Sebuah peristiwa bersejarah digelar di
Markas Komando Kopassus Cijantung, Jumat (23/1/1998) lalu. Suatu
perhelatan akbar yang melibatkan ribuan kaum Muslimin dari berbagai
kalangan. Suasana malam Ramadhan ke-24 di Markas Kopassus, Cijantung,
Jakarta Timur saat itu (23/1) tampaknya baru kali ini terjadi. Di markas
besar pasukan elit tersebut, sekitar 7000 umat Islam dan prajurit
Kopassus mengadakan buka puasa bersama, dilanjutkan dengan shalat
Maghrib, shalat Isya dan tarawih berjamaah.
Hadir dalam acara tersebut antara lain Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie
Sjamsoeddin, Ketua MUI KH. Hasan Basri, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia, Dr Anwar Haryono SH, Ketua BKSPPI KH Cholil Ridwan, Ketua
Dewan Pimpinan KISDI KH Abdul Rasyid Abdullah Syafii, Sekretaris Umum
Muhammadiyah Dr Watik Pratiknya, Sekretaris Umum Dewan Dakwah Hussein
Umar, Ir. AM Luthfie (Forum Ukhuwah Islamiyah), Pengurus PBNU Dr Said
Agil Munawwar dan KH Ma'ruf Amin.
Hadir pula dari kalangan ABRI, Pangdam Tanjungpura Mayjen Muchdi Pr,
Kasdam Jaya Brigjen Sudi Silalahi, Kaskostrad Mayjen TNI Ismet Yuzairi,
Mayjen TNI Cholid Ghozali dan lain-lain. Tak ketinggalan pula
ulama-ulama terkemuka pesantren daerah di Jawa Barat seperti KH Asep
Mausul (Tasikmalaya), KH Abdul Wahid Sahari (Pandeglang), KH Shihabudin
(Kotabumi Lampung) dan lain-lain.
Dari kalangan wartawan hadir Wapemred Majalah
Ummat M Syafii Anwar dan Redpel
Media Indonesia Bambang
Harymurti. Sekitar 40 wartawan juga hadir dalam acara tersebut. Dari
kalangan intelektual dan DPR RI nampak Ketua SPSI Bomer Pasaribu, MSc,
Dr Laode Kamaluddin, Dr Din Syamsuddin, Dr Jimly Ashiddiqie, Dr Didin
Damanhuri dan lain-lain. Nampak pula Chairul Umam dan H Rhoma Irama
mewakili kalangan seniman.
Dalam perhelatan akbar ini, sebagai penghormatan tamu, Kopassus
membentangkan beberapa tenda panjang mengelilingi Gedung Serbaguna.
Sejumlah kendaraan militer nampak disiagakan. Beberapa perwira berbaris
di depan pintu masuk utama dan menyalami para tamu. Sebagian lainnya
mengantarkan dan mencarikan kursi duduk buat para ulama. Sementara itu,
di tengah-tengah kesibukannya menangani urusan teknis, beberapa prajurit
dengan senyum ramah ikut menyalami undangan.
Sekitar pukul 18.00 Mayjen Prabowo Subianto diiringi Pangdam Jaya Mayjen
Sjafrie Sjamsoeddin, memasuki tempat acara dari pintu Timur dan
langsung menyalami satu persatu para undangan yang duduk di kursi
terdepan. Ia menyebar senyum dan juga mengulurkan tangannya kepada yang
duduk di belakang. Kedua jendral ini juga tampak berpelukan dengan
beberapa ulama sepuh.
Suasana silaturahmi malam Ramadhan itu begitu mengharukan. Sekitar 3000
prajurit Kopassus duduk bersimpuh menanti buka shaum, berbaur dengan
para ulama, santri, intelektual dan aktivis-aktivis muda Islam yang
jumlahnya sekitar 4000 orang.
Ketika bedug Maghrib tiba, makanan yang terhidang di meja 'diserbu' oleh
nikmatnya berbuka di markas pasukan elit ABRI itu. Begitu membludaknya
para jamaah yang melebihi dari undangan tertulis yang diedarkan-
sehingga para petugas konsumsi harus mondar-mandir mengisi tempat nasi
dan lauk-pauk yang telah kosong.
Setelah sholat Maghrib, dilanjutkan shalat jamaah Isya' dan tarawih
acara utama pun digelar. Para jamaah yang ter-diri dari sipil dan ABRI
itu menyatu dalam Aula Serbaguna Kopassus yang telah disulap jadi
masjid.
Pidato pertama disampaikan oleh KH Cholil Ridwan Ketua BKsPPI (Badan
Kerjasama Pondok Pesantren se-Indonesia). Dalam pidato pembukanya,
Cholil menyebut adanya pihak-pihak tertentu yang ingin mengacaukan
bangsa Indonesia. Ia memperingatkan, mengacau bangsa Indonesia berarti
mengganggu umat Islam yang merupakan mayoritasnya. “Kami peringatkan
kepada mereka itu, jangan coba-coba mengganggu umat Islam,” ujar Cholil
Ridwan yang malam itu mendatangkan ratusan wakil-wakil dari pondok
pesantren yang dibawahinya. BKsPPI mengkoordinasi tidak kurang 1400
pondok pesantren se-Indonesia.
Cholil juga menyatakan rasa gembiranya pasukan elit Kopassus ini
menerima ulama dan umat Islam dengan dada yang terbuka. “Ini adalah
upaya dari para ulama-ulama untuk masuk dalam barak-barak militer,”
tegas Cholil. Hal ini menurut Kholil adalah sebagai tindak lanjut dari
pernyataan Jenderal (TNI) R Hartono dalam pertemuan BKSPP di Bogor tahun
1996. Hartono waktu itu menyatakan bahwa selain ABRI masuk
pesantren-pesantren, maka ia mengharapkan pula para ulama segera masuk
ke markas-markas ABRI. Pernyataan Cholil ini, disambut para hadirin
dengan pekikan
Allahu Akbar dan tepuk tangan.
Cholil Ridwan, yang juga pimpinan Pondok Pesantren Husnayain di Pekayon,
Jaktim, juga mengharapkan agar Kopassus dapat melatih para
santri-santri untuk berjuang bersama-sama dalam menegakkan kebenaran dan
keadilan di Indonesia.
“Jika memerangi kamu, maka perangilah mereka. Demikianlah balasan bagi
orang-orang kafir,” kata Cholil mengutip Alquran surat Al-Baqarah 191.
Para hadirin yang kebanyakan para aktivis Islam memahami makna ayat ini
ayat yang terkait erat dengan kondisi ekonomi Indonesia akhir-akhir ini
yang dimainkan oleh sekelompok pengusaha tertentu (non pribumi).
Setelah Cholil, ceramah dilanjutkan dengan sambutan dari tuan rumah
Danjen Kopassus Mayjen TNI Prabowo Subianto. Dalam pidatonya Prabowo
menekankan adanya persatuan rakyat (umat Islam mayoritas 90 persen di
Indonesia) dan ABRI untuk berjuang bersama-sama membangun negeri ini.
Pekikan
Allahu Akbar dan tepuk tangan para hadirin pun menggema
berulang-ulang ketika Mayjen Prabowo berpidato. Prabowo menyatakan siap
menerima pengaduan dan laporan dari para ulama dan hadirin yang datang
malam itu. “Saya berikan nomor telepon kantor saya, saya instruksikan
kepada pasukan saya untuk membuka pintu, 24 jam sehari, tujuh hari
seminggu, 31 hari sebulan, untuk menerima kedatangan bapak-bapak semua,
”tegas Prabowo.
Sambutan kemudian dilanjutkan oleh Ketua Pelaksana Harian KISDI HA
Sumargono SE. Dalam pidato singkatnya Sumargono menyebut pertemuan
Kopas-sus dengan tokoh-tokoh Islam itu sebagai kemajuan besar. “Dulu
selama duapuluh tahun, tempat ini menjadi tempat yang paling angker bagi
rakyat. Saya sendiri waktu itu ngeri lewat sini,” ujarnya disambut tawa
hadirin.
Sumargono berharap wujud kemanunggalan ABRI Rakyat ini bisa diteladani
oleh kesatuan-kesatuan ABRI yang lain. Sehingga keduanya tidak mudah
diadudomba dan salah paham.
Sumargono menjelaskan bahwa kini kelompok-kelompok yang tersingkir dalam
kekuasaan itu ingin menguasai panggung politik Indonesia ini kembali.
Siapa kelompok itu? “Mereka adalah Benny Moerdani dan CSIS, ”ungkap
Sumargono.
Seperti diketahui CSIS adalah organisasi yang di tahun 70 dan 80-an
sangat berperan dalam menata kehidupan politik di Indonesia. Organisasi
ini secara formal didirikan pada 1 September 1971, dengan di
support kuat oleh Ali Murtopo.
Menurut Dr George Aditjondro dalam tulisannya yang disebarkan lewat
internet, CSIS ini mempunyai kebijakan anti Islam dan merupakan gerakan
radikal. “Saya tahu bagaimana permainan Moerdani bersama orang-orang
CSIS dalam mengeruk uang Timor Timur, setelah sebelumnya membantai
secara kejam banyak penduduk bekas jajahan Portugis tersebut. Dengan
uang yang terus mengalir (monopoli kopi yang dikelola oleh Robby Ketek
dari Solo) itulah, mereka antara lain, bisa membiayai operasi-operasi
politik Moerdani bersama CSIS,” tulis Aditjondro.
Kini CSIS
(Centre for Strategic and International Studies)
dipimpin oleh bekas Menteri Pendidikan Daoed Joesoef (Presiden
Direktur), Wakil Presdir dipegang oleh Harry Tjan Silalahi, Direktur
Pelaksananya Hadi Soesastro (kini diganti Dr Marie Pangestu). Duduk di
Dewan Komisaris (Supervisory Board) adalah Jusuf Wanandi, Soedjati
Djiwandono dan Sofjan Wanandi alias Liem Bian Koen.
Sekretariat CSIS yang berada di Jl. Tanah Abang II, tiap hari selalu
ramai dikunjungi generasi muda. Kebanyakan mereka adalah peneliti atau
mahasiswa. Koran-koran, majalah-majalah, jurnal dan buku-buku berbahasa
Indonesia atau asing cukup lengkap tersedia di sana. Jurnal Timur
Tengah, Jurnal Palestina, Hasil Sensus terbaru dapat kita temukan di
sana. Yang paling rapi dan banyak di-minati pengunjung adalah
kliping-kliping korannya. Pengunjung pun kalau ingin pelayanan cepat,
dapat memfotokopi sendiri, dokumen-dokumen, buku/jurnal yang diinginkan
(beberapa mesin fotokopi tersedia khusus), tentu dengan biaya ganti
fotokopi.
CSIS sendiri juga menerbitkan beberapa publikasi diantaranya: analisa CSIS, jurnal dua bulanan berbahasa Indonesia,
The Indonesian Quarterly,
dan Nawala CSIS, serta buletin bulanan CSIS. Selain itu juga
menerbitkan dokumentasi kliping dengan topik-topik tertentu dan
buku-buku. Kegiatan ilmiah ini mungkin hanyalah bungkus dari kegiatan
CSIS yang utama.
Ini paling tidak terlihat dari fasilitas kamar yang disediakan untuk
Benny Moerdani, Menurut Aditjondro, “Moerdani adalah seorang Katolik
yang kebetulan secara pribadi sangat benci kepada Islam. Karena itu
lancar saja kerjasama Moerdani dengan CSIS. Sebagai orang Katolik
ekstrim kanan, Moerdani di CSIS merasa di rumah sendiri. Itulah sebabnya
mengapa Moerdani sekarang dengan tenang berkantor di CSIS (menggunakan
kantor bekas Ali Murtopo).
Sofjan Wanandi
Menurut Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin dalam keterangannya
kepada pers di sela-sela acara Cijantung itu, Sofjan Wanandi salah
seorang pimpinan teras CSIS akan dimintai keterangan sehubungan dengan
kasus peledakan bom di rumah susun Johar, Tanah Tinggi, Jakarta Pusat.
Sementara Sofjan belum diperiksa, ia telah terburu ke luar negeri.
Sumber yang dihubungi Media Dakwah (26/1) mengatakan bahwa Sofjan telah
pergi ke Singapura dengan Benny Moerdani.
Data-data yang dihimpun Media Dakwah mengungkapkan bahwa Sofjan Wanandi
alias Liem Bian Koen diduga mempunyai kaitan dengan gerakan PRD dan
peledakan bom di Tanah Tinggi tersebut. Seperti dokumen yang berbentuk
email yang
ditemukan aparat keamanan di rumah korban peledakan itu. Dokumen yang
dikirim oleh seorang yang berinisial Dewa itu antara lain berbunyi :
“Kawan-kawan yang baik! Dana yang diurus oleh Hendardi belum diterima,
sehingga kita belum bisa bergerak. Kemarin saya dapat berita dari Alex
bahwa Sofjan Wanandi dari Prasetya Mulya akan membantu kita dalam dana,
di samping itu bantuan moril dari luar negeri akan diurus oleh Yusuf
Wanandi dari CSIS. Jadi kita tidak perlu tergantung kepada dana yang
diurus oleh Hendardi untuk gerakan kita selanjutnya.”
Tentang isi email ini, Hendardi kepada majalah
Gatra edisi 31
Januari 1998 menolak keterkaitannya dengan masalah dokumen yang
ditemukan di rumah gerombolan PRD. Sofjan tentu saja juga menolak
keterkaitan dirinya dengan PRD sebagaimana yang disebut dalam email itu.
Nama Sofjan dan Yusuf Wanandi bukan hanya disebutkan dalam
email,
tapi juga dalam dokumen yang disita petugas keamanan tentang pertemuan
orang-orang yang mengaku sebagai “kelompok pro demokrasi”. Pertemuan itu
berlangsung malam hari di Leuwiliang, Bogor, 14 Januari 1998 lalu.
Pertemuan itu, seperti tersebut dalam dokumen tadi, dihadiri oleh 19
aktivis, mewakili 9 organisasi yang mengklaim dirinya sebagai kelompok
pro demokrasi. Menurut mereka situasi politik dan ekonomi Indonesia saat
ini tak karuan. Untuk menanggulanginya adalah dengan revolusi. Untuk
melakukan revolusi, kata mereka, diperlukan visi dan strategi antara
senior dan yunior dalam merencanakan sebuah aktivitas. Generasi yunior
adalah para pemuda yang intensif mengikuti pertemuan-pertemuan seperti
di Leuwiliang itu. Sedangkan generasi senior terbagi dalam empat
kekuatan:
Pertama, kekuatan ilmiah dan strategi yang diwakili sebuah lembaga
terkenal (CSIS, red) di Jakarta. Kekuatan ini bertu-gas membuat analisis
dan menyusun konsep perencanaan aktivitas ke depan.
Kedua, kekuatan militer yang diwakili oleh seorang purnawirawan ABRI yang dulu pernah amat berkuasa (Benny Moerdani red).
Ketiga, kekuatan massa yang pro Megawati Soekarnoputri.
Keempat, kekuatan ekonomi yang dalam hal ini diwakili oleh Sofjan Wanandi dan Yusuf Wanandi.
Ketika wartawan
Gatra mengonfirmasikan semua isi dokumen ini ke Jusuf dan Sofjan, tentu saja mereka menolaknya. Tapi sumber terpercaya di
Media Dakwah
mengungkapkan bahwa dokumen ini sah dan bahkan dalam hari-hari terakhir
ini, orang-orang grup CSIS melakukan pertemuan rutin di dalam negeri
dan luar negeri seperti Vancouver, New York dan Perth, Australia.
Kelompok CSIS dan 'konco-konco'nya juga mencanangkan bulan Pebruari ini
sebagai bulan berdarah!
Mungkin kelompok ini yang dimaksudkan Dr Amien Rais sebagai kelompok
yang telah bermain ugal-ugalan dalam krisis di Indonesia akhir-akhir
ini. “Inilah salah satu pelajaran yang harus kita petik, bahwa mereka
itu ibarat makhluk Franskenstein yang setelah dibesarkan, kemudian mau
menolong orang yang te-lah menolong dan memberikan fasilitas tanpa batas
kepada mereka itu,” tegas Amien.
Menurut Amien, permainan politik kasar yang dimainkan sementara pihak di
dalam maupun di luar negeri itu bermaksud menjatuhkan pemerintah.
Bahkan kata sejawat Amien, Dr Afan Gaffar, “Saya menduga konspirasi
beberapa kelompok itu hendak menjatuhkan Presiden Soeharto sebelum SU
MPR 98.”
Setelah gagal melalui jalur politik, bidang ekonomi memang menjadi
sasaran empuk untuk menggoyang pemerintah Orde Baru. Apa boleh buat,
sistem perekonomian yang di setup oleh Mafia Berkeley (Trio RMS =Radius
Prawiro, Adrianus Moy, JB Sumarlin) ini ternyata tak mampu membangun
basis yang kokoh. Kebijakan pembangunan
trickle down effect
misalnya, ternyata mengakibatkan kesenjangan ekonomi yang luar biasa
lebar antara segelintir konglomerat dengan ratusan juta rakyat Indonesia
yang lain.
Dibesarkan oleh pemerintah selama Repelita I (25 tahun). Para
konglomerat yang kebanyakan non pribumi itu tumbuh meraksasa hingga
menguasai sekitar 70% madu pembangunan. Di tangan merekalah nadi-nadi
perekonomian bangsa ini berdenyut. “Kekuatan ekonomi itu merupakan
segala-galanya sekarang ini, ”kata Amien Rais menggambarkan kekuatan
yang mereka miliki.
Dalam keadaan krisis moneter, mereka yang juga perajin utang luar negeri
itu ternyata justru menimbun kekayaan dollar di luar negeri senilai
trilyunan rupiah (sekitar 80 milyar dolar). Sebelumnya, konglomerat Liem
Sioe Liong sepertinya sudah membaca keadaan ketika ia memutuskan
memindahkan mesin udang -PT Indofood Sukses Makmur- ke Singapura.
Meskipun Mensesneg Moerdiono menyebutnya sebagai bentuk “nasionalisme
baru', banyak pengamat ekonomi yang menyebut langkah itu sebagai
pe-larian modal
(capital flight).
Krisis moneter yang dimainkan oleh sekelompok orang itu, mengambil
alasan karena tidak ditunjuknya secara jelas nama Cawapres. Sejatinya
mereka menginginkan calon-calon dari mereka dapat terealisir sehingga
keinginan dan nafsu mereka terpenuhi.
Umat Islam dan ABRI Bersatu
Keterlibatan kelompok-kelompok tertentu di negeri ini dalam situasi
mo-neter yang buruk akhir-akhir ini juga ditengarai oleh H Hussein Umar
Sekum DDII- dalam ceramahnya yang disambut pekikan Allahu Akbar dan
applaus
tepuk tangan para peserta dan prajurit. “Perjuangan umat Islam sejak
Diponegoro, Cik Ditiro, Pangeran Antasari, Tuanku Imam Bonjol dan
tokoh-tokoh lain telah membuktikan bahwa umat Islam sangat mencintai
negeri Indonesia ini. Umat Islam Indonesia tidak rela negeri ini dijajah
oleh orang-orang luar atau orang luar (asing) yang punya kaki tangan di
Indonesia, ”tegas Hussein dengan suara yang menggelegar.
Pembicara selanjutnya adalah Dr Watik Praktiknya (Sekum Muhammadiyah)
dan KH Dr Said Agil Munawwar (NU), yang juga bertindak sebagai Imam
shalat Isya' dan tarawih. Keduanya menyampaikan persetujuannya untuk
bersama-sama antara ABRI dengan umat Islam bahu membahu dalam menindak
para pengkhianat bangsa.
Sambutan terakhir disampaikan oleh Ketua MUI KH Hasan Basri. Ketua MUI
menyatakan bahwa haram hukumnya menimbun dolar dan bahan kebutuhan
pokok, karena sangat merugikan masyarakat, dalam hal ini notabene umat
Islam. Ia juga mensyukuri kemesraan ABRI rakyat yang tercermin dalam
acara silaturrahim Cijantung ini, Itu, katanya, tak lepas dari sosok
Prabowo. “Prabowo adalah tokoh masa kini dan tokoh masa depan,” ujar
Hasan Basri, disambut tepuk tangan hadirin. Hasan Basri juga
mewanti-wanti agar umat Islam dapat menjaga Prabowo