Sistem ekonomi Islam adalah sebuah sistem ekonomi yang didasarkan akidah
Islam dengan tiga asas sebagai pilarnya. Tiga asas dalam sistem ekonomi
Islam adalah kepemilikan (al-milkiyyah), pengelolaan kepemilikan (al-tasharruf fi al-milkiyyah), distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat (tauzii’ al- tsarwah baina al-naas.)
Sistem Ekonomi Islam berbeda dengan sistem ekonomi Sosialis maupun
Kapitalis. Hal ini karena Islam sendiri merupakan sistem ilahi yang
unik, yang diturunkan oleh Allah kepada semua manusia. Ajaran Islam
telah mencakup hukum-hukum tentang pengaturan hidup seluruh manusia.
Menurut Muhammad Husain Abdullah dalam kitabnya, “Diraasat fil Fikril Islami”, keunikan Sistem Ekonomi Islam setidaknya ada tujuh, yaitu:
Pertama, Syumuuliyyah (menyeluruh) dan ittisaa’ (keluasan)
dalil-dalilnya untuk memecahkan dan menguraikan seluruh problematika
ekonomi yang dihadapi manusia di dalam kehidupan hingga hari kiamat,
yang berkaitan dengan masalah harta, baik persoalan kepemilikan,
pengelolaan maupun pendistribusinya.
Kedua, sistem ekonomi Islam sangat tetap memperhatikan perbedaan
masing-masing individu di tengah-tengah manusia. Islam membolehkan
adanya kompetisi yang sehat (yang sesuai hukum syara’) dalam rangka
memiliki harta sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Islam juga
menjelaskan kewajiban-kewajiban orang-orang kaya dan hak-hak orang-orang
fakir.
Ketiga, sistem ekonomi Islam juga telah mengatur perbedaan
karakteristik masing-masing benda yang dimiliki, dan kemudian menjadikan
sebagiannya milik individu, sebagian lagi menjadi milik umum dan
negara, serta memberikan batasan-batasan yang jelas untuk tiap-tiap
kepemilikan tersebut.
Keempat, sistem ekonomi Islam memelihara keseimbangan materi
diantara individu-individu masyarakat, dan meningkatkan taraf kehidupan
rakyat. Disamping itu, Daulah Islam menjamin rakyat yang tidak memiliki
harta, tidak memiliki pekerjaan dan tidak memiliki keluarga yang menjadi
tumpuannya. Sabda Rasulullah Saw.: “Barangsiapa yang meninggalkan harta
maka berikanlah pada ahli warisnya, dan barangsiapa yang berstatus
kalallan maka berikanlah kepada kami.” Al-Kallu disini bermakna orang yang lemah, fakir, dan al mu’dim (fakir/miskin).
Kelima, sistem ekonomi Islam melarang eksploitasi dan penanaman
modal asing dalam negara sebagaimana Islam juga melarang pemberian
hak-hak istimewa kepada orang asing manapun. Ini dilakukan agar pihak
asing tidak sampai menguasai negeri-negeri muslim. Firman Allah swt:
“Sungguh Allah sekali-kali tidak akan menjadikan bagi orang-orang kafir
jalan untuk menguasai orang-orang muslim.” (QS. AN Nisaa : 141).
Keenam, negara Islam menjamin kebutuhan pokok (al-haajaat
al-dharuuriyyah) bagi setiap individu rakyat seperti kesehatan,
pendidikan, dan keamanan. Apabila ada individu yang tidak mampu, maka
daulah bertugas untuk memenuhi seluruh kebutuhan pokoknya (primer),
kemudian memberinya kesempatan untuk memenuhi kebutuhan sekunder sesuai
dengan kemampuannya. Kebutuhan pokok yang dimaksud adalah papan, pangan
dan pakaian.
Ketujuh, Emas dan perak adalah dua jenis mata uang yang diakui
(di dalam negara). Dengan menggunakan standar kedua jenis mata uang
tersebut, Islam telah menetapkan nishab zakat, ukuran denda (diyat)
uang, dan batas ukuran pemotongan tangan pencuri. Negara Islam dapat
saja menggunakan mata uang kertas sebagai pengganti emas dan perak. Hal
itu dilakukan demi kemudahan aktivitas pertukaran (jual beli) dan
peredaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar