Senin, 20 April 2015
Pergilah dan Tinggalkan Kisah Inspiratif
Pada suatu hari Imam Syibli rah.a. sedang berada di kebunnya yang subur.
Ketika sedang asyik bekerja di kebun itu, tiba-tiba saja terdengar suara yang memanggilnya.
"Syibli...!!! Syibli...!!!"
Imam Syibli segera menghentikan pekerjaannya dan mencari-cari siapa gerangan yang memanggil-manggil namanya. Ternyata, suara itu datang dari sebatang pohon mangga.
"Ada keperluan apa engkau memanggilku?" tanya Imam Syibli.
"Jadilah makhluk yang memiliki sifat sepertiku," jawab pohon mangga itu.
"Apa maksudmu..." tanya Imam Syibli yang tak mengerti.
"Jika aku dilempar dengan batu, aku balas melemparinya itu dengan buahku yang lezat," tutur phon mangga itu.
"Oh...engkau memang baik hati," sahut Imam Syibli.
"Tapi mengapa nasibmu begitu tragis pada akhirnya?" tanya Iman Syibli.
Kini, ganti pohon mangga itu yang keheranan, dan tidak mengerti.
"Apa maksudny Syibli?" tanya pohon mangga.
"Kalau engkau sudah tidak ada gunanya lagi, sudah tua, batangmu akan ditebang. Daun-daunmu akan digunduli dan dirimu akan menjadi kayu bakar," kata Imam Syibli.
"Itulah nasibku," jawab pohon mangga dengan nada sedih.
"Jadi mana lebih baik, nasibmu atau nasib pohon cemara itu yang di sana?" tanya Imam Syibli.
"Inilah kebangganku, memang pohon cemara di sana bisa selamat dengan cara begitu, akan tetapi kalau sudah tua nanti dia itu akan roboh begitu saja dan tidak ada yang mengambil batangnya untuk dibuat kayu bakar, apalagi arang. Sedangkan aku, meskipun pada akhirnya aku dimakan api dan tinggal debu-ku saja, tetapi kepergiaan-ku dengan cara terhormat. Karena manusia tidak akan sembarangan membakarku jika tidak untuk keperluan yang jelas seperti untuk memasak dan sebagainya," jawab pohon mangga.
Pohon mangga melanjutkan penuturannya.
"Jadi semalang-malangnya nasibku, aku masih berusaha untuk tetap dapat berdaya-guna terhadap orang lain sampai pada akhir hidupku," kata pohon mangga.
"Abu bekas pembakaranku juga masih diperlukan orang untuk menggosok perabotan rumah tangga, dan abuku terkenal mahal serta dapat membuat barang-barang dari logam menjadi bersih dan mengkilap. Jadi nasibku lebih baik daripada pohon cemara," tutur pohon mangga menghibur diri.
Imam Syibli mengangguk-anggukkan kepalanya, ia menyetujui pendapat pohon mangga.
Lebih baik mati terhormat daripada menjual harga diri dengan bersikap munafik yang bersedia mengikuti arus, kemanapun angin bertiup dia pun mengikutinya.
Sebaiknya kita tetap berusaha untuk meninggalkan kebaikan terhadap orang lain walaupun diri kita jadi korban dan tidak lagi ada yang mempedulikan, toh kisah perjuangan kita akan dikenal oleh setiap generasi sehingga menjadi inspirasi untuk kemajuan masa depan bangsa ini, negara ini dan agama kita ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar