Selasa, 24 Februari 2015

Waliyullah dari Madura (KH. Mohammad Kholil-Bangkalan)


Hasil gambar untuk gambar pohon aren
Suatu sore di pesisir pantai Bangkalan, Kiai Kholil hanya ditemani oleh Kiai Syamsul Arifin, salah satu muridnya yang juga sahabatnya. Beliau-beliau ini sedang berbincang-bincang tentang pengembangan pesantren dan persoalan umat Islam di daerah Madura.
Persoalan demi persoalan dibicarakan, dan tidak terasa matahari sudah hampir tenggelam. Sedangkan kiai Kholil dan sahabatnya tersebut belum sholat Ashar.
“Kita belum sholat Ashar Kiai,” kata Kiai Syamsul Arifin.
“Astaghfirullah…”, Kata Kiai Kholil menyadari kekhilafannya.
Dan kiai Syamsul berkata bahwa saat itu waktu sudah hampir habis dan tidak mungkin bisa melakukan sholat Ashar secara sempurna. Kiai Kholil-pun menjawab agar Kiai Syamsul mencari Kerocok. Kiai Syamsul tentu heran, untuk apa Kerocok itu, dan bertanyalah beliau kepada Kiai Kholil. Kiai Kholil hanya menjawab dengan tersenyum,
“Ya kita pakai ke Mekkah”,
Setelah mendapat kerocok, kiai Kholil naik ke atasnya dan diikuti oleh Kiai Syamsul. Beberapa saat Kiai Kholil menatap ke arah barat. Dan tiba-tiba kerocok yang dinaikki beliau melesat sangat cepat dan sulit diikuti pandangan mata. Sesampainya di Mekkah, adzan Sholat Ashar baru saja dikumandangkan. Setelah mengambil air wudhu, dua kiai besar ini segera menuju shof pertama Sholat Ashar berjamaah di Masjidil Haram.
Ulama' memberitahu kita, Barangsiapa mendapatkan Alloh swt. maka ia mendapatkan segala-galanya, dan barangsiapa kehilangan Alloh swt. maka ia kehilangan segala-galanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar