Harun Ar Rasyid mempunyai seorang anak laki-laki yang berumur sekitar
16 tahun. Ia banyak duduk di majlis orang-orang zuhud dan wara’.
Dia juga sering berziarah ke pemakaman. Ketika sampai di pemakaman,
ia berkata, “Ada masanya kalian tinggal di dunia ini dan sebagai
tuannya. Akan tetapi ternyata dunia tidak melindungi kalian sehingga
kalian sampai ke dalam kubur. Seandainya aku mengetahui apa yang menimpa
kalian sekarang ini, tentu aku ingin mengetahui apa yang kalian katakan
dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan kepada kalian.
kemudian ia membaca syair ini:
“Pemakaman menakutkanku setiap hari. Suara tangisan dan ratapan wanita yang berduka cita membuatku sedih.”
Pada suatu hari, ia datang ke istana ayahnya, Harun Ar Rasyid. Pada
waktu itu, semua menteri dan para pejabat kerajaan beserta tamu-tamu
terhormat lainnyasedang berkumpul bersama raja, sedangkan anak laki-laki
tersebut hanya mengenakan kain yang sangat sederhana dengan surban
dikepalanya.
Ketika orang-orang istana melihat dirinya dalam keadaan seperti itu, mereka saling berkata,
“Tingkah laku anak gila ini menghina Amirul Mukminin di hadapan para
bangsawan. Jika Amirul Mukminin menasehati dan mengingatkannya, mungkin
ia akan berhenti dari kebiasaannya gilanya itu.”
Begitu mendengar perkataan mereka, Amirul Mukminin berkata kepada anak laki-lakinya,
“Wahai anakku sayang, engkau telah mempermalukan diriku di hadapan para bangsawan.”
Mendengar kata-kata itu, ia tidak menjawab sepatah katapun atas
perkataan ayahnya, tetapi ia memanggil seekor burung yang bertengger di
ruangan tersebut dan berkata,
“Demi Dzat yang menciptakanmu, terbang dan hinggaplah di atas tanganku.”
Burung itupun terbang dan hinggap di atas tangannya. Kemudian ia berkata, “Sekarang, kembalilah ke tempatmu”
Maka terbanglah burung itu lalu kembali ke tempatnya. Setelah itu ia berkata,
“Ayahku, sebenarnya kecintaanmu kepada dunia itulah yang telah
menghinakan diriku. Sekarang aku telah bertekad untuk berpisah
denganmu.”
Setelah berkata demikian, anak tersebut pergi meninggalkan istana. Ia
pergi hanya membawa Al Quran. Ibunya memberinya sebuah cincin yang
sangat mahal agar dapat digunakan pada saat memerlukan.
Ia berjalan dari istana hingga tiba di Bashrah. Ia mulai bekerja
sebagai buruh. Tetapi dalam satu minggu, ia hanya bekerja selama satu
hari, yakni pada hari sabtu. Hasil jerih payahnya selama sehari ia
gunakan untuk keperluan hidupnya selama seminggu. Kemudian pada hari ke
delapan, yakni pada hari sabtu, ia bekerja lagi.
Ia hanya menerima upah sebesar satu dirham, dan untuk keperluan
setiap harinya, ia menggunakannya sebesar satu danaq (seperenam dirham).
Ia tidak mau mengambil lebih atau kurang dari upah tersebut.
Kisah selanjutnya diceritakan oleh Abu Amir Bashri rah a. Ia berkata,
“Ketika sebelah rumahku roboh, aku memerlukan seorang tukang batu untuk
memperbaiki rumahku. Ada seseorang yang memberitahu aku bahwa ada
seorang anak laki-laki yang dapat memperbaiki rumah. Maka aku segera
mencarinya. Di luar kota, aku melihat seorang anak muda tampan yang
sedang duduk membaca Al Quran. Di sisinya terletak sebuah tas kecil. Aku
bertanya kepadanya, ‘Wahai anakku, apakah engkau mau bekerja sebagai
buruh?’ Ia menjawab, ‘Mengapa tidak, kita diciptakan memang untuk
bekerja. Katakan kepadaku apa yang harus aku kerjakan?’ Aku berkata,
‘Memperbaiki bangunan.’ Ia berkata, ‘Aku bersedia asalkan aku mendapat
upah satu dirham dan satu danaq sehari, dan pada waktu shalat aku tidak
bekerja. Aku harus mengerjakan shalat.’ Aku menerima syaratnya. Kemudian
aku membawanya ke rumah dan menyuruhnya bekerja.
Ketika saat shalat Maghrib tiba, aku sangat terkejut, karena ternyata
ia telah menyelesaikan pekerjaan dengan baik, pekerjaan yang dapat
dilakukan oleh sepuluh orang. Aku memberinya upah dua dirham, akan
tetapi ia tidak mau menerimanya, karena melebihi dari syarat yang telah
ia ajukan. Ia hanya mau mengambil satu dirham dan satu danaq, lalu
pergi. Karena merasa penasaran, pada hari berikutnya aku keluar
mencarinya, tetapi ia tidak kutemukan. Aku bertanya kepada orang-orang
dengan menerangkan ciri-ciri anak muda tersebut, kalau-kalau ada yang
mengetahuinya. Orang-orang memberitahuku bahwa anak tersebut hanya
bekerja pada hari sabtu. Selain hari tersebut, tidak ada seorang pun
yang dapat menemukannya. Karena merasa puas dengan pekerjaan anak muda
tersebut, aku memutuskan untuk menunda pembangunan dinding rumahku pada
hari sabtu mendatang dengan meminta bantuan kepada anak muda tersebut.
Pada hari sabtu, aku mencarinya lagi dan kudapati ia sedang membaca
Al Quran sebagaimana biasanya. Aku mengucapkan salam kepadanya dan
menanyakan apakah ia bersedia bekerja lagi di tempatku dengan syarat
yang sama dengan hari sabtu yang lalu. Ia berangkat bersamaku dan mulai
mengerjakan dinding rumahku lagi.
Aku masih merasa sangat penasaran dengan pekerjaan anak muda
tersebut, bagaimana mungkin ia mampu mengerjakan sendiri sebuah
pekerjaan yang biasa dilakukan oleh sepuluh orang pekerja. Maka, ketika
ia mengerjakan pekerjaannya, dengan diam-diam aku mengintipnya.
Betapa terkejutnya ketika aku melihat apa yang dilakukannya. Ketika
ia mengaduk semen dan meletakkannya di dinding, batu-batu itu menyatu
dengan sendirinya.
Maka aku sadar dan yakin bahwa anak muda tersebut bukanlah pemuda
biasa, akan tetapi seorang kekasih Allah. Sebagaimana hamba-hamba-Nya
yang khusus, dalam melakukan pekerjaannya, pemuda tersebut selalu
mendapat bantuan dari Allah secara ghaib.
Pada sore harinya aku hendak memberinya upah sebesar tiga dirham,
akan tetapi ia tidak mau menerimanya. Ia hanya mengambil satu dirham dan
satu danaq, kemudian pergi.
Aku menunggunya lagi selama seminggu. Dan pada hari sabtu, aku keluar
mencarinya. Akan tetapi aku tidak menemukannya. Aku memperoleh berita
dari seseorang yang mengatakan bahwa pemuda tersebut sedang sakit. Tiga
hari lamanya ia jatuh sakit.
Kemudian aku minta tolong kepada seseorang untuk mengantarkan aku ke
tempat pemuda yang sedang menderita sakit itu. Sesampainya di tempat
tinggalnya, ternyata pemuda itu tengah berbaring tak sadarkan diri di
atas tanah, kepalanya berbantalkan separuh potongan batu bata. Ketika
aku memberi salam padanya, ia tidak menjawab. Maka aku mengucapkan salam
sekali lagi. Ia membuka matanya sedikit dan mengenaliku. Aku segera
mengangkat kepalanya dari batu bata itu dan meletakkannya di atas
pangkuanku.
Tetapi ia menarik kepalanya dan membaca beberapa bait syair, dua di antaranya adalah :
Wahai kawanku, janganlah engkau terperdaya oleh kenikmatan dunia. Karena
hidupmu akan berlalu. Kemewahan hanyalah untuk sekejap mata. Dan
apabila engkau mengusung jenazah ke pemakaman, ingatlah suatu hari
engkau pun akan diusung ke pemakaman.
Setelah mengucapkan syair tersebut, ia berkata, “Wahai Abu Amir, jika
ruhku telah keluar dari tubuhku, mandikanlah aku, dan kafanilah aku
dengan pakaian ini. Aku menyahut, “Wahai sayang, aku tidak keberatan
membelikan kain kafan yang baru untukmu.”
Ia menjawab, “Orang yang masih hidup lebih memerlukan pakaian yang
baru daripada orang yang meninggal (sama dengan ucapan Abu Bakar Ash
Shiddiq ra ketika hendak meninggal dunia). Anak itu menambahkan, “Kain
kafan yang baru ataupun using akan segera membusuk. Apa yang tinggal
bersama seseorang setelah kematiannya hanyalah amal perbuatannya.
Berikanlah sarung dan cerekku ini kepada penggali kubur sebagai upahnya.
Al Quran dan cincin ini tolong sampaikan langsung kepada Khalifah Harun Ar Rasyid dan sampaikan kepadanya pesanku,
“Wahai ayah, jangan sampai engkau meninggal dalam keadaan lalai dan tertipu oleh dunia.”
Dengan keluarnya kata-kata tersebut dari bibirnya, pemuda itu pun
meninggal dunia. Dan pada saat itulah aku menyadari bahwa ternyata ia
adalah seorang pangeran, putra mahkota.
Setelah putra mahkota itu meniggal dunia, aku pun memandikannya,
mengkafaninya, dan memakamkannya sesuai dengan wasiatnya. Kedua benda
berupa sarung dan cerek aku berikan kepada penggali kubur.
Kemudian aku pergi ke Baghdad dengan membawa Al Quran dan cincin
untuk aku serahkan kepada Khalifah Harun Ar Rasyid. Sungguh aku sangat
beruntung, ketika aku sampai di pintu gerbang istana khalifah, pasukan
raja sedang keluar dari istana khalifah. Aku pun berdiri di tempat yang
tinggi. Mula-mula keluar pasukan berkuda yang sangat besar, yakni
berjumlah 1000 tentara. Setelah itu keluar lagi sepuluh pasukan berkuda,
masing-masing pasukan berjumlah 1000 tentara. Amirul Mukminin sendiri
berada di dalam pasukan yang kesepuluh.
Dengan kerasnya aku berseru, “Wahai Amirul Mukminin, demi
kekerabatanmu dengan Rasulullah saw, berhentilah sebentar!” Mendengar
suaraku itu, ia melihat kepadaku. Maka dengan cepat aku maju kea rah
Amirul Mukminin dan berkata, “Ini adalah titipan seorang laki-laki asing
kepadaku. Ia berwasiat agar aku menyampaikan dua macam benda ini
langsung kepada engkau.”
Begitu melihatnya, raja pun mengenalinya dan menundukkan kepala
sesaat. Air matanya mengalir dari kedua matanya. Kemudian khalifah
menyuruh pengurus istana untuk mengantarku ke istana.
Setelah khalifah kembali pada sore harinya, khalifah memerintahkan
pengurus istana untuk menutup semua tabir istana dan berkata kepada
penjaga pintu, “Panggil orang itu, walaupun ia akan membengkitkan
kembali kesedihanku.” Penjaga pintu dating kepadaku dan berkata, ‘Amirul
Mukminin memanggilmu. Tetapi ingat, Amirul Mukminin sedang berduka.
Jika engkau ingin menyampaikan sesuatu dalam sepuluh kata, cobalah
disampaikan dalam lima kata saja.’ Setelah berkata demikian, ia
membawaku menemui Amirul Mukminin. Pada waktu itu Amirul Mukminin duduk
seorang diri.
Ia berkata kepadaku, ‘Mendekatlah kepadaku.’ Aku pun duduk di dekat
khalifah. Lalu khalifah berkata, ‘Apakah engkau mengenal anakku?’ Aku
menjawab, ‘Betul, aku mengenalnya.’ Khalifah bertanya, ‘Pekerjaan apakah
yang ia lakukan?’ Aku menjawab, ‘Ia bekerja sebagai tukang batu.’
Khalifah bertanya, ‘Apakah engkau juga pernah mempekerjakannya sebagai
tukang batu?’ Aku menjawab, ‘Ya, pernah.’ Khalifah bertanya lagi,
‘Apakah engkau tidak tahu bahwa ia masih mempunyai hubungan kekerabatan
dengan Rasulullah saw?’ (Harun Ar Rasyid adalah keturunan Abbas ra,
paman Nabi Muhammad saw). Aku berkata, ‘Amirul Mukminin, terlebih dahulu
aku memohon ampunan dari Allah SWT, setelah itu aku memohon maaf
kepadamu. Pada waktu itu aku belum mengetahui kalau ia masih mempunyai
hubungan kekerabatan dengan Rasulullah saw. Aku baru mengetahuinya
ketika ia hendak meninggal dunia.’ Khalifah bertanya, ‘Apakah engkau
memandikannya dengan tanganmu sendiri?’ Aku menjawab, ‘Benar.
Khalifah berkata, ‘Ulurkan tanganmu!’ Ia menarik tanganku, kemudian
menempelkan di dadanya dambil membaca beberapa syair yang artinya:
“Wahai engkau yang menjauh dariku, Hatiku larut dalam kesedihan
karenamu. Mataku mencucurkan air mata penderitaan. Wahai engkau yang
jauh kuburnya. Terlalu jauh, tetapi kesedihanmu lebih dekat di hatiku.
Benar, kematian itu membingungkan kesenangan yang tertinggi di dunia.
Wahai anakku yang menjauh dariku
Engkau bagai bulan purnama yang tergantung di atas dahan perak
Bulan telah menetap di kubur
Sedang dahan perak menjadi debu
Setelah melantunkan syair di atas, Harun Ar Rasyid ingin pergi ke
Bashrah untuk menziarahi makam anaknya. Abu Amir pun menyertainya.
Begitu sampai di makam anaknya, Harun Ar Rasyid membaca beberapa bait
syair yang artinya sebagai berikut:
Wahai musafir kealam yang tidak diketahui
Engkau takkan kembali ke rumah
Maut dengan cepat telah merenggutmu pada awal masa remajamu
Wahai penyejuk mataku, engkaulah pelipur laraku
Kediaman hatiku di kesunyian
Engkau telah merasakan racun kematian
Yang seharusnya ayahmulah yang meminumnya di usia tua
Sungguh, setiap orang akan merasakan kematian
Apakah ia seorang pengembara, atau seorang penduduk kota
Segala puji bagi Allah Yang Esa, Yang tidak mempunyai sekutu
Karena ini adalah bukti keputusan-Nya
Abu Amir rah a berkata, “Pada malam harinya, ketika aku telah
menyelesaikan wirid-wiridku, aku tertidur. Dalam tidurku, aku bermimpi
melihat sebuah istana yang berkubah dari nur, yang di atasnya terdapat
awan dari nur yang menaunginya. Kemudian awan itu hilang, dan anak itu
memanggilku sambil berkata,
‘Wahai Abu Amir, semoga Allah memberimu balasan yang lebih baik
karena engkau telah memandikan, mengkafani, memekamkan aku, dan telah
menunaikan semua wasiatku. Aku bertanya kepadanya, ‘Wahai kekasihku,
bagaimana keadaanmu, apa yang engkau alami?’ Ia berkata, ‘Aku telah
sampai ke hadapan Tuhan Yang Maha Pemurah dan Dia sangat ridha
kepadaku.’
Al Malik telah memberi tahu kepadaku bahwa aku memdapatkan sesuatu
yang tidak pernah dilihat oleh mata manusia, tidak pernah terdengar oleh
telinga manusia, dan akal tidak dapat memikirkannya.
Kemudian ruh pemuda tersebut berkata kepadaku dalam mimpiku, “Allah
SWT telah berjanji kepadaku, Dia bersumpah dengan keagungan-Nya bahwa
Dia akan menganugerahkan kenikmatan, kehormatan, dan karunia semacam itu
kepada semua hamba-Nya yang keluar dari dunia seperti aku.’
Penulis kitab Raudh mengatakan bahwa ia juga mendapatkan cerita yang
sama secara keseluruhan dari sanad yang lain. Di dalamnya juga
diterangkan bahwa seseorang bertanya kepada Harun Ar Rasyid mengenai
keadaan anak itu. Ia menjawab, ‘Anakku lahir sebelum aku menjadi raja.
Ia mendapat didikan adab yang sangat baik, ia telah belajar Al Quran dan
ilmu-ilmu lain. Ketika aku menjadi raja, ia pergi meninggalkan aku. Ia
tidak pernah mengambil manfaat dari duniaku. Ketika ia hendak pergi,
akulah yang berkata kepada ibunya agar ia diberi sebuah cincin mutiara
yang sangat indah dan mahal harganya. Akan tetapi ia tidak pernah
menggunakannya, bahkan ketika menjelang wafat, ia mengembalikannya. Anak
ini sangat patuh kepada ibunya.” (raudh kitab)
(tercatat juga dalam kitab fadhilah amal syaikh maulana zakariya. rah.a).
Rabu, 07 Januari 2015
Kisah Sedekah Satu Kambing Terbalas Luar Biasa
Abdul Hasan Madani menceritakan bahwa Hasan, Husein dan Abdullah bin
Ja’far r.hum. pernah menunaikan haji, namun unta-unta pengangkut
perbekalan mereka hilang di perjalanan, sehingga mereka melanjutkan
perjalanan tanpa perbekalan.
Mereka tiba di sebuah tenda orang Badwi, ada seorang wanita tua duduk di depan tenda itu. Ketika ditanyakan kepadanya, apakah ia memiliki sesuatu untuk diminum, wanita tua itu mengatakan bahwa ia memilikinya, lalu mereka pun turun dari untanya.
Ternyata wanita tua itu hanya memiliki seekor kambing betina yang sangat kurus dan lemah. Ia menyuruh mereka untuk memerah susunya dan membagikannya, kemudian mereka pun melakukannya. Kemudian mereka menanyakan, apakah ia mempunyai sesuatu untuk dimakan? Ia berkata,
“Saya hanya mempunyai kambing betina ini, jika kalian mau menyembelihnya, saya akan memasakkan dagingnya untuk kalian,”
Mereka pun menyembelih dan wanita itu memasaknya, lalu menghidangkannya sehingga mereka dapat makan dengan kenyang. Sore harinya, sebelum melanjutkan perjalanan, mereka berkata kepada wanita itu,
“Kami adalah keluarga Banu Hasyim dan kami sedang dalam perjalanan haji. Jika setelah haji kami kembali ke Madinah dalam keadaan sehat dan selamat, berkunjunglah ke tempat kami dan kami akan membalas kebaikanmu ini, Insya Allah.!!! “
Setelah mereka berangkat, suami wanita tua itu pulang ke tendanya, kemudian wanita tua itu menceritakan tentang tamu dari Banu Hasyim itu kepada suaminya.
Suaminya marah dan menghardiknya,
“Kamu telah menyembelih kambingmu untuk orang asing, sedangkan kamu tidak mengetahui dari mana dan siapa mereka itu. Bagaimana kita tahu bahwa mereka itu Banu Hasyim?” Kemudian suaminya terdiam.
Beberapa lama kemudian, kemiskinan benar-benar melanda suami istri itu, sehingga mereka memutuskan untuk pergi ke Madinah mencari pekerjaan sebagai bekal hidup.
Pada siang hari mereka mengumpulkan kotoran unta untuk bahan bakar, kemudian menjualnya pada sore hari. Penghasilannya cukup untuk hidup mereka walau sangat sederhana.
Suatu ketika, sebagaimana biasanya wanita tua itu mengumpulkan kotoran unta, tanpa sengaja ia melewati rumah Hasan ra. dan Hasan melihatnya serta mengenalinya. Maka Hasan ra. menyuruh pembantunya untuk mengundang wanita tua itu ke rumahnya. Setelah wanita itu datang, Hasan ra. bertanya kepadanya,
“Apakah engkau mengenaliku?”
“Tidak,” jawab wanita itu.
Hasan ra. bertanya lagi,
“Saya adalah tamu ibu yang minum susu kambing ibu lalu menyembelih kambing ibu dan memakan dagingnya.”
Wanita tua itu tetap tidak mengenalinya, baru setelah dijelaskan lagi, ia berseru dengan heran,
“Ya Rabbi? Engkaukah orang itu?”
Hasan berkata,
“Ya sayalah tamu itu!”
Lalu ia menyuruh pelayannya untuk memberinya memberinya seribu ekor kambing. Kemudian kambing-kambing itu dihadiahkan kepada wanita itu ditambah uang seribu dinar. Kemudian Hasan ra. menyuruhnya agar menemui saudaranya, Husein ra. ditemani pelayannya. Husein ra. bertanya kepada wanita itu,
“Berapa yang telah diberikan oleh saudaraku sebagai balasan atas kebaikanmu?”
Setelah diberi tahu, ia pun memberikan seribu ekor kambing dan uang seribu dinar. Kemudian Husein ra. menyuruh wanita itu ke rumah Abdullah bin Ja’far ra.
Setelah mengetahui pemberian kedua orang saudaranya kepada wanita itu, Abdullah memberikan dua ribu ekor kambing dan uang dua ribu dinar sambil berkata,
“Jika ibu datang kepadaku sebelum mendatangi Hasan, aku akan memberikan lebih banyak lagi.”
Akhirnya wanita tua itu pulang kepada suaminya dengan membawa empat ribu ekor kambing dan uang empat ribu dinar, lalu berkata,
“Inilah pengganti kambing betina kita yang kurus dan lemah itu.”
(Ihya)
Inilah kisah penutup Kitab Fadhilah Haji karya syaikhul hadits Maulana Zakaria al Kandahlawi rah.a.
Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa’atuubu Ilaik ….
Semoga membawa manfaat dan hikmah untuk bersegera berAmal Sholeh
Mereka tiba di sebuah tenda orang Badwi, ada seorang wanita tua duduk di depan tenda itu. Ketika ditanyakan kepadanya, apakah ia memiliki sesuatu untuk diminum, wanita tua itu mengatakan bahwa ia memilikinya, lalu mereka pun turun dari untanya.
Ternyata wanita tua itu hanya memiliki seekor kambing betina yang sangat kurus dan lemah. Ia menyuruh mereka untuk memerah susunya dan membagikannya, kemudian mereka pun melakukannya. Kemudian mereka menanyakan, apakah ia mempunyai sesuatu untuk dimakan? Ia berkata,
“Saya hanya mempunyai kambing betina ini, jika kalian mau menyembelihnya, saya akan memasakkan dagingnya untuk kalian,”
Mereka pun menyembelih dan wanita itu memasaknya, lalu menghidangkannya sehingga mereka dapat makan dengan kenyang. Sore harinya, sebelum melanjutkan perjalanan, mereka berkata kepada wanita itu,
“Kami adalah keluarga Banu Hasyim dan kami sedang dalam perjalanan haji. Jika setelah haji kami kembali ke Madinah dalam keadaan sehat dan selamat, berkunjunglah ke tempat kami dan kami akan membalas kebaikanmu ini, Insya Allah.!!! “
Setelah mereka berangkat, suami wanita tua itu pulang ke tendanya, kemudian wanita tua itu menceritakan tentang tamu dari Banu Hasyim itu kepada suaminya.
Suaminya marah dan menghardiknya,
“Kamu telah menyembelih kambingmu untuk orang asing, sedangkan kamu tidak mengetahui dari mana dan siapa mereka itu. Bagaimana kita tahu bahwa mereka itu Banu Hasyim?” Kemudian suaminya terdiam.
Beberapa lama kemudian, kemiskinan benar-benar melanda suami istri itu, sehingga mereka memutuskan untuk pergi ke Madinah mencari pekerjaan sebagai bekal hidup.
Pada siang hari mereka mengumpulkan kotoran unta untuk bahan bakar, kemudian menjualnya pada sore hari. Penghasilannya cukup untuk hidup mereka walau sangat sederhana.
Suatu ketika, sebagaimana biasanya wanita tua itu mengumpulkan kotoran unta, tanpa sengaja ia melewati rumah Hasan ra. dan Hasan melihatnya serta mengenalinya. Maka Hasan ra. menyuruh pembantunya untuk mengundang wanita tua itu ke rumahnya. Setelah wanita itu datang, Hasan ra. bertanya kepadanya,
“Apakah engkau mengenaliku?”
“Tidak,” jawab wanita itu.
Hasan ra. bertanya lagi,
“Saya adalah tamu ibu yang minum susu kambing ibu lalu menyembelih kambing ibu dan memakan dagingnya.”
Wanita tua itu tetap tidak mengenalinya, baru setelah dijelaskan lagi, ia berseru dengan heran,
“Ya Rabbi? Engkaukah orang itu?”
Hasan berkata,
“Ya sayalah tamu itu!”
Lalu ia menyuruh pelayannya untuk memberinya memberinya seribu ekor kambing. Kemudian kambing-kambing itu dihadiahkan kepada wanita itu ditambah uang seribu dinar. Kemudian Hasan ra. menyuruhnya agar menemui saudaranya, Husein ra. ditemani pelayannya. Husein ra. bertanya kepada wanita itu,
“Berapa yang telah diberikan oleh saudaraku sebagai balasan atas kebaikanmu?”
Setelah diberi tahu, ia pun memberikan seribu ekor kambing dan uang seribu dinar. Kemudian Husein ra. menyuruh wanita itu ke rumah Abdullah bin Ja’far ra.
Setelah mengetahui pemberian kedua orang saudaranya kepada wanita itu, Abdullah memberikan dua ribu ekor kambing dan uang dua ribu dinar sambil berkata,
“Jika ibu datang kepadaku sebelum mendatangi Hasan, aku akan memberikan lebih banyak lagi.”
Akhirnya wanita tua itu pulang kepada suaminya dengan membawa empat ribu ekor kambing dan uang empat ribu dinar, lalu berkata,
“Inilah pengganti kambing betina kita yang kurus dan lemah itu.”
(Ihya)
Inilah kisah penutup Kitab Fadhilah Haji karya syaikhul hadits Maulana Zakaria al Kandahlawi rah.a.
Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa’atuubu Ilaik ….
Semoga membawa manfaat dan hikmah untuk bersegera berAmal Sholeh
Curahan Hati Seorang Muslimah yang Berambisi
Aku sama seperti pemuda pemudi lainnya, banyak sekali mimpi yang aku gantungkan di langit setinggi-tingginya.
Aku sama seperti remaja remaji lainnya, ingin mencicipi semua rasa yang yang Allah
Azza wa Jalla teteskan di dunia fana ini.
Aku mempunyai banyak cita-cita tinggi, sama seperti yang lainnya.
Aku ingin jadi ahli kimia di perusahaan oil and gass, apalagi kepunyaan
Amerika seperti Schlumbergsih atau Chevron. Aku ingin bersekolah di luar negeri,
tepatnya di benua amerika atau di negara-negara arab.
Aku ingin kuliah di universitas terfavorit di indonesia.
Aku ingin mengikuti berbagai ajang kepemudaan di nasional maupun internasional.
Aku ingin serba bisa, pintar di semua bidang, alias multitalented.
Aku ingin membuat novel di berbagai genre dan menjadi penulis...
Aku ingin keliling daerah wisata di Indonesia, aku ingin keliling dunia!
Aku ingin menghabiskan waktu bersama teman-temanku dari berbagai provinsi dan latar
belakang.
Oh! Sungguh! Aku ingin menikmati masa mudaku!
TAPI
Tiap aku berpikir jauh...
Aku teringat, seorang muslimah kodratnya adalah mengurusi rumah dan action di belakang.
Aku teringat bahwa, hal-hal tadi tidak akan menjadi cerita manis di hari tuaku kelak.
Aku teringat pepatah "jangan mati-matian mengerjar apa yang tidak kamu bawa mati".
Oh! Wahai!
Aku juga jadi teringat bahwa, sejatinya hidup ini adalah untuk menjadi orang yang
paling bermanfaat bagi sesamanya.
ADUH!
Aku harus bagaimana dong?
Sayang sekali kalau hal-hal tadi terlewatkan!
Masa remajaku mau dikemanakan?
Mau diapakan?
Aku merenung...
Eh, kok aku lupa?
"Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu" (Q.S
Adz-Zariyat : 59).
Mahluk di muka bumi ini diciptakan untuk menyembahNya.
Seharusnya semua yang kulakukan adalah bentuk pengabdianku terhadapNya.
Aku lupa, seharusnya aku bersyukur.
Aku hidup di negeri mayoritas muslim yang aman dan tentram, serta penuh toleransi.
Aku dikelilingi mereka yang tulus menyayangi dan mencintaiku karena Allah.
Aku hidup sehat tanpa penyakit berarti.
Aku berada diantara orang-orang yang membimbing dan membantuku menuju Jannah-Mu.
Karena hanya kepadaMu lah aku kembali. Sejauh-jauhnya, setinggi-tingginya aku
mengejar duniawi ini.
Karena sejatinya hidup hanyalah sepotong cerita singkat bagi mereka yang
bahagia, atau sepotong cerita panjanh bagi mereka yanb bersedih.
Aku ingin mati. Mati dan mati. Tanpa harus masuk surga atau neraka.
Tapi disinilah aku telah diberi anugerah atas hidup ini.
Apalagi yang kurang?
Yang mana kata Nabi saw., hanya dengan shalat 5 waktu, shadaqoh harian,
berpuasa, menjaga kehormatan diri dan taat pada suami (kelak), aku bisa
masuk Syurga dari pintu mana saja yang kusuka.
Apalagi yang kurang?
Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yanb kau dustakan?
Lantas apa yang bisa kulakukan untuk mengisi masa remajaku agar bermanfaat, seru,
dan menjadi cerita manis di hari tuaku nanti?
Mari kita diskusikan lain waktu, kawan.
Berpakaian tetapi Telanjang
Nabi saw bersabda: “Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim)
“Pada akhir umatku akan ada kaum pria yang menunggang di atas pelana-pelana kuda bagaikan rumah-rumah. Mereka turun di pintu-pintu masjid, wanita-wanita mereka berpakaian tetapi telanjang, kepala mereka bagaikan punuk unta yang kurus. Laknatlah mereka karena sesungguhnya mereka adalah wanita-wanita terlaknat. Seandainya setelah kalian ada salah satu umat, niscaya wanita-wanita kalian akan menjadi pembantu bagi wanita-wanita mereka sebagaimana wanita-wanita sebelum kalian menjadi pembantu bagi wanita-wanita kalian.” (HR. Imam Ahmad)
Nabi Saw telah menggambarkan penampilan wanita jaman sekarang seakan-akan telah menyaksikannya, dengan ciri-ciri: pertama “Berpakaian tetapi telanjang”, kedua ”Selalu melakukan kemaksiatan dan mengajarkannya kepada orang lain,” dan ketiga “Kepala-kepala mereka bagaikan punuk unta yang miring.”
Para ulama menafsirkan cirri pertama sebagai wanita yang mendapatkan nikmat Allah SWT berupa harta dan lainnya tetapi tidak bersyukur dengan tidak mengerjakan perbuatan taat kepada Allah SWT, malah melakukan maksiat dan kejahatan.
Penafsiran lainnya ciri pertama: berpakaian tapi tidak menutupi tubuh, karena terlalu tipis (sehingga terlihat bagian dalamnya) atau terlalu pendek (sehingga terbuka sebagian anggota tubuh yang harus ditutup). Ciri kedua: lalai dari penjagaan diri dan istiqomah. Seperti orang yang terbiasa melakukan keburukan dan lalai dalam melaksanakan kewajiban (shalat dan lain sebagainya). Kemudian dia menyesatkan yang lain, dengan mengajak kepada kejahatan dan kerusakan dengan ucapan dan perbuatannya. Imam An-Nawawi mengartikan ciri kedua (bergoyang dan membuat orang lain bergoyang): yaitu wanita yang memperindah gaya jalannya dan menggoyangkan bahu mereka: mengenakan pakaian, perhiasan atau assesoris yang mencirikan seorang pelacur: wanita yang cenderung memikat laki-laki dengan kecantikan, perhiasan, atau kemolekan anggota tubuh yang mereka perlihatkan.
Hari ini kita bisa melihat wanita foto model seksi, artis seksi, Sales Promotion Girl (SPG) seksi, bintang iklan seksi dan penyanyi dangdut seksi yang memamerkan kemolekan tubuhnya, bergoyang diatas panggung dengan pakaian yang minim, sehingga membuat orang ikut bergoyang mengikuti irama musik dan goyangannya. Tereksposnya aurat wanita menyebabkan: suburnya pergaulan bebas, dekadensi moral, prostitusi, aborsi, bayi lahir di luar nikah.
Perkara ini bukan perkara sepele, karena Nabi Saw mengancam dengan tegas: “wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.”
Mesranya Rasulullah…
.
Bermesraan adalah
upaya dari suami isteri untuk menunjukkan kasih sayang
, Rasulullah saw pun merasakan pentingnya bermesraan dengan Isteri ,
sehingga beliaupun menghias hari-hari dalam keluarga ( Isteri )penuh dengan kemesraan . hal tersebut tercermin dalam hadits-hadits seperti dibawah ini :
1. Tidur dalam satu selimut bersama isteri :
Dari Atha bin Yasar. “ Sesungguhnya Rasulullah saw dan ‘Aisyah
ra biasa mandi bersama dalam satu bejana.
Ketika beliau sedang berada dalam satu selimut dengan ‘Aisyah ,
tiba-tiba ‘Aisyah bangkit. Beliau kemudian bertanya “
mengapa engkau bangkit ?” ‘Aisyah menjawab “
Karena aku sedang Haidh, wahai Rasulullah
. Kemudian Rasulullah berkata “ Kalau begitu,
pergilah, lalu berkainlah dan dekatlah kembali denganku”
Akupun masuk lalu berselimut bersama beliau.” ( HR Sa’id bin Manshur )
2. Mandi bersama Isteri.
Dari ‘Aisyah ra , ia berkata. “
Aku biasa mandi bersama Rasulullah dengan satu bejana. Kami biasa bersama-sama memasukkan tangan
kami ( kedalam bejana)” ( HR. ‘Abdurrazaq dan Ibnu Abu Syaibah )
3. Memberi wangi-wangian pada aurat .
‘Aisyah berkata, “
Sesungguhnya Nabi saw apabila meminyaki badannya beliau memulai dari
auatnya dan mengolesinya dengan nurah ( sejenis bubuk pewangi
), dan isterinya meminyaki bagian lain seluruh tubuhnya.” (
HR Ibnu Majah )
4. Disisir Isteri .
Dari ‘Aisyah ra ia berkata. “ Aku biasa menyisir rambut Rasulullah saw , saat itu aku sedang haidh “. ( HR.Ahmad )
5. Meminta isteri meminyaki badannya.
Dari ‘Aisyah ra , ia berkata , “
Saya meminyaki badan Rasulullah saw pada hari raya ‘Idul
Adha setelah beliau melakukan jumrah ‘aqabah .” ( HR Ibnu ‘Asakir )
6. Minum bergantian pada tempat yang sama.
Dari ‘Aisyah dia berkata ,”
Saya biasa minum dari mud yang sama ketika haidh, lalu Rasulullah mengambil mud tersebut dan meletakkan kemulutnya ditempat saya meletakkan mulut saya, lalu beliau minum, kemudian saya mengambil mud,
lalu saya menghirup isinya, kemudian beliau mengambil dari saya ,
lalu beliau meletakkan mulutnya pada tempat saya meletakkan mulut saya
, lalu beliaupun menghirupnya.” ( HR.’Abdurrazaq dan
Sa’id bin Manshur ).
7. Membelai isteri .
Dari ‘Aisyah ra , “ Adalah Rasulullah
saw tidaklah setiap hari melainkan beliau mesti mengelilingi kami
isterinya seorang
demi seorang. Beliau menghampiri dan membelai kami dengan tidak mencampuri kami hingga beliau singgah ketempat isteri yang beliau giliri waktunya
, lalu beliau bermalam ditempatnya.” ( HR. Ahmad )
8. Mencium isteri
Dari ‘Aisyah ra , “ bahwa Rasulullah saw biasa mencium
isterinya setelah wudhu’ kemudian beliau sholat dan tidak mengulangi wudhu’nya” (
HR.’Abdurrazaq ).
Dari Hafshah, puteri ‘Umar ra “ sesungguhnya Rasulullah saw biasa mencium isterinya sekalipun sedang puasa.” HR.Ahmad .
9. Tiduran dipangkuan isteri
Dari ‘Aisyah ra ia berkata, “ Rasulullah
saw biasa meletakkan kepalanya dipangkuanku walaupun aku sedang haidh,
kemudian beliau membaca Al-Qu’an.” ( H ‘Abdurrazaq )
10.Memanggil dengan kata-kata mesra.
Rasululah saw biasa memanggil
“aisyah dengan beberapa nama panggilan yang disukainya, seperti
‘Aisy dan Humaira ( pipi merah delima )
11.Mendinginkan kemarahan isteri dengan mesra.
Rasulullah saw biasa memijit hidung
‘Aisyah jika ia sedang marah dan beliau berkata, “ Wahai ‘Uwaisy,
bacalah do’a “ Wahai Tuhanku, Tuhan Muhammad, ampunilah dosa-dosaku,
hilangkanlah kekerasan hatiku , dan lindungilah diiku dari
fitnah yang menyesatkan.” ( HR. Ibnu Sunni )
12. Bermesraan walau isteri Haidh
Dari ‘Aisyah a , ia berkata ,”
Saya biasa mandi bersama Rasulullah saw dengan satu bejana,
padahal kami sama-sama dalam keadaan
junub. Aku biasa menyisir rambut Rasulullah ketika beliau menjalani
I’tikaf di masjid dan
aku sedang haidh. Beliau biasa menyuruh aku menggunakan kain ketika aku sedang haidh
, lalu beliau bermesraan denganku.” ( HR.’Abdurrazaq dan Ibnu Abi
Syaibah )
13. Membersihkan tetesan darah haidh isteri
Dari ‘Aisyah ra , ia berkata , “
Aku penah tidur bersama Rasulullah saw
diatas satu tikar ketika aku sedang haidh. Bila darahku menetes ketikar itu,
beliau
memcucinya dibagian yang terkena tetesan darah dan beliau tidak berpindah dari tempat itu, kemudian beliau sholat ditempat itu pula,
lalu beliau berbaring kembali di
sisiku. Bila darahku menetes lagi ketikar
itu, beliau mencuci dibagian yang terkena darah itu dan tidak berpindah dari tempat itu
, kemudian beliaupun sholat diatas tikar itu “ ( HR. Nasa’i )
14. Memberi hadiah .
Dari Ummu Kaltsum binti Abu Salamah , ia berkata ,”
Ketika Nabi saw menikah dengan Ummu
Salamah beliau bersabda kepadanya , “
Sesungguhnya aku pernah hendak memberi hadiah kepada Raja Najasyi sebuah pakaian berenda dan
beberapa botol minyak kasturi ,
namun aku mengetahui bahwa ternyata Raja Najasyi telah meninggal dunia dan aku mengira hadiah itu akan dikembalikan,
Jika hadiah itu dikembalikan kepadaku ,
aku akan memberikannya kepadamu.” Ummu Kultsum berkata,”
Ternyata keadaan Raja Najasyi seperti yang disabdakan Rasulullah
saw dan hadiah
itu dikembalikan kepada beliau, lalu beliau memberikan kepada masing-masing isterinya satu
botol minyak kasturi ,
sedang sisa minyakkasturi dan pakaian tersebut beliau
berikan kepada Ummu Salamah.” ( HR .Ahmad )
15. Segara menemui isteri jika tergoda .
Dari Jabir , sesungguhnya Rasulullah
saw pernah melihat wanita, lalu beliau masuk ketempat Zainab,
lalu beliau tumpahkan keinginan beliau kepadanya ,
lalu keluar dan bersabda. “ Wanita kalau menghadap ,
ia menghadap dalam rupa setan ( menggoda ) . . .
bila seseorang diantara kamu melihat seorang wanita yang menarik, hendaklah ia datangi isterinya
,
karena pada isteri ada hal yang sama dengan yang ada pada wanita itu.” (
HR.Tirmidzi )
Demikianlah indahnya kemesraan Rasulullah kepada isterinya
, semoga dapat jadi teladan bagi membina kasih sayang antara suami
– isteri . . . selamat mencuba dan semoga kita dpt membina hubungan
keluarga yg sakinah,mawaddah wa rahmah serta dikurniakan zuriat yg
soleh dan solehah.
Keharaman Sogok dan Hadiah atas Hakim
Dari Abu Humaid r.a., dia berkata ,” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salam mengangkat seorang dari Bani Asad, yang biasa dipanggil Ibnu Al Latibiyah untuk mengumpulkan shadaqah(Zakat) Setelah dia menyelesaikan tugas dan kembali maka , dia berkata,” Ini bagi kalian dan ini hadiah yang diberikan kepadaku.”
Setelah mendengar perkataannya, Rasulullah Salallahu Alaihi wassalam berdiri di atas mimbar menyampaikan pujian kepada Allah dan bersabda,” Ini bagi kalian dan ini hadiah bagiku?” Mengapa dia tidak duduk di rumah bapaknya atau di rumah ibunya hingga dia menunggu, apakah ada hadiah yang diberikan kepadanya ataukah tidak? Demi yang diriku ada di tangan-Nya, tidaklah seseorang di antara kalian menerima sebagian dari hadiah itu melainkan dia akan datang pada hari Kiamat, sedang diatas tengkuknya dibebani unta dengan suaranya, atau lembu yang melenguh atau kambing yang mengembik.” Kemudian beliau menengadahkan kedua tangan sehingga kami dapat melihat bagian dalam ketiak beliau yang putih. Kemudian beliau bersabda, Ya Allah, bukankah aku sudah menyampaikan ? Beliau mengucapkannya dua kali (diriwayatkan Asy- Syaikhany dan Abu daud).
Dari A n- Nu’Man Bin Basyir, dia berkata,” Rasulllah Shallallahu Alihi Wassalam menemui kami ketika kami sedang berada di dalam masjid sudai shalat Isya. Beliau menengadahkan pandangan ke langit lalu tak lama kemudian merunduk hingga kami mengira telah terjadi sesuatu di langit. Lalu beliau bersabda, “ Ingatlah, akan muncul sepeningalku umara’ yang berbuat zhalim dan dusta. Siapa yang membenarkan mereka karena kedustaannya dan membantu mereka atas kezhalimannya, maka dia bukan termasuk golonganku dan aku tidak termasuk golongan mereka. Siapa yang tidak membenarkan mereka karena kedustaannya dan tidak pula membantu mereka atas kezhalimannya, maka dia teramsuk golonganku dan aku termasuk golongannya. Ingatlah sesunguhnya darah orang Muslim itu ada kafaratnya. Ingatlah, kalimat Subhanallah, walhamdulillah, la la ilaha ilallah wallahu Akbar merupakan amal-amal yang kekal lagi shalih…”(diriwayatkan Ahmad, di dalamnya ada rawi yang tidak disebutkan namanya, dan rijalnya shahih)
Langganan:
Postingan (Atom)