Prabu Kertabumi Galau.
Ratu Dwarawati yang merupakan istri Prabu mengetahui kerisauan
hati suaminya. Dengan memberanikan diri, dia mengajukan pendapat kepada
suaminya.
"Saya mempunyai seorang keponakan yang ahli mendidik dalam hal mengatasi kemerdekaan budi pekerti," kata Ratu Dwarawati.
"Benarkah?" tanya Sang Prabu.
"Iya, benar. Namanya Sayyid Ali Rahmatullah, putra dari kanda Dewi
Candrawulan di Negeri Cempa. Bila kanda berkenan, saya akan meminta
Ramanda Prabu di Cempa untuk mendatangkan Ali Rahmatullah ke Majapahit
ini," jawab Ratu Dwarawati.
"Tentu saja, aku akan merasa senang bila Rama Prabu di Cempa bersedia
mengirimkan Sayyid Ali Rahmatullah ke Majapahit ini," kata Prabu.
Sunan Ampel Menuju Tanah Jawa.
Pada suatu hari, diberangkatkanlah utusan dari Majaphit ke negeri Cempa
untuk meminta Sayyid Rahmatullah datang ke Majapahit. Kedatangan utusan
Majapahit ini disambut oleh raja Cempa dengan baik dan mengizinkan
cucunya untuk berangkat ke Majapahit.
Keberangkatan Sayyid Rahmatullah ke Tanah Jawa ini tidak sendirian. Ia
ditemani oleh ayah, Syekh Maulana Ibrahim Asmarakandi dan kakaknya yang
bernama Sayyid Ali Murtadho. Di duga, nereka tidak langsung ke
Majapahit,melainkan mendarat ke Tuban terlebih dahulu, tepatnya di desa
Gesikharjo.
Di desa tersebut, ayahnya Sayyid Ali Rahmatullah jatuh sakit dan
meinggal dunia dan dimakamkan di desa tersebut, desa GesikHarjo,
Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban.
Kakaknya yang bernama Sayyid Ali Murtadjo menyebarkan islam dan
berdakwah sampai ke Nusa Tenggara, bahkan sampai ke Bima. Beliau dikenal
dengan Pandita Bima. Terakhir beliau berdakwah di Gresik dengan sebutan
Raden Santri dan wafat di sana.
Raden Rahmat sampai di Majapahit.
Sementara itu, Sayyid Ali Rahmatullah meneruskan perjalanan ke Majapahit
untuk menghadap Prabu Brawijaya sesuai permintaan bibinya, Ratu
Dwarawati.
Kapal layar yang ditumpanginya mendara di pelabuhan Canggu dan kedatangannya disambut penuh suka cita oleh Prabu Kertabumi.
Dengan penuh haru, bibinya, Ratu Dwarawati memeluknya erat-erat seolah
sedang memeluk kakak perempuannya yang berada di istana Kerajaan Cempa.
Wajah keponakannya itu memang mirip sekali dengan ibunya.
Setelah Raden Sayyid Rahmatullah beristirahat, Prabu Kerthabumi bertanya,
"Wahai Nanda Rahmatullah, bersediakah engkau memberikan pelajaran atau
mendidik kaum bangsawan dan rakyat Majapahit agar mereka memiliki budi
pekerti yang mulia?" tanya sang Prabu.
"Dengan senang hati Gusti Prabu. Saya akan berusaha sekuat tenaga untuk
mencurahkan kemampuan saya untuk mendidik mereka," jawab Ali
Rahmatullah.
"Bagus..," sahut sang prabu.
"Kalau begitu, engkau akan aku beri hadiah sebidang tanah berikut
bangunannya di Surabaya. Di sanalah engkau akan mendidik para bangsawan
dan pangeran Majapahit agar berbudi pekerti mulia."
Begitulah kisah perjalanan Sayyid Ali Rahmatullah yang sering disebut
dengan Raden Rahmat dan lebih dikenal dengan sebutan Sunan Ampel.
Catatan Penulis : Saya menyaksikan sendiri bekas benteng istana kerajaan Cempa yang terletak di Bihar, Distrik Kusyinaghar Propinsi Uttar Prhadish India, saat itu saya sedang belajar dakwah selama 35 hari dan penduduk daerah itu membenarkan bahwa Cempa itu kerajaan yang daerah kekuasaannya terbagi kedalam dua negara yaitu India dan Nepal. Dalam sejarah ekspansifnya Cempa punya hubungan erat dengan Nusantara (Indonesia), dan dilihat dari sejarah pula bahwa masuknya Hindu-Budha melalui jalur hubungan kedua kerajaan ini begitu pula masuknya islam melalui hubungan Majapahit Indonesia dan Cempa India.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar