Di salah satu sekolah, seorang
guru bertanya kepada para muridnya yang masih belia tentang cita-cita
mereka kelak ketika sudah dewasa.
Semua murid menjawab pertanyaan sang guru:
“Dokter”
“Pilot”
“Polisi”
Jawaban para murid semuanya seputar profesi tersebut.
Hanya ada satu anak yang jawabannya
begitu berbeda. Lain dari yang lain. Para murid yang lain menertawakan
jawabannya yang terdengar aneh.
Apakah anda mengetahui cita-cita anak tersebut?
Marilah mendengar jawaban dari lisannya yang begitu sederhana:
“Aku pribadi begitu ingin menjadi sahabat (sahabat nabi -ed)”
Begitu kaget sang guru mendengar jawaban ini sambil menuturkan:
“Sahabat? (Bukan itu yang kumaksud)”
Murid itu pun menjawab dengan begitu polosnya:
“Mama setiap hari, sebelum aku bobo,
mengisahkan aku kisah-kisah gemilang para sahabat. Mereka itu mencintai
Allah (dan Allah pun mencintai mereka). Demikian pula yang diajarkan
papa.”
Sang guru pun terdiam.
Di balik cita-cita anak tersebut
terdapat sosok ayah dan bunda yang hati dan jiwanya berlapis dahsyatnya
iman maka jadilah cita-cita yang mereka damba adalah cita-cita yang
melesat jauh meninggalkan hinanya dunia.
Sang ibu adalah wanita yang jiwanya
jelita dengan ilmu syar’i hingga jadilah ia pelopor perkembangan sang
anak. Ia ajarkan anaknya untuk mencintai para sahabat nabi yang
merupakan salah satu pondasi aqidah ahlussunnah wal jama’ah.
Inilah warisan para salaf. Mereka saling
mewariskan cinta yang menyurga, mencintai sosok yang dijamin surga oleh
Allah. Para salaf mengajarkan anak-anak mereka mencintai Abu Bakr,
Umar, ‘Ali, Usman dan lainnya sebagaimana mereka mengajarkan anak-anak
mereka al-Qur-an.
Imam malik bertutur:
كان السلف يعلمون أولادهم حب أبي بكر و عمر كما يعلمون السورة من القرآن
“Dahulu para salaf mengajarkan anak-anak
mereka mencintai Abu Bakr dan Umar sebagaimana mengajarkan surat dalam
Al-Qur-an.” (Syarah Ushul I’tiqad Ahlussunnah, Juz 7 hal. 1240)
Kedua orang tua tadi begitu paham bahwa
mereka adalah pemegang kekuasaan di rumah sehingga mampu mengambil
keputusan tentang hal terbaik yang akan diberikan untuk anaknya.
Dan ini sebagai tanggung jawab terhadap
pendidikan akidah di surga mini mereka. Mereka berhasil menularkan
akidah cinta yang terarah bahwa para sahabat Nabi adalah sosok yang
wajib dicintai.
“Sungguh, aku ingin menjadi sahabat Nabi, bukan Drupadi.”