Ikhwan sekalian, saya menyebut shalat dalam Islam itu sebagai manhaj
yang lengkap untuk mentarbiyah umat Islam. Shalat adalah jati diri yang
melekat di tubuh umat Islam dan ibadah yang mendidik setiap muslim
dengan pendidikan yang menakjubkan, sehingga memformatnya menjadi
seorang manusia sempurna. Apabila setiap orang terbentuk darinya sebagai
seorang manusia sempurna, maka dari mereka itu akan terbentuk sebuah
umat yang sempurna pula. Demikianlah, misi shalat adalah membentuk
sebuah umat yang sempurna.
Para pendidik di zaman modern ini membuat kaidah-kaidah untuk mendidik jasmani yaitu pemeliharaan kesehatan; mereka juga membuat kaidah-kaidah untuk mendidik akal yaitu pengajaran serta kaidah-kaidah untuk mendidik jiwa yaitu ilmu jiwa dan falsafah moral. Mereka menyusun buku-buku besar dan berjilid-jilid dalam setiap bidang ilmu. Ikhwan yang mulia, (padahal) Islam adalah agama yang sangat praktis, yang telah meletakkan ilmu-ilmu tersebut secara praktis pula dalam satu “kapsul”, dan Islam memerintahkan Anda untuk meminumnya lima kali dalam sehari.
“Kapsul” ini adalah shalat. Anda meminumnya tanpa perlu mengerti komposisinya, tetapi hasilnya, akal, ruh, dan jasmani Anda menjadi sehat secara keseluruhan. Untuk melaksanakan shalat, wahai Akhi, Anda harus selalu dalam keadaan bersih: bersih pakaian, tempat shalat, dan badan. Ini merupakan intisari dari pemeliharaan kesehatan. Agar bisa melaksanakan shalat, Anda harus tidur di awal malam agar bisa bangun pagi-pagi sekali untuk melaksanakan shalat fajar. Inilah petunjuk kesehatan yang pertama kali diberikan kepada murid di sekolah. Anda akan menjadi cekatan, karena Anda berdiri menuju pekerjaan ini di siang hari tiga kali: untuk melaksanakan shalat zhuhur, ashar, dan maghrib. Dengan demikian, peredaran darah bisa berjalan secara baik.
Shalat juga merupakan kesempatan bagi seluruh anggota badan untuk beristirahat, jadi, shalat menjadikan Anda cekatan, bersih, tidur di awal malam, dan bangun pagi. Karena itu, kakek-kakek kita yang melaksanakan shalat sebagaimana mestinya, usia mereka bisa mencapai lebih dari seratus tahun sedangkan kesehatan, kekuatan, dan ketangkasan jasmani mereka masih prima.
Setelah itu, wahai Akhi, Anda mendatangi tempat shalat, menghadap kiblat, mengkonsentrasikan pikiran untuk menghayati makna, dan menghilangkan pikiran tentang dunia. Ini mempunyai pengaruh dalam menguatkan kemauan dan menghimpun cahaya jiwa. Shalat adalah latihan paling efektif untuk memperkuat kemauan. Kemudian Anda mengucapkan, “Allahu Akbar (Allah Mahabesar)”, maka Anda membebaskan diri dari segala yang ada di sekitar Anda dan menghadap kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Anda melakukan rukuk untuk mengagungkan “Majikan” Anda. Anda mengucapkan “Subhana rabbiyal ‘adzim (Mahasuci Tuhanku Yang Mahaagung)”.
Kemudian Anda bersujud. Di sana nurani Anda bangkit, nurani manusia bangkit. Ketika nurani manusia bangkit, maka saat itulah ia mengerti barometer yang membedakan antara kebaikan dan keburukan. Kebangunan nurani ini tidak mungkin bisa dicapai hanya dengan mempelajari pendidikan moral atau membaca buku. Betapa banyak ulama yang keilmuan mereka telah mencapai tingkatan yang tinggi, tetapi nurani mereka rusak. Adapun nurani yang sehat, ia merupakan cahaya di dalam hati manusia yang dimasukkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala ke dalam dada siapa saja di antara hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki, sehingga hamba tersebut bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan. Proses pembangkitan nurani ini terus berulang lima kali dalam sehari semalam.
“Sesungguhnya shalatitu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannyadaripada ibadah-ibadah lain).” (QS. Al-Ankabut: 45)
Ikhwan sekalian, suatu ketika saya melaksanakan shalat tarawih dan membaca seperempat juz mulai: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi” (QS. Al-Baqarah: 219). Seusai shalat, salah seorang Ikhwan berkata, “Untuk menjelaskan seperempat juz ini diperlukan waktu beberapa malam, karena ia mengandung banyak hukum. Ia merupakan kurikulum panjang yang bisa dibaca seseorang dalam satu rakaat shalat saja.”
Andaikata kaum muslimin mengetahui tujuan-tujuan tinggi dari shalat ini, andaikata para imam mau memilihkan ayat-ayat yang akan mereka bacakan kepada para makmum di mihrab, ketika mereka bersama-sama berdiri di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala, jika mereka mampu menyinarkan cahaya Al-Qur’anul Karim kepada orang-orang yang shalat, maka ketika itu kita melihat bahwa shalat bisa menjadi ibarat “kapsul” yang bermanfaat serta bisa mendidik dan membentuk umat Islam. Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam telah berhasil meluluskan orang-orang yang menjadi pemimpin-pemimpin dunia melalui madrasah ini, madrasah shalat, dengan metode ini. Tokoh-tokoh itu, wahai Akhi, tidak lulus dari sekolah mana pun selain dari masjid yang berlantaikan kerikil dan beratapkan pelepah kurma…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar