Selasa, 07 April 2015
Bawang Putih Pengawet Alami
PENGAWET pada produk makanan atau minuman sudah wajar digunakan dalam dunia industri, apalagi perkembangan zaman yang menuntut adanya makanan serbapraktis, tahan lama, dan memiliki penampilan yang menarik. Bahan pengawet kimia yang sering digunakan pada daging bisa membahayakan kesehatan.
Bahan pengawet kimia yang biasa ditambahkan pada daging adalah natrium nitrit, formalin, boraks, natrium benzoat, dan lain sebagainya. Daging segar yang tidak langsung diolah dapat cepat mengalami pembusukan akibat aktivitas bakteri. Daging yang tercemar bakteri patogen akan berbahaya bila dikonsumsi karena menimbulkan penyakit.
Kerusakan daging dapat dilakukan dengan pengawetan, salah satunya dengan menambahkan bahan pengawet baik alami maupun kimiawi. Penyebab kebusukan daging dan bahaya pangan adalah adanya cemaran mikroba. Beberapa mikroba patogen yang biasa mencemari daging antara lain Escherichia coli, Salmonella sp, dan Staphylococcus sp.
Daging mudah sekali mengalami kerusakan oleh mikroba. Bawang putih mengandung senyawa sulfur yang menimbulkan aroma yang khas pada tanaman tersebut. Bawang putih mengandung 17 asam amino, termasuk didalamnya 8 asam amino essensial dan juga mineral seperti kalsium, besi, kalium, germanium, selenium, dan zinc.
Senyawa sulfur yang terkandung dalam bawang putih terjadi karena adanya adanya metabolisme dari asam amino sistein membentuk alliin yang akan segera berubah menjadi allicin dengan bantuan enzim Allinnase ketika bawang segar dicincang, dikunyah, atau dipotong. Bawang putih dapat digunakan sebagai bahan pengawet karena kandungan Allicin tersebut.
Allicin merupakan organosulfur yang dapat membunuh beberapa mikrobia seperti bakteri, jamur, protozoa, dan virus. Kandungan allicin dalam bawang putih berkisar antara 1-3 persen.
Cegah Mikroba
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Ghaly dan Dave pada tahun 2011, kandungan Allicin hasil ekstraksi pada bawang putih terbukti dapat mencegah pertumbuhan berbagai macam mikroba penyebab kebusukan daging.
Daging yang diawetkan dengan bawang putih dapat bertahan dari kebusukan selama 20 hari. Dalam buku Tumbuhan Obat Indonesia, allicin terbukti memiliki potensi sebagai antimikrobia dengan aktivitas yang sama seperti antibiotika golongan penicillin maupun turunannya, misalnya amoxcyllin.
Allicin dapat menghambat pembentukan dinding sel pada bakteri sehingga akan menyebabkan cacat pada dinding sel bakteri yang berakhir pada kematian karena sistem metabolisme yang terganggu. Akan tetapi, bawang putih yang bertunas tidak baik untuk dikonsumsi karena tunasnya mengandung racun sianida.
Masalah utama dalam penggunaan bawang putih sebagai pengawet adalah ketidakstabilan allicin. Senyawa ini akan kehilangan potensi sebagai antimikrobia hanya dalam waktu sekitar satu jam setelah bawang putih tersebut dipotong. Banyaknya allicin yang didapatkan dari 600-900 mg serbuk bawang putih adalah 1,3%.
Pada tahun 2006, Ade Hermansyah juga melakukan penelitian tentang kemampuan ekstrak bawang putih dalam menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk daging. Tidak hanya allicin, berdasarkan uji fitokimia bawang putih mengandung tannin, alkaloid, dan saponin. Daya antimikrobia yang dimiliki oleh bawang putih juga dikarenakan kandungan senyawasenyawa tersebut.
Alkaloid pada bawang putih bersifat racun dan dapat menyebabkan sel bakteri mengalami lisis akibat terpapar senyawa tersebut. Tannin pada bawang putih juga akan mengganggu bakteri dalam penyerapan protein oleh cairan sel. Hal tersebut karena tannin bersifat proteolitik yang dapat menguraikan protein menjadi asam amino.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar