IRSHAD kesal, sudah habis uangnya untuk biaya
wisuda kampusnya, lelaki kelahiran Jakarta itu masih harus mengeluarkan
uang sebesar Rp 500 ribu rupiah untuk menebus ijazahnya. Padahal untuk
wisuda saja dia harus mengeluarkan biaya Rp 2,5 Juta.
Rasa tidak enak sebagai seorang anak, membuatnya tak tega untuk menambah beban orangtuanya. Iapun memilih untuk tidak meminta uang lagi ke orangtua untuk menebus ijazah tersebut. Sejak saat itu, iapun melanjutkan hidup tanpa mengambil ijazah sarjana desain dari sebuah universitas terkemuka di Jakarta. Itulah sekelumit kisah Irshad Abdassah Noor.
“Saat itu dibenak saya, rejeki saja bukan dari ijazah kok,” jelasnya kepada hidayatullah.com, Senin (23/09/2013).
Keinginan untuk menjadi lelaki mandiri memang sudah ada sejak duduk di bangku sekolah. Buku-buku orang-orang sukses seperti Bob Sadino, Ciputra, Robert Kawasaki dan tokoh-tokoh wirausaha dilahapnya sejak lama.
Ditambah pelajaran dari sekelilingnya. Ia melihat banyak orang sukses justru tidak sesuai gelar kuliahnya. Banyak dokter jadi musisi, akuntan jadi desain grafis dan sebagainya. Sebelum ia luluspun, ia telah merintis usaha fotografinya sendiri bernama Abdassah Studio.
Sambil kuliah, ia menerima pesanan-pesanan foto pernikahan hingga hal-hal berbau desain grafis.
“Sampai seminggu sebelum sidang kelulusan itu saya tidak sempat belajar karena ada kerjaan foto pernikahan di Lampung,” jelas Irshad mengenang.
Menikahi Gadis LDK
Lelaki yang juga aktif di Lembaga Dakwah Kampus di tempat kuliahnya inipun beranikan diri untuk menikah. Bermodal yakin, ia melamar seorang gadis Bukit Tinggi bernama Kumala Shary.
Atas kehendak Allah Subhanahu Wata’ala, gadis itupun menerima lamarannya. Ia mulai bahtera rumah tangganya pada 26 Desember 2010, kurang lebih setahun sejak ia lulus kuliah.
“Saat aktif di LDK, saya kenal Irshad sebagai sosok yang visioner dan pekerja keras,” cerita Kumala mengenang kembali sosok suaminya ketika belum menikah.
Kumala bercerita, dalam perjalanan pernikahan mereka tidaklah semulus yang dibayangkan orang. Perbedaan pendapat antara mereka dan orangtua sering menjadi beban tersendiri. Terlebih memang orangtua mereka ingin mereka bekerja di kantor dengan penghasilan tetap.
Tapi, Kumala yakin keteguhan dan ketekunan sang suami dalam berikhtiar memiliki keberkahannya sendiri.
Kerja keras sang suami mengembangkan bisnis fotografi dan desain grafis ditemaninya dengan sabar. Ibu satu anak inipun rela mengundurkan diri sebagai seorang guru di sebuah Sekolah Dasar Islam Terpadu di Bekasi. Ia ingin fokus mendidik sang anak ketika sang suami bekerja menembus waktu demi keluarga.
“Orangtua memang sering khawatir dengan pendapatan keluarga, tapi kami coba jelaskan dan memberikan pembuktian,” jelas Kumala sambil tersenyum mengingat sikap suaminya yang tidak mau mengambil Ijazah kuliahnya hingga hari ini.
“Saya memang tidak memiliki rasa takut, saya yakin ngak mungkin saya ngak makan karena saya menikah,” Irshad menyela dengan nada menyakinkan.
Bukti Janji Allah
Apa yang diyakini Irshad tentang keberkahan dari Allah itu berbuah banyak kisah. Keberanian dan kenyakinannya perlahan – lahan membuahkan hasil. Ditemani dengan perencanaan dan budaya hidup hemat dan rajin menabung, usahanya berkembang.
Sebuah kisah menarik diceritakannya kepada hidayatullah.com. Suatu ketika uang pegangannya tinggal Rp 500 Ribu. Pada saat yang sama sang Ibu hendak meminjam uang untuk keperluan keluarga. Tanpa berpikir panjang, iapun meminjamkan uang pegangannya itu kepada sang Ibu.
“Masya Allah, sejam kemudian ada yang telepon kasih order foto dengan harga sepuluh kali lipat,” jelas Irshad.
“Jujur, saat –saat seperti sering bikin gue menangis di hadapan Allah,” tambahnya.
Kumala sendiri tidak mau melogikakan cara berpikir suaminya. Ia hanya bisa terus berdoa dan menemani cita-cita sang suami sembari ikut mencoba buka usaha.
“Biasanya sebagian ditabung sebagian lagi di putar dengan usaha lain,” jelas Kumala yang juga merintis usaha rendang dan nugget ini.
Sebagai sepasang suami istri, mereka berdua kompak membangun jiwa wirausaha dengan caranya masing-masing.
Saat ini penghasilan Irshad rata-rata paling minim 2,5 Juta. Jika sedang sedang ramai order bisa sampai 21 Juta perbulan. Sang istri mengatur keuangan suaminya dengan baik. Sebagian ditabung, sebagian untuk investasi usaha lain.
“Ya nggak mungkin uang dua puluh satu juga kita habisin sebulan, sebagian ditabung untuk siap-siap jika suatu saat sepi order,” jelas Irshad.
“Sebagian kita pakai untuk investasi usaha lain, kita juga ada usaha bisnis rendang dan nugget,” tambah Kumala.
Menurut Irshad dan Kumala, semua yang ia jalani selama ini, kuncinya adalah perencanaan, konsisten, fokus dan yakin pada Allah
Jika mengenang kisah saat kuliah hingga hari ini, Irshad sering terdiam sejenak. Seperti orang yang menahan haru.
Sambil mengambil nafas, ia mengenang betapa dahulu hidupnya begitu susah. Saat belum mampu beli computer, ia biasa menginap di sekretariat LDK. Menunggu aktivis kampus pulang lalu ia izin menggunakan.
Hingga subuh ia memanfaatkan waktu tersebut mengerjakan pesanan-pesanan foto dan desain grafis. Usai subuh jika ada waktu kuliah maka ia lanjut masuk kelas. Kurang tidur, mengantuk, kerja keras dan membiasakan diri disiplin dengan program kehidupan yang ia siapkan bagi dirinya adalah proses yang terus dikenangnya.
“Kalau kita bicara kebutuhan ekonomi pasti tidak akan pernah ideal, manusia tidak akan pernah ada puasnya,” jelas irshad.
“Itu kenapa gue ngak mau ambil ijazah gue sampai sekarang, dan terbukti rejeki gue Allah yang atur,” tambah murah senyum ini lagi.
Irshad berharap, setiap manusia tidak sombong dengan posisi karirnya. Tidak juga rendah diri karena tidak memiliki kesempatan kuliah. Ini karena, berulang kali ia menjelaskan kemuliaan kita ditentukan Allah begitupun dengan rejeki kita.
“Kuliah bisa dimana saja apalagi ini zaman internet, tapi sekarang yang dibutuhkan dunia pekerjaan bukan ijazah tapi skill (keahlian), portfolio bukan ijazah,” jelasnya.
Dari skill menurutnya, akan lahir kepercayaan orang pada diri kita.
“Kepercayaan adalah amanah. Seperti juga kepercayaan Allah pada hambaNya. Allah suruh kita yakin pada kebesaranNya, Allah suruh kita hidup mengandalkan kekuatanNya.”
Apapun capaian dari target kehidupan yang didapatnya, ia berusaha rendah hati, tidak sombong dan tidak merendahkan orang lain. Karena menurutnya, kecukupan yang dimilikinya juga bagian dari keberkahan dari Allah.
“Bahkan bisa jadi cobaan dari Allah, gue orang yang bersyukur atau tidak?” tambahnya.
Kesuksesan yang diraihnya tidak membuat dirinya sombong. Kesuksesan yang diraihnya justru membuat dia semakin banyak mengukur diri. Menciptakan target-target baru. Lebih utama dari itu, ia mengajak banyak orang untuk optimis dengan kemandirian hidup.
Sekali lagi katanya, jangan rendah diri karena kita tidak memiliki kesempatan untuk kuliah, karena rejeki kita hadir karena Allah bukan karena ijazah kuliah, ujarnya.*
Rasa tidak enak sebagai seorang anak, membuatnya tak tega untuk menambah beban orangtuanya. Iapun memilih untuk tidak meminta uang lagi ke orangtua untuk menebus ijazah tersebut. Sejak saat itu, iapun melanjutkan hidup tanpa mengambil ijazah sarjana desain dari sebuah universitas terkemuka di Jakarta. Itulah sekelumit kisah Irshad Abdassah Noor.
“Saat itu dibenak saya, rejeki saja bukan dari ijazah kok,” jelasnya kepada hidayatullah.com, Senin (23/09/2013).
Keinginan untuk menjadi lelaki mandiri memang sudah ada sejak duduk di bangku sekolah. Buku-buku orang-orang sukses seperti Bob Sadino, Ciputra, Robert Kawasaki dan tokoh-tokoh wirausaha dilahapnya sejak lama.
Ditambah pelajaran dari sekelilingnya. Ia melihat banyak orang sukses justru tidak sesuai gelar kuliahnya. Banyak dokter jadi musisi, akuntan jadi desain grafis dan sebagainya. Sebelum ia luluspun, ia telah merintis usaha fotografinya sendiri bernama Abdassah Studio.
Sambil kuliah, ia menerima pesanan-pesanan foto pernikahan hingga hal-hal berbau desain grafis.
“Sampai seminggu sebelum sidang kelulusan itu saya tidak sempat belajar karena ada kerjaan foto pernikahan di Lampung,” jelas Irshad mengenang.
Menikahi Gadis LDK
Lelaki yang juga aktif di Lembaga Dakwah Kampus di tempat kuliahnya inipun beranikan diri untuk menikah. Bermodal yakin, ia melamar seorang gadis Bukit Tinggi bernama Kumala Shary.
Atas kehendak Allah Subhanahu Wata’ala, gadis itupun menerima lamarannya. Ia mulai bahtera rumah tangganya pada 26 Desember 2010, kurang lebih setahun sejak ia lulus kuliah.
“Saat aktif di LDK, saya kenal Irshad sebagai sosok yang visioner dan pekerja keras,” cerita Kumala mengenang kembali sosok suaminya ketika belum menikah.
Kumala bercerita, dalam perjalanan pernikahan mereka tidaklah semulus yang dibayangkan orang. Perbedaan pendapat antara mereka dan orangtua sering menjadi beban tersendiri. Terlebih memang orangtua mereka ingin mereka bekerja di kantor dengan penghasilan tetap.
Tapi, Kumala yakin keteguhan dan ketekunan sang suami dalam berikhtiar memiliki keberkahannya sendiri.
Kerja keras sang suami mengembangkan bisnis fotografi dan desain grafis ditemaninya dengan sabar. Ibu satu anak inipun rela mengundurkan diri sebagai seorang guru di sebuah Sekolah Dasar Islam Terpadu di Bekasi. Ia ingin fokus mendidik sang anak ketika sang suami bekerja menembus waktu demi keluarga.
“Orangtua memang sering khawatir dengan pendapatan keluarga, tapi kami coba jelaskan dan memberikan pembuktian,” jelas Kumala sambil tersenyum mengingat sikap suaminya yang tidak mau mengambil Ijazah kuliahnya hingga hari ini.
“Saya memang tidak memiliki rasa takut, saya yakin ngak mungkin saya ngak makan karena saya menikah,” Irshad menyela dengan nada menyakinkan.
Bukti Janji Allah
Apa yang diyakini Irshad tentang keberkahan dari Allah itu berbuah banyak kisah. Keberanian dan kenyakinannya perlahan – lahan membuahkan hasil. Ditemani dengan perencanaan dan budaya hidup hemat dan rajin menabung, usahanya berkembang.
Sebuah kisah menarik diceritakannya kepada hidayatullah.com. Suatu ketika uang pegangannya tinggal Rp 500 Ribu. Pada saat yang sama sang Ibu hendak meminjam uang untuk keperluan keluarga. Tanpa berpikir panjang, iapun meminjamkan uang pegangannya itu kepada sang Ibu.
“Masya Allah, sejam kemudian ada yang telepon kasih order foto dengan harga sepuluh kali lipat,” jelas Irshad.
“Jujur, saat –saat seperti sering bikin gue menangis di hadapan Allah,” tambahnya.
Kumala sendiri tidak mau melogikakan cara berpikir suaminya. Ia hanya bisa terus berdoa dan menemani cita-cita sang suami sembari ikut mencoba buka usaha.
“Biasanya sebagian ditabung sebagian lagi di putar dengan usaha lain,” jelas Kumala yang juga merintis usaha rendang dan nugget ini.
Sebagai sepasang suami istri, mereka berdua kompak membangun jiwa wirausaha dengan caranya masing-masing.
Saat ini penghasilan Irshad rata-rata paling minim 2,5 Juta. Jika sedang sedang ramai order bisa sampai 21 Juta perbulan. Sang istri mengatur keuangan suaminya dengan baik. Sebagian ditabung, sebagian untuk investasi usaha lain.
“Ya nggak mungkin uang dua puluh satu juga kita habisin sebulan, sebagian ditabung untuk siap-siap jika suatu saat sepi order,” jelas Irshad.
“Sebagian kita pakai untuk investasi usaha lain, kita juga ada usaha bisnis rendang dan nugget,” tambah Kumala.
Menurut Irshad dan Kumala, semua yang ia jalani selama ini, kuncinya adalah perencanaan, konsisten, fokus dan yakin pada Allah
Jika mengenang kisah saat kuliah hingga hari ini, Irshad sering terdiam sejenak. Seperti orang yang menahan haru.
Sambil mengambil nafas, ia mengenang betapa dahulu hidupnya begitu susah. Saat belum mampu beli computer, ia biasa menginap di sekretariat LDK. Menunggu aktivis kampus pulang lalu ia izin menggunakan.
Hingga subuh ia memanfaatkan waktu tersebut mengerjakan pesanan-pesanan foto dan desain grafis. Usai subuh jika ada waktu kuliah maka ia lanjut masuk kelas. Kurang tidur, mengantuk, kerja keras dan membiasakan diri disiplin dengan program kehidupan yang ia siapkan bagi dirinya adalah proses yang terus dikenangnya.
“Kalau kita bicara kebutuhan ekonomi pasti tidak akan pernah ideal, manusia tidak akan pernah ada puasnya,” jelas irshad.
“Itu kenapa gue ngak mau ambil ijazah gue sampai sekarang, dan terbukti rejeki gue Allah yang atur,” tambah murah senyum ini lagi.
Irshad berharap, setiap manusia tidak sombong dengan posisi karirnya. Tidak juga rendah diri karena tidak memiliki kesempatan kuliah. Ini karena, berulang kali ia menjelaskan kemuliaan kita ditentukan Allah begitupun dengan rejeki kita.
“Kuliah bisa dimana saja apalagi ini zaman internet, tapi sekarang yang dibutuhkan dunia pekerjaan bukan ijazah tapi skill (keahlian), portfolio bukan ijazah,” jelasnya.
Dari skill menurutnya, akan lahir kepercayaan orang pada diri kita.
“Kepercayaan adalah amanah. Seperti juga kepercayaan Allah pada hambaNya. Allah suruh kita yakin pada kebesaranNya, Allah suruh kita hidup mengandalkan kekuatanNya.”
Apapun capaian dari target kehidupan yang didapatnya, ia berusaha rendah hati, tidak sombong dan tidak merendahkan orang lain. Karena menurutnya, kecukupan yang dimilikinya juga bagian dari keberkahan dari Allah.
“Bahkan bisa jadi cobaan dari Allah, gue orang yang bersyukur atau tidak?” tambahnya.
Kesuksesan yang diraihnya tidak membuat dirinya sombong. Kesuksesan yang diraihnya justru membuat dia semakin banyak mengukur diri. Menciptakan target-target baru. Lebih utama dari itu, ia mengajak banyak orang untuk optimis dengan kemandirian hidup.
Sekali lagi katanya, jangan rendah diri karena kita tidak memiliki kesempatan untuk kuliah, karena rejeki kita hadir karena Allah bukan karena ijazah kuliah, ujarnya.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar