebih pasrah kepada kekuasaan Allah.
Memang, pencapaiannya dalam menulis puisi diilhami kegemarannya melakukan maksiat. Tetapi, justru di jalan gelap itulah, Abu Nawas menemukan nilai-nilai ketuhanan. Sajak-sajak tobatnya bisa ditafisrkan sebagai jalan panjang menuju Tuhan. Meski dekat dengan Sultan Harun al-Rasyid, Abu Nawas tak selamanya hidup dalam kegemerlapan duniawi. Ia pernah hidup dalam kegelapan – tetapi yang justru membawa keberkahan tersendiri.
Seorang sahabatnya, Abu Hifan bin Yusuf bin Dayah, memberi kesaksian, akhir hayat Abu Nawas sangat diwarnai dengan kegiatan ibadah. Beberapa sajaknya menguatkan hal itu. Salah satu bait puisinya yang sangat indah merupakan ungkapan rasa sesal yang amat dalam akan masa lalunya.

Rabu, 25 Februari 2015

Cerita Lucu : Abu Nawas vs Einstein

Einstein dan Abu Nawas duduk berdampingan dalam sebuah penerbangan.

Einstein mengajak memainkan sebuah permainan tebak-tebakan.

Einstein: Aku akan mengajukan satu pertanyaan, jika Anda tidak tahu jawabannya maka Anda membayar saya hanya $ 5, dan jika saya tidak tahu jawabannya, saya akan membayar Anda $ 500.

Einstein mengajukan pertanyaan pertama:

Berapa jarak dari Bumi ke Bulan ?

Abu Nawas tidak mengucapkan sepatah kata pun, merogoh saku, mengeluarkan $ 5.

Sekarang, giliran Abu Nawas...

Dia bertanya kepada Einstein: Apakah yang naik ke atas bukit dengan 3 kaki, dan akan turun dengan 4 kaki ?

Einstein melakukan pencarian internet, dan meminta semua teman-temannya yang cerdas.

Setelah satu jam mencari jawaban...akhirnya ia memberikan Abu Nawas $ 500.

Einstein sambil penasaran bertanya: Nah, jadi apa yang naik ke atas bukit dengan tiga kaki dan turun dengan empat kaki ?

Abu Nawas tidak bersuara, dia merogoh saku, dan memberikan Einstein $ 5

Anekdot Sufi : Abu Nawas dan Majikannya


Hasil gambar untuk karikatur abu nawas

Abu Nawas pernah bekerja pada seorang yang sangat kaya, tetapi seperti biasanya ia mendapatkan kesulitan dalam pekerjaannya. Pada suatu hari orang kaya itu memanggilnya, katanya, “Abu Nawas kemarilah kau. Kau ini baik, tetapi lamban sekali. Kau ini tidak pernah mengerjakan satu pekerjaan selesai sekaligus. Kalau kau kusuruh beli tiga butir telur, kau tidak membelinya sekaligus. Kau pergi ke warung, kemudian kembali membawa satu telur, kemudian pergi lagi, balik lagi membawa satu telur lagi, dan seterusnya, sehingga untuk beli tiga telur kamu pergi tiga kali ke warung.”

Abu Nawas menjawab, “Maaf, Tuan, saya memang salah. Saya tidak akan mengerjakan hal serupa itu sekali lagi. Saya akan mengerjakan sekaligus saja nanti supaya cepat beres.”

Beberapa waktu kemudian majikan Abu Nawas itu jatuh sakit dan ia pun menyuruh Abu Nawas pergi memanggil dokter.Tak lama kemudian Abu Nawas pun kembali, ternyata ia tidak hanya membawa dokter, tetapi juga bebarapa orang lain.
Ia masuk ke kamar orang kaya itu yang sedang berbaring di ranjang, katanya, “Dokter sudah datang, Tuan, dan yang lain-lain sudah datang juga.” “Yang lain-lain? Tanya orang kaya itu. “Aku tadi hanya minta kamu memanggil dokter, yang lain-lain itu siapa?”

“Begini Tuan!” jawab Abu Nawas, “Dokter biasanya menyuruh kita minum obat. Jadi saya membawa tukang obat sekalian. Dan tukang obat itu tentunya membuat obatnya dari bahan yang bermacam-macam dan saya juga membawa orang yang berjualan bahan obat-obat-an bermacam-macam. Saya juga membawa penjual arang, karena biasanya obat itu direbus dahulu, jadi kita memerlukan tukang arang. Dan mungkin juga Tuan tidak sembuh dan malah mati. Jadi saya bawa sekalian tukang gali kuburan.”

Berbuat Baik kepada Orang Tua

ara pembaca yang dicerahkan hatinya, menyambung lagi artikel sebelumnya mengenai berbakti kepada orang tua Part 2, silahkan buka artikel sebelumnya:Memaknai berbakti kepada orang tua.
Dan di edisi kali ini akan lebih banyak menampilkan dalil dari Al-Qur’an yang menggambarkan betapa pentingnya berbakti kepada orang tua. Sebelum itu mari lihat pengertian dari berbakti kepada orang tua.

“Birrul walidaini” yaitu ihsan atau berbuat baik dan bakti kepada orang tua dengan memenuhi hak-hak kedua orang tua serta menaati perintah keduanya selama tidak melanggar syariat.

Lawan katanya yaitu “Aqqul walidaini”, yaitu durhaka kepada orang tua dengan melakukan apa yang menyakiti keduanya dengan berbuat jahat baik melalui perkataan ataupun perbuatan serta meninggalkan kebaikan kepada keduanya.

Hukum bakti kepada orang tua wajib ‘ainiy (mutlak) sedangkan durhaka kepada keduanya haram.

Bagaimana berbakti kepada orang tua menurut Al-Qur’an, sebagaimana ayat-ayat Al-Qur’an berikut :

1. Perkataan “Ah” saja termasuk suatu dosa kepada orang tua apalagi, membentak, memukul, atau hal lainnya yang lebih kejam. Selain itu juga perlu berlemah lembut kepada orang tua selalu mendoakan keduanya agar dikasihi oleh Allah SWT.


Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Al Isra(17):23)

 “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (Al Isra(17):24)

2. Perintah berbakti kepada orang tua setelah perintah untuk beribadah kepada Allah tanpa mempersekutukannya. Hal ini menggambarkan pentingnya berbakti kepada orang tua. Dalam ayat lain Allah SWT menjelaskan bahwa bersyukur kepada orang tua (dengan berbakti kepada keduanya) merupakan kesyukuran kepada Allah SWT, karena Allah menciptakan semua manusia dari rahim orang tua.

yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, (Al-An’am 151).

3.  Meskipun orang tua menyuruh kepada suatu perbuatan yang menyekutukan Allah SWT, atau orang tua tersebut masih belum memeluk Islam, sikap berbakti kepada orang tua tetap menjadi suatu kewajiban oleh seorang anak tanpa harus mematuhi perintah mereka yang menyalahi syariat.

15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

4.  Jasa orang tua terutama ibu diungkapkan dalam suatu ayat Al-Qur’an, dimana seorang ibu rela berkorban dalam mengandung anaknya, kemudian menyusuinya. Semua jasa orang tua di kala anak masih kecil dan lemah perlu diingat dan dikenang untuk selamanya.

14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

Untuk menutup part 3, ada sebuah kisah nyata yang diceritakan Rasulullah SAW, mengenai 3 orang yang terjebak dalam gua, kemudian berdoa kepada Allah dengan menyebutkan amal saleh yang mereka lakukan agar Allah berkenan menolong mereka dari gua yang tertutupi batu-batu.

Salah satu orang dari mereka menyebutkan bahwa amal shalehnya ialah “aku memiliki orang tua yang telah usia lanjut, dan aku selalu mendahulukan kepentingan mereka dibandingkan keluarga dan hartaku, aku biasanya membawakan minuman (susu) bagi mereka dan tidak membiarkan siapapun meminumnya kecuali setelah mereka minum. Apabila ini merupakan merupakan amal shaleh yang mengharap ridha-Mu maka keluarkanlah kami dari gua ini."

Pada akhir cerita, setelah setiap orang menceritakan amal shalehnya maka akhirnya pintu gua yang tertutupi bebatuan akhirnya terbuka dan mereka akhirnya keluar dengan selamat.

Marilah para sahabat kita merawat orang tua kita sebaik-baiknya, dan senantiasa mendahulukan kepentingan mereka.  Merupakan suatu kesalahan bila terlalu memanjakan anak dan pasangan tetapi mengacuhkan kepentingan orang tua yang seharusnya dijunjung tinggi dalam suatu keluarga. Orang tua memang membutuhkan materi (uang) tetapi masih ada yang lebih penting bagi mereka yaitu kasih sayang. Menyapa, menanyakan kabar mereka, kesehatan mereka, apa yang mereka inginkan merupakan suatu hal sepele namun berarti besar bagi mereka.

Selasa, 24 Februari 2015

KH. Muhammad Kholil Madura


Syaikhona Kholil. Siapa yang tidak kenal dengan seorang ulama sekaligus seorang waliyullah yang berasal dari Bangkalan, Madura ini. Beliau mahsyur sebagai mubaligh, pemimpin pesantren, pencetak kader ulama terkemuka di Jawa Madura, dan juga menjalani kehidupan sufi dan Mursyid Thariqat. Disamping itu, Syaikhona Kholil adalah inspirator bedirinya organisasi Islam terbesar di Indonesia, yang kini dikenal dengan nama Nahdhatul Ulama (NU).
Tak seorangpun meragukan keulamaan dan kewalian beliau. Hal ini terbukti, semua ulama ternama yang mempunyai pesantren besar adalah hasil tempaannya. Sebagai seorang pendidik yang berhasil pada zamannya, hampir semua ulama besar abad 20 pernah berguru pada Syaikhona. Mulai dari KH. Hasyim Asyari (Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang), KHR. As’ad syamsul Arifin (Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Asembagus, Situbondo), KH. Abdul Wahab Hasbullah (Penerus dan Pengasuh Pondok Pesantren Tambak Beras Jombang), KH. Bisri Syamsuri (Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif, Denanyar, Jombang), KH. Maksun (Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Al Hidayah Lassem, Rembang), KH. Bisri Mustofa (Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Rembang) dan masih banyak lagi Kiai-Kiai terkemuka yang pernah menimba ilmu pada beliau.
Syaikhona Kholil memang satu fenomena tersendiri. Selain kealimannya dalam ilmu nahwu, sharaf, fiqih, dan ilmu-ilmu al Qur’an, termasuk qira’ah sab’ah dan juga seorang hafizh Al Qur’an. Selain kealimannya, beliau diakui memiliki kemampuan dalam hal yang tidak kasat mata. Memiliki kekuatan supranatural yang tinggi, waskita yang luar biasa. Sangat wajar bila sebagian besar umat Islam meyakininya sebagai wali Allah di Madura. Dan syaikhona adalah gelar yang beliau terima setelah menempuh perjalanan panjang dengan berjalan kaki dari Makkah ke Mesir.
Hasil gambar untuk pulau madura

Menyumbat Kapal Bocor bagi Waliyullah


Sebagai pemimpin pesantren, Kiai Kholil senantiasa mengimami sholat berjamaah di masjid. Suatu ketika, saat mengimami sholat, tiba-tiba Kiai Kholil keluar dari jamaah sholat menuju halaman masjid. Tangan Kiai Kholil bergerak ke kanan kiri seakan berbuat sesuatu yang meyibukkan. Hal ini tidak dipahami para santri. Mereka hanya berdiam seribu bahasa, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Setelah beberapa saat Kiai Kholil di halaman, lalu kembali mengimami sholat hingga selesai. hari demi hari telah berlalu, begitu pula dengan kegiatan pesantren berjalan sebagaimana mestinya. Tetapi, bagi para santri peristiwa aneh yang tidak dipahami beberapa hari lalu itu masih tetap menjadi tanda tanya. Para santri tetap penasaran sebelum terpecahkan. Hari demi hari berlalu, tidak ada tanda-tanda pemecahan peristiwa yang selalu diingat itu.
Kejelasan tentang peristiwa tersebut terkuak saat beberapa orang datang dengan membawa bungkusan sangat banyak.
“Mau kemana saudara-saudara-saudara ini?” tanya seorang santri kepada tamu yang baru datang.
“Saya mau menemui Kiai Kholil. Seminggu yang lalu beliau telah menolong kami dari musibah bocornya kapal kami,” jawab rombongan yang baru datang itu.
“Seminggu yang lalu?” pikir santri. Padahal, beberapa minggu lalu Kiai Kholil tidak pernah bepergian, apalagi menyeberangi laut. Akhirnya para santri mengantarkan rombongan yang baru datang tersebut kepada Kiai Kholil.
“Ada keperluan apa?” tanya Kiai Kholil menyambut kedatangan mereka.
“Kami ingin mengucapkan terima kasih berkat upaya Kiai yang menyumbat kapal kami yang bocor, sehingga kami selamat. Kami tentu akan tenggelam jika tidak ada Kiai dan harta kami akan hilang begitu saja," ucap rombongan itu dengan wajah berseri-seri.
Para santri yang sengaja mendengarkan pembicaraan rombongan itu sadar dan mamahami kejadian minggu lalu. Rupanya ketika Kiai memimpin Sholat berjamaah lalu keluar ke halaman masjid dalam upaya menyumbat kapal yang bocor. Pantas tangan Kiai sibuk bergerak kian kemari.
Hasil gambar untuk gambar kapal jokotole di kamal

Waliyullah dari Madura (KH. Mohammad Kholil-Bangkalan)


Hasil gambar untuk gambar pohon aren
Suatu sore di pesisir pantai Bangkalan, Kiai Kholil hanya ditemani oleh Kiai Syamsul Arifin, salah satu muridnya yang juga sahabatnya. Beliau-beliau ini sedang berbincang-bincang tentang pengembangan pesantren dan persoalan umat Islam di daerah Madura.
Persoalan demi persoalan dibicarakan, dan tidak terasa matahari sudah hampir tenggelam. Sedangkan kiai Kholil dan sahabatnya tersebut belum sholat Ashar.
“Kita belum sholat Ashar Kiai,” kata Kiai Syamsul Arifin.
“Astaghfirullah…”, Kata Kiai Kholil menyadari kekhilafannya.
Dan kiai Syamsul berkata bahwa saat itu waktu sudah hampir habis dan tidak mungkin bisa melakukan sholat Ashar secara sempurna. Kiai Kholil-pun menjawab agar Kiai Syamsul mencari Kerocok. Kiai Syamsul tentu heran, untuk apa Kerocok itu, dan bertanyalah beliau kepada Kiai Kholil. Kiai Kholil hanya menjawab dengan tersenyum,
“Ya kita pakai ke Mekkah”,
Setelah mendapat kerocok, kiai Kholil naik ke atasnya dan diikuti oleh Kiai Syamsul. Beberapa saat Kiai Kholil menatap ke arah barat. Dan tiba-tiba kerocok yang dinaikki beliau melesat sangat cepat dan sulit diikuti pandangan mata. Sesampainya di Mekkah, adzan Sholat Ashar baru saja dikumandangkan. Setelah mengambil air wudhu, dua kiai besar ini segera menuju shof pertama Sholat Ashar berjamaah di Masjidil Haram.
Ulama' memberitahu kita, Barangsiapa mendapatkan Alloh swt. maka ia mendapatkan segala-galanya, dan barangsiapa kehilangan Alloh swt. maka ia kehilangan segala-galanya.

KH. Moh. Kholil Bin Abd. Lathif Masuk Penjara


Bagaimana seorang Kiai terkemuka bisa masuk penjara? Mungkin itu yang akan terngiang di benak anda. Saya-pun penasaran saat membaca judul tersebut di buku kumpulan Karomah beliau, Kiai Kholil.
Ceritanya seperti berikut..
Hasil gambar untuk karikatur ulama' di penjaraBeberapa pelarian pejuang kemerdekaan dari Jawa bersembunyi di pesantren Kiai Kholil. Kompeni Belanda, rupanya mencium kabar itu. Tentara Belanda berupaya keras untuk menangkap para pejuang kemerdekaan yang bersembunyi itu. Rencana penangkapan diupayakan secepat mungkin.
Setelah yakin bersembunyi di pesantren, tentara Belanda memasuki pesantren Kiai Kholil. Seluruh pojok pesantren digerebek. Ternyata tidak menemukan apa-apa. Hal itu membuat Kompeni marah besar. Karena kejengkelannya, akhirnya membawa pimpinanpesantren, yaitu Kiai Kholil untuk ditahan. Dengan siasat ini, mereka berharap ditahannya Kiai, para pejuang segera menyerahkan diri.
Ketika Kiai dimasukkan ke dalam tahanan, maka beberapa peristiwa ganjil mulai muncul. Hal ini membuat susah petugas penjara. Mula-mula ketika Kiai masuk ke dalam tahanan, semua pintu tahanan tidak bisa ditutup. Dengan demikian, pintu tahanan dalam keadaan terbuka terus-menerus. Kompeni Belanda harus terjaga siang dan malam secara terus-menerus. Sebab jika tidak, maka tahanan bisa melarikan diri.
Pada hari berikutnya, sejak Kiai ditahan, ribuan orang dari Madura dan Jawa berdatangan untuk menjenguk dan mengirim makanan. Kejadian ini membuat kompeni merasa kewalahan mengatur orang sebanyak itu. Silih berganti setiap hari terus-menerus.
Akhirnya, kompeni membuat larangan berkunjung. Pelarangan itu, rupanya tidak menyelesaikan masalah. Masyarakat justru datang setiap harinya semakin banyak. Para pengunjung yang bermaksud berkunjung ke Kiai Kholil bergerombol di sekitar rumah tahahan. Bahkan, banyak yang minta ditahan bersama Kiai. Sikap nekad masyarakat yang mengunjungi Kiai jelas membuat Belanda makin kewalahan. Kompeni merasa khawatir, kalau dibiarkan berlarut-larut suasana akan semakin parah. Akhirnya, daripada pusing memikirkan hal yang sulit dimengerti oleh akal itu, kompeni Belanda melepaskan Kiai begitu saja.
Setelah kompeni mengeluarkan Kiai Kholil dari penjara, baru semua kegiatan berjalan sebagaimana biasanya. Demikian juga dengan pintu penjara sudah bisa ditutup kembali serta para pengunjung yang berjubel di sekitar penjara, kembali pulang ke rumahnya masing-masing.
Ceritanya begitu singkat bukan. Mungkin terdengar biasa saja, namun inilah yang istimewa. Bagaimana bisa pintu penjara tidak bisa ditutup? Inilah kemudahan dari Allah untuk kekasihNya. Allah berkehendak Kiai Kholil bebas, maka bebaslah Kiai Kholil dengan mudah dari penjara dengan cara yang unik. Subhanallah..