SEJARAH perkembangan Islam tidak terlepas dari keteladanan seorang Ibrahim as. Ketaatannya kepada Allah سبحانه وتعالى, menjadi pedoman bagi seluruh umat yang hendak menghambakan diri kepada Allah semata. Kesabaran dan pengorbanan yang dicontohkan nabi Ibrahim adalah prasyarat bagi siapapun yang ingin merasakan kedekatan dirinya dengan Allah. Wajar jika kemudian sejarah hidup nabi Ibrahim diabadikan di dalam Alquran yang merupakan kitab suci bagi umat Islam.
Ada banyak kisah inspiratif dari kehidupan Nabiyullah Ibrahim as yang sepatutnya diteladani oleh setiap kita. Berawal dari kisah Ibrahim muda yang berani menghancurkan patung-patung berhala, yang mana telah menyebabkan dirinya dibakar hidup-hidup.
Namun, atas takdir Allah sehingga api yang membakar dirinya tidak mampu menghanguskan tubuhnya. Selanjutnya, kisah mengharukan ketika Ibrahim diperintah oleh Allah untuk menyembelih Ismail putra yang sangat dicintainya. Lagi-lagi keteguhan imannya kepada Allah menjadi dasar keikhlasannya menjalankan segala perintah-Nya sekalipun harus menyembelih putra kesayangannya.
Hebatnya, Ismail dengan sadar diri dan ikhlas menuruti kehendak ayah kandungnya sendiri yang hendak menyembelih dirinya. Inilah bentuk pengorbanan luar biasa yang mungkin hanya dilakukan oleh hamba-hamba pilihan seperti nabi Ibrahim dan putranya, nabi Islmail as. Demikian uswah dari para pembawa risalah Allah yang mesti tersemat dalam kepribadian kita jika mengaku beriman kepada Allah dan hari akhir. Pengorbanan dalam segala hal harus kita lakukan dengan ikhlas demi menjunjung risalah Allah di muka bumi ini.
Melalui kisah nabi Ibrahim yang rela mengorbankan putra kesayangannya tersebut, dapat dipahami jika sebenarnya Allah menekankan kepada umat manusia bahwa pengorbanan itu harus dilakukan demi meraih kesuksesan hidup, baik sukses di dunia maupun selamat di akhirat kelak. Pengorbanan merupakan syarat dasar yang tidak boleh diabaikan apalagi ditinggalkan jika ingin menjadi manusia ideal di hadapan Allah. Terlebih-lebih dia seorang pemimpin rakyat, pengorbanan dalam segala hal untuk melayani kepentingan rakyatnya menjadi barometer keberhasilannya menjadi pemimpin yang paripurna.
Sayangnya, dewasa ini nilai-nilai pengorbanan tergadaikan oleh bentuk-bentuk balas jasa yang terkadang hanya bernilai materi. Ajaran berkorban dari nabi Ibrahim hanya sebatas simbol dalam bentuk ritual menyembelih hewan kurban seperti kambing, sapi, unta dan lainnya. Masih banyak orang yang tidak sadar jika penyembelihan hewan kurban tersebut bukan daging dan darah yang dinilai oleh Allah سبحانه وتعالى, melainkan ketaqwaannya dalam menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Fakta, pengorbanan yang dilakukan oleh para pemilik harta dan atau pemegang kekuasaan sekarang ini, kebanyakan di antaranya mengharapkan imbal-balik.
Konspirasi atas nama ‘bakti sosial’ sering diperagakan demi meraih simpati dan keuntungan pribadi atau golongan semata. Contohnya bangsa Indonesia, negeri yang seharusnya agamis karena berpenduduk mayoritas Islam ini masih berkutat dengan skandal kolusi, korupsi, nepotisme dan sejenisnya. Oknum-oknum penguasa di negeri ini yang tampak dermawan karena sering memberi sumbangan kepada rakyat miskin, masih banyak diantaranya yang meminta gratifikasi dan entah lain bentuknya.
Semestinya, Hari Raya Kurban yang diperingati setiap tahunnya oleh umat Islam di negeri ini dengan begitu antusias, mampu menanamkan perilaku saling peduli antara satu dengan lainnya tanpa embel-embel apapun. Sebagaimana hikmah dari penyembelihan hewan kurban, kemudian dagingnya diberikan kepada mereka yang berhak, di antaranya sanak kerabat dan para fakir miskin. Hal ini tentu dimaksud agar tumbuhnya kepedulian dalam diri orang-orang yang secara ekonomi memiliki kelebihan, tidak sebatas kampanye memotong hewan kurban dalam rangka mencari simpati untuk dipilih dalam pemilihan.
Uswah Kepemimpinan Ibrahim
Pemimpin ideal merupakan dambaan setiap rakyat, tidak terkecuali penduduk Indonesia. Jika menapak-tilas sejarah hidup nabi Ibrahim, tentu kita akan menemukan akhlak pemimpin umat yang kompleks dalam diri nabi Ibrahim as. Al-Qur`an menyebut nabi Ibrahim sebagai sosok pemimpin ideal karena kepribadiannya yang paripurna. Dalam al-Quran surat an-Nahl ayat 120-122, Allah سبحانه وتعالى berfirman: “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah, Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang shaleh.”
Kepemimpinan Ibrahim as yang ditegaskan langsung oleh Allah سبحانه وتعالى dalam ayat-Nya tersebut, ditafsirkan oleh Ibnu Mas’ud dan Ibnu Umar yang menyebutkan bahwa lafazh ummah mengandung makna bahwa pemimpin yang dijadikan teladan dan mengajarkan kebaikan kepada manusia (Tafsir Ibn Katsir QS. 16 : 120). Kesuksesan kepemimpinan Ibrahim sangat berlandas pada tiga kriteria, yaitu: Qanit li Allah, yang artinya tunduk kepada Allah سبحانه وتعالى.
Kemudian hanif, bermakna lurus dalam jalan kebenaran. Dan terakhir syukur, yang dijelaskan artinya oleh ar-Raghib sebagai bentuk mengakui nikmat dengan hati dan memperlihatkannya dengan amal perbuatan.
Sosok pemimpin seperti yang disebutkan dalam tiga kriteria tersebut dapat dijamin akan jauh dari sifat zalim, korup, arogan dan semena-mena. Perilaku yang taat kepada Allah tentu mendatangkan keberkahan bagi negeri yang dipimpinnya, perbuatan yang lurus akan menjadikan rakyat nyaman menjadi rakyatnya, sementara pribadi syukur senatiasa melipa-gandakan anugerah-anugerah Allah yang telah diterimanya. Dengan kata lain, tiga kriteria tersebut adalah pondasi bagi sosok pemimpin yang berkarakter kuat, lurus dalam aqidah dan ibadah, serta teguh memegang amanah.
Pemimpin ideal hanya akan lahir dari proses penempaan diri yang benar-benar berkualitas, Ibrahim adalah salah satu contoh alumni yang lulus dari ujian-ujian hebat lagi berat. Allah menegaskan dalam al-Quran, yang artinya: “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah: 124).
Jika dirujuk dari ayat-ayat al-Qur`an yang menceritakan tentang kisah nabi Ibrahim as, jelas tergambar bahwa Allah سبحانه وتعالى telah menguji Ibrahim dengan berbagai ujian yang begitu berbobot. Pertama, mengorbankan perasaannya sendiri ketika harus berhadapan dengan ayah dan kaumnya yang musyrik, bahkan sampai harus menghadapi hukuman dibakar hidup-hidup sebagai konsekwensi menentang kemusyrikan (QS. Al-Anbiya: 51-69). Kedua, mengorbankan kecintaannya pada anak ketika harus menyembelih Isma’il putra kesayangannya (QS. Ash-Shaaffaat: 102-107). Ketiga, mengorbankan harta dan tenaga ketika harus membangun Masjidil-Haram (QS. Al-Baqarah: 125-127).
Kesimpulan
Konsep berkurban selalu relevan dengan kehidupan manusia di mana dan kapapun zamannya. Ajaran berkurban mendeskripsikan bahwa cita-cita mulia, lebih-lebih membangun suatu bangsa, harus disertai pengorbanan dan kebersamaan. Begitu sulit keberhasilan terwujud manakala setiap upaya yang dilakukan tidak diikuti oleh kesediaan berkorban. Pengorban merupakan kunci keberhasilan terhadap semua usaha, apapun usaha itu, baik pada tingkatan pribadi apalagi komunitas besar, seperti halnya usaha kita memajukan Negara Indonesia ini.
Para pahlawan bangsa ini telah memberikan contoh terbaik dalam hal pengorbanan. Mereka telah mengorbankan apa saja baik itu harta, jiwa dan raganya demi mewujudkan kemerdekan di bumi Nusantara ini. Kerelaan dalam berkorban itulah kunci kesuksesan diproklamirkannya kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Kemerdekaan yang diraih dengan pengorbanan yang luar biasa oleh para pahlawan bangsa kala itu. Dan kini, bangsa Indonesia sedang berjuang dalam membangun dan memajukan negeri ini.
Maka, semangat berkorban begitu penting ditumbuh-kembangkan dalam diri setiap generasi bangsa ini untuk mendukung percepatan kemajuan bangsa Indonesia. Kesempatan hidup kita di dunia yang begitu singkat ini, sedapat mungkin digunakan untuk senantiasa berbagi kebaikan dengan orang lain. Baik kita sebagai pemimpin maupun rakyat yang dipimpin harus memiliki motivasi untuk rela berkorban, sehingga keberadaan kita di dunia fana ini bermanfaat dan mendatangkan rahmat Allah, utamanya bagi bangsa ini. Pengorbanan yang didasari rasa kepedulian antar sesama makhluk-Nya harus terus dijaga eksistensinya, insya Allah umat Islam terutama rakyat Indonesia akan selalu berjaya.
Pada akhirnya, bersamaan dengan perayaan Hari Raya Idul Kurban yang sebentar lagi dilaksanakan seluruh umat Islam di manapun berada, ada hal pokok yang harus kita benahi bersama. Sejarah pengorbanan Ibrahim demi mendekatkan dirinya kepada Allah, harus mendorong semangat kita dalam meningkatkan kualitas hidup. Janganlah kita hanya terjebak dalam gemerlap kehidupan dunia dengan segala pesonanya, agar diri kita tidak dikucilkan oleh orang lain terlebih-lebih dijauhi oleh Allah سبحانه وتعالى.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
وَأَنفِقُوا مِن مَّا رَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ الصَّالِحِينَ
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang merugi. Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu…" (QS al Munafiqun[63]: 9-10).*
Penulis adalah Dosen STKIP Hidayatullah Batam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar