Oleh:
Rahmat Hidayat Zakaria
TIDAK ada suatu bacaan (kitab suci) yang dibaca oleh
ratusan juta orang, yang faham maksudnya maupun tidak, serta bacaan
yang dihafal oleh orang dewasa, remaja dan anak-anak, huruf demi huruf,
dari awal sampai akhir kecuali al-Qur’an.
Tidak ada suatu bacaan yang dibahas dengan menggunakan pelbagai
disiplin ilmu, serta bacaan yang terpadu dalam keindahan bahasa,
ketelitian dan keseimbangannya, terpadu kedalaman makna, kekayaan dan
kebenarannya, serta kemudahan dalam memahaminya serta kehebatan kesan
dan pesan yang ditimbulkannya kecuali al-Qur’an.
Juga tidak ada suatu bacaan yang dihitung, bukan hanya ayat-ayatnya
akan tetapi huruf-hurufnya juga. Tidak ada suatu bacaan sebanyak
kosakata al-Qur’an yang berjumlah 77.439 kata, dengan jumlah huruf
323.015, huruf yang seimbang dengan kata-katanya, baik antara kata
dengan padanannya, maupun kata dengan lawan kata dan dampaknya kecuali
al-Qur’an. ” (M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, 2000, 3-5)
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang terbukti tidak akan pernah lekang
dimakan oleh zaman. Setelah diturunkan 1400-an tahun yang lalu, tidak
satupun redaksinya berubah, semuanya sama persis seperti aslinya. Bahkan
al-Qur’an yang beredar sekarang isinya pun sama seperti pembukuan
al-Qur’an pada zaman khalifah Utsman bin Affan. Al-Qur’an adalah kitab
yang penuh dengan keajaiban, termasuk informasi-informasi yang
menakjubkan tentang ilmu pengetahuan.
Di antara banyak kemukjizatan al-Qur’an yang dapat menjadi bukti
kebenarannya adalah aspek keindahan dan ketelitian redaksi-redaksinya.
Di samping itu juga, keserasian jumlah kata-katanya yang dapat dijadikan
sebagai keotentikan al-Qur’an. Jadi, segala usaha yang dilakukan oleh
siapa saja yang hendak memalsukan al-Qur’an sangat mudah diketahui,
ketika kata-katanya tidak menunjukkan keserasian sama sekali. Oleh
karena itu, keserasian kata yang digunakan oleh al-Qur’an, memberikan
suatu pelajaran yang sangat berharga bagi manusia bahwa hidup ini
memerlukan keseimbangan.
Keserasian kata al-Qur’an dapat dilihat pada keseimbangan antara
jumlah bilangan kata, jumlah kata yang menunjukkan akibat, menunjukkan
sinonim dan antonimnya. Masing-masing kata mempunyai pasangannya
tersendiri. Penentuan dan peletakan kata ditempatkan pada tempatnya yang
tepat. Tidak bertentangan antara satu dengan yang lainnya.
Fakta Menakjubkan
Berikut ini penulis akan menjelaskan, bagaimana keserasian kata dan fakta yang menakjubkan dari al-Qur’an:
- Kata Malaikat terulang sama seperti kata Syaitan sebanyak
88 kali. begitu juga dengan kata yang menunjuk utusan Allah SWT, baik
itu Rasul, atau Nabi, atau Basyir (pembawa berita gembira), maupun
Nadzir (pemberi peringatan), keseluruhannya berjumlah 518 kali. Jumlah
ini sama dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi, rasul dan pembawa
berita tersebut, yaitu sebanyak 518 kali.
- Kata al-hayah (kehidupan) terulang sama seperti kata antonimnya yaitu al-mawt (kematian), sebanyak 145 kali.
-
Kata akhirat terulang sama seperti kata dunia sebanyak 115 kali.
- Kekufuran terulang sama seperti keimanan, sebanyak 25 kali.
- Al-Qur’an menjelaskan bahwa langit ada “tujuh”. Penjelasan
ini diulangi juga sebanyak tujuh kali, yaitu di dalam surat al-Baqarah:
29, al-Isra’: 44, al-Mu’minun: 86, Fushshilat: 12, al-Thalaq: 12,
al-Mulk: 3, dan Nuh: 15.
- Kata dingin (al-bard) dan panas (al-harr) masing-masing terulang sebanyak 4 kali.
- Kata infaq terulang sebanyak kata yang menunjuk dampaknya
yaitu ridha (kepuasan), masing-masing 73 kali. Pun sebaliknya, kata
bukhl (kikir) sama dengan akibatnya yaitu hasarah (penyesalan),
masing-masing 12 kali.
8. Kata yaum (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali,
sebanyak hari-hari dalam setahun. Sementara kata hari yang berbentuk
plural (ayyaam) atau dua (yaumaini), jumlah keseluruhannya hanya 30
kali, sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Begitu juga dengan kata
yang berarti bulan (syahr) hanya terdapat 12 kali, sama dengan jumlah
bulan dalam setahun (untuk maklumat lebih detailnya, (silakan lihat
Abdurrazaq Naufal,
al-I‘jaz al-‘Adadi li Al-Qur’an al-Karim, 1987, ed.V).
9. Seringkali di dalam al-Qur’an ditemukan kata syams
(matahari) yang selalu digandengkan dengan kata dhiya’ (sinar atau
cahaya), dan qamar (bulan) digandengkan dengan kata nur (cahaya), lihat
QS Yunus [10]: 5. Arti keduanya walaupun mempunyai kesamaan, akan tetapi
pada hakikatnya keduanya berbeda. Kata dhiya’ yang digandengkan dengan
matahari, sebab matahari mempunyai atau cahayanya berasal dari dirinya
sendiri. Sementara nur yang digandengkan dengan qamar (bulan),
dikarenakan cahaya bulan merupakan pantulan dari cahaya matahari, (lihat
Tafsir al-Baydhawi (w.951 H), 1998, v.1, 185). Fenomena saintifik
seperti ini telah dibuktikan oleh al-Qur’an selama ribuan tahun yang
lalu, bahkan sebelum manusia mengenal teknologi yang canggih seperti
sekarang sekalipun.
10. Seringkali ditemukan di dalam al-Qur’an kata
zulumat
(kegelapan) menggunakan bentuk jamak (plural), sedangkan antonim dari
kegelapan yaitu nur (cahaya/kebenaran) menggunakan bentuk tunggal
(diantara ayat yang menyatakan demikian, lihat QS al-Ahzab: 43;
al-Hadid, 9). Kata zulumat (kegelapan) digunakan dalam bentuk jamak
(plural), sebab sumber kegelapan itu bermacam-macam, boleh jadi berasal
dari kebodohan, kesesatan, kekufuran, kebatilan, hawa nafsu, kesalahan,
dosa dan lain sebagainya. Sedangkan nur menggunakan bentuk tunggal,
dikarenakan sumber cahaya/ kebenaran, hanya berasal dari sumber yang
satu, yaitu Allah SWT (lihat tafsir Ibn Kathir (w.774 H), 1999, v.6,
426; v.8, 10-11)
11. Seringkali ditemukan di dalam al-Qur’an, ketika Allah SWT
menggunakan kata ja’ala (menjadikan), pasti di dalamnya terkandung
banyak sekali manfaat bagi manusia dan seluruh makhluk-Nya yang ada di
muka bumi ini. Seperti firman Allah SWT,
”Allah menjadikan bumi sebagai hamparan (mihada)” (QS al-Naba’ [78]: 6).
Manfaat dari bumi yang dihamparkan diantaranya adalah Allah
menjadikan bumi sebagai tempat yang siap untuk dipakai, untuk dihuni,
dihamparkan seluas-luasnya dan teratur. Dan pula, bumi dijadikan tempat
untuk istirahat dan tempat tidur. “Gunung-gunung sebagai pasak (awtada)”
(QS al-Naba’: 7). Manfaat dari gunung dijadikan sebagai pasak di
antaranya adalah untuk menahan bumi supaya menjadi kokoh. Gunung juga
mempunyai fungsi penting dalam menjaga kestabilan kerak bumi, dan dapat
mencegah goyahnya tanah.
“Allah menjadikan tidurmu untuk istirahat”
(QS al-Naba’: 9). Manfaat dari tidur di antaranya adalah dapat
mengembalikan kondisi fisik dan metabolisme yang terjadi selama
beraktifitas.
Pada saat tidur, sel otak akan mengalami proses penguatan dan
ingatannya akan menjadi bertambah kuat. Fisik akan menjadi fresh dan
penat akan hilang.
“Dan siang dijadikan untuk mencari penghidupan”
(QS al-Naba’: 11). Maksudnya pada siang hari manusia dapat mencari
rejeki atau nafkah baik berupa makanan, minuman maupun uang dll.
12. Begitu juga di tempat yang lain dalam surat al-Rum [30]: 21, Allah SWT berfirman,
“Dijadikan-Nya diantaramu (suami dan istri) rasa kasih (mawaddah) dan sayang (rahmah).”
Ayat ini mengindikasikan bahwa manfaat dari sebuah pernikahan adalah
dapat menumbuhkan kedekatan hati, cinta dan kasih sayang antara suami
dan istri. Dapat merasakan kebahagiaan, ketenangan dan ketentraman.
Pernikahan juga dapat memperbanyak jumlah kaum Muslimin berupa keturunan
(Imam al-Qurthubi (w.671 H), Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an, 1964, v.16,
300). Di antara manfaat dari sebuah pernikahan juga adalah dapat menjaga
nasab, menundukkkan pandangan keduanya, menjaga kemaluan, dan lain
sebagainya.
Demikianlah segelintir contoh yang telah dinyatakan oleh Al-Qur’an.
Setelah mengetahui keserasian, keseimbangan dan penggunaan kata serta
fakta-fakta yang terdapat di dalamnya, tentu semuanya bukan merupakan
sesuatu yang kebetulan.
Penggunaan kata di dalam al-Qur’an mempunyai intelegensia di luar
nalar dan jangkauan manusia. Mustahil bagi Nabi Muhammad SAW mengetahui
informasi-informasi tersebut dengan sendirinya, tanpa ada petunjuk dari
Allah SWT.
Maka tidaklah heran kalau Al-Qur’an menantang siapa saja yang
meragukan kebenarannya. Apalagi hanya sekadar merespon statemen-statemen
murahan yang menyatakan Al-Qur’an adalah karangan manusia, hasil dari
produk budaya dan menyatakan bahwa ia sama seperti teks-teks biasa
lainnya.
Melalui penjelasan di atas tadi, setidaknya al-Qur’an telah
mengajarkan kita bahwa kata, konsep dan istilah harus digunakan dan
ditempatkan pada tempatnya yang tepat. Jika tidak, kesalahan dalam
penempatan kata, konsep maupun istilah, akan berakibat fatal. Karena,
dari sanalah kerancuan dan kekeliruan akan muncul, sehingga jauh dari
tujuan yang sebenar.
Wallahu a’lam bish-shawab*
Penulis Mahasiswa di Centre For Advanced Studies on Islam, Science and Civilisation Universiti Teknologi Malaysia (CASIS-UTM)