Oleh : Abu Fadhilah (Aktivis Gerakan Islam
Kontemporer di Indonesia)
Ketika aura semangat menggelembung besar berharap datangnya perubahan
di tengah kejenuhan dan kejumudan aktifitas dakwah tertentu. Maka
euforia perubahan strategi dakwah bercampur dengan banyak kepentingan
personal. Seperti sulit membedakan mana sebuah aktifitas yang murni
dengan keikhlasan penuh sebagai sebuah aktifitas dakwah dan mana yang
bukan.
Menjadi tipis batas penyekat yang memisahkannya. Sama persis begitu
sulit untuk membedakan qimah/motivasi aktifitas seorang pengemban
dakwah. Antara sebuah aktifitas berqimahkan madiyah, maslahiyah dengan
ruhiyah. Kadang-kadang saat dakwah dianggap sebagai amal dominan
pengembannya. Hal ini akan berbuah bahwa hampir semua aktifitas
kehidupannya diklaim sebagai aktifitas dakwah. Sampai kemudian tidak
peka lagi mengidentifikasi sesungguhnya ada aktifitas pribadi dalam
pernak pernik dinamika aktifitas dakwah. Bahkan aktifitas pribadi yang
komersiil. Bahkan juga persoalan di seputar harta dan wanita.
Mulai dari persoalan muamalah bisnis yang bermasalah dan berimplikasi
internal jamaah maupun masyarakat umum yang menjadi jejaringnya sampai
dengan persoalan pelecehan seksual yang menimbulkan krisis kepercayaan
dan krisis kepemimpinan yang berpotensi menimbulkan krisis kepercayaan
masyarakat meluas karena dilakukan oleh orang yang berpengaruh baik pada
institusi maupun masyarakarat daerah tertentu. Naudzubillahi
mindzalik.
Menjadi persoalan yang berat apalagi jika menimpa pada para pengemban
dakwah yang diamanahi secara khusus sebagai pemimpin dakwah. Bahkan
muncul kesan kepentingan pribadi menyusup “super lembut” ke
dalam relung aktifitas dakwah. Seperti peribahasa Jawa “Gendhong
Ngindit” sekali jalan dua tiga pulau terlampaui. Melakukan
aktifitas dakwah sekaligus mengambil keuntungan pribadi di tengah amanah
dakwah yang diemban.
Hal yang perlu disadari bagi pengemban dakwah adalah pembelokkan
tujuan dakwah dari yang seharusnya. Indikator hal tersebut nampak pada
begitu takut dan khawatirnya terhadap resiko dakwah. Yang berakar dari
rasa kecintaannya kepada dunia yang berlebihan dan takut kepada
datangnya kematian. Dengan mencoba merasionalisasikan bahwa dakwah perlu
masa depan dan kesinambungan sehingga harus dihindarkan dari
potensi-potensi ancaman mematikan yang datang dari rezim penguasa sistem
kufur/thogut.
Berlindung pada manhaj dakwah jalan damai sehingga mengakumulasi
permakluman-permakluman terhadap pengorbanan dan resiko dakwah.
Menyisakan pekerjaan rumah besar untuk melakukan sistem pembenahan
internal integral. Yang berkutat pada persoalan pembenahan mentalitas
para pengembannya. Mentalitas yang mencakup nuansa kehidupan jamaah yang
berbasis silaturahim intern dan ekstern jamaah dakwah. Untuk
meningkatkan kapasitas kemampuan bergerak di masyarakat. Di antara
tuntutan yang besar agar semakin tumbuh berkembang tubuh jamaah dakwah.
Seiring sejalan dengan semakin besar pula pemahaman umum masyarakat
terhadap eksisting jamaah dakwah beserta gagasan-gagasan yang
diperjuangkan. Begitu besar keinginan untuk memasifkan interaksi di
tengah masyarakat tetapi di sisi lain menyisakan problem interaksi
internal jamaah dakwah dalam satu kesatuan kehidupan jamaah yang solid.
Yang ditunjukkan oleh masih menonjolnya kehidupan individualistis atau
dalam bahasa orang Madura “bik dibik ebhang”.
Urusan pribadi bukan domain tanggung jawab urusan dakwah.
Masing-masing pribadi dituntut memiliki kemampuan personal
menyelesaikannya secara privacy. Inilah sesungguhnya problem dakwah
terpenting yang menjadi pilar penyangga keberhasilan dakwah. Sehebat
apapun sistem manajemen dakwah yang dirancang. Sekuat apapun argumentasi
konsep ide/gagasan yang diperjuangkan. Sebesar apapun gaung opini yang
dikembangkan. Jika tidak ditopang militansi para pengembannya maka yang
terjadi adalah krisis sistemik secara internal. Alias proses pembusukkan
dari dalam yang pada titik nadhir tertentu akan menyebabkan lesunya
orientasi dakwah.
Sebuah orientasi dakwah yang penuh dengan euforia perubahan besar
tetapi krisis militansi yang berakar dari keenganan terhadap pengorbanan
dan resiko dakwah mengancam kematian. Hal yang sangat bertentangan
dengan tabiat atau jamaknya resiko perjuangan dakwah sebagaimana yang
dihadapi oleh Rasullulloh SAW dan para sahabat beliau.
Semua itu terjadi karena aktifitas dakwah lebih fokus pada
perfomances dakwah bukan lebih fokus, serius dan sistematis terhadap
pembenahan di dalam. Terlalu banyak energi, konsentrasi dan biaya yang
dihabiskan untuk beragam performances dakwah. Sehingga lupa bahwa
performances dakwah seyogjanya di atas basis pembesaran dan pensolidan
tubuh jamaah dakwah.
Kenapa tidak berpikir untuk menggumpalkan seluruh energi, konsentrasi
dan biaya lebih fokus untuk merealisasikan pembesaran dan pensolidan
tubuh jamaah yang secara karakter memang berbeda treatmentnya dengan
memperbesar performances. Jika kondisi itu dibiarkan dan tidak ada upaya
serius secara sistematis untuk membenahinya maka bukan mustahil
aktifitas dakwah oleh jamaah dakwah mengalami disorientasi. Yakni
jauhnya dakwah dari datangnya perubahan mendasar dan besar karena hanya
berisi retorika-retorika politik. Yang kehilangan urgensi pada gelembung
kekuatan perubahan yang diperhitungkan sebagai kekuatan politik.
Diapresiasi sebagai kekuatan intelektual yang mengembangkan wacana
secara masif diskursus perubahan besar. Dikotak dalam
komunitas-komunitas pengusung ide perubahan besar. Tetapi kehilangan
urgensinya sebagai kekuatan politik riil yang diperhitungkan baik oleh
umat maupun penguasa. Itu semua terjadi karena relevansi gagasan-gagasan
perjuangan perubahan besar tidak termanifestasi dalam kehidupan pribadi
dan kehidupan jamaah para pengembannya.
Sebuah kehidupan pribadi dan kehidupan jamaah para pengembannya yang
kering oleh pengorbanan jiwa dan harta. Maka penting direnungkan kembali
ayat-ayat Alloh Subhanahu Wa Taalla yang populer didengar, dipahami dan
disampaikan oleh para pengembannya : “Sesungguhnya Allah telah membeli
dari orang-orang yang beriman akan jiwa mereka dan harta-benda mereka
dengan (balasan), bahwa mereka akan beroleh syurga (disebabkan) mereka
berjuang pada jalan Allah maka (di antara) mereka ada yang membunuh dan
terbunuh. (Balasan syurga yang demikian ialah) sebagai janji yang benar
yang ditetapkan oleh Allah didalam (kitab- kitab) Taurat dan Injil,
serta Al Quran dan siapakah lagi yang lebih menyempurnakan janjinya
daripada Allah? Oleh itu, bergembiralah dengan jualan yang kamu jalankan
jual belinya itu dan (ketahuilah bahwa) jualbeli (yang seperti itu)
ialah kemenangan yang besar” (QS At Taubah : 111). Wallahu a’lam bis
shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar