Seorang ibu berusia 59 tahun bernama Hastuti di Jati Asih Bekasi saat
itu sedang gamang. Ia tengah berdiri di sebuah konter bank setelah
menarik dana sebesar 1 juta rupiah dari Teller. Rasa sedih
menghinggapinya lagi. Hampir saja ia menangis meratapi jumlah saldo
tabungannya yang kini tersisa 7 juta sekian.Bukan masalah duit
yang tersisa yang sebenarnya yang membuat ia hampir menangis. Namun,
sungguh saldo itu semakin jauh saja dari Biaya Setoran Haji yang
berjumlah 28 juta.Sudah berkali-kali ia mencoba menyisihkan uang
yang ia miliki untuk dapat berhaji. Namun sudah berulang kali angka
saldo itu tidak pernah lebih dari Rp 8 juta. Setiap kali sampai angka
tersebut, selalu ada saja keperluan mendesak yang harus ia tutupi. Jadi,
saldo di tabungan bukannya makin bertambah, yang ada selalu kurang dan
berkurang. Semalam Hastuti tak kuasa menahan gundahnya. Ia laporkan
kegalauannya kepada Tuhan Yang Maha Mendengar dalam doa & munajat.Seolah
mendapat ilham dari Allah, paginya ia menarik dana sebesar 1 juta. Kali
ini dana yang ia tarik bukan untuk keperluannya pribadi, namun uang
sejumlah itu akan ia infakkan kepada anak-anak yatim yang berada di
lingkungannya.Sejak pagi, ibu Hastuti sudah keluar dari rumah.
Menjelang sore, baru ia kembali setelah mengambil uang di bank dan
kemudian membagikannya kepada anak-anak yatim di sekitar.Ia tiba
di rumah pada pukul setengah empat sore. Ia langsung menuju kamar. Usai
ganti baju dan shalat Ashar, ia panggil pembantunya yang bernama Ijah
untuk membuatkan secangkir teh.
Ijah pun datang dan membawakan
teh untuk sang Majikan. Dalam rumah seluas 200 meter itu, hanya mereka
berdua yang mendiami. Ibu Hastuti adalah seorang perempuan yang sudah
belasan tahun menjanda. Ia memilik 3 orang putra dan 2 putri. Kini
semuanya telah berkeluarga dan meninggalkan rumah. Ibu Hastuti tinggal
sendiri bersama Ijah dalam masa tuanya. Hal ini mungkin adalah sebuah
potret lumrah masyarakat modern Indonesia zaman sekarang.Saat
Ijah datang membawa teh pesanan majikannya. Setelah meletakkan cangkir
teh di meja, Ijah mendekat ke arah majikannya untuk memyampaikan sebuah
berita"Bu..., tadi saat ibu pergi, den Bagus datang kira-kira
jam 9. Ia tadinya mencari ibu, tapi karena ibu gak ada di rumah, ia
nulis surat dan nitipkan sebuah amplop cokelat."Ibu Hastuti pun
kemudian mengatakan, "Oalah... Kok nggak bilang-bilang kalau mau datang.
Aku khan juga kangen. Sudah lama gak ketemu. Ayo, mana Jah suratnya.
Mungkin dia juga kesel sudah datang jauh-jauh tapi gak ketemu dengan
bundanya."Ijah pun masuk kembali untuk mengambil surat den Bagus
dan amplop yang dititipkan. Amplop cokelat itu seperti berisikan
sejumlah uang. Bentuknya pun tebal. Apalagi dalam amplop tersebut
bertuliskan logo sebuah bank. Namun hasrat untuk membuka amplop itupun
ditahan oleh Bu Hastuti. Tangannya kemudian bergerak ke selembar kertas
yang disebut sebagai surat oleh Ijah.Bu Hastuti mulai
membacanya. Diawali dengan basmalah dan salam, surat itu dibuka. Tak
lupa ucapan dan doa kesehatan untuk bunda dari anak-anaknya.Tak
lebih dari 2 menit, surat itu telah selesai dibaca oleh ibu Hastuti.
Namun dalam masa yang singkat itu, air mata membanjiri kedua matanya,
mengalir deras menetesi pipi dan beberapa bulir terlihat jatuh di surat
yang ia pegang. Kemudian ia pun mengintip uang yang berada dalam amplop
cokelat itu. Kemudian ia berucap kata "Subhanallah!" berulang-ulang
seraya memanjatkan rasa syukur yang mendalam kepada Tuhan atas anugerah
yang tiada terkira. Seusai mengontrol hatinya, ia segera menelpon
Bagus, anak pertamanya. Saat nada sambung terdengar, ia menarik nafas
yang dalam. Begitu tersambung, bu Hastuti langsung mengucapkan salam dan
mengatakan,"Terima kasih ya Nak... Subhanallah, padahal baru
semalam ibu berdoa mengadu kepada Allah kepingin berhaji, tapi ibu malu
mau cerita kepada kalian semua. Takut ngerepotin... Eh, kok malah
pagi-pagi kalian semua sudah nganterin duit sebanyak itu. Makasih ya,
Nak... Nanti ibu juga mau telponin adik-adikmu yang lain. Semoga murah
rezeki dan tambah berkah!"Di seberang sana, Bagus putra
pertamanya berkata, "Sama-sama bu... Itu hanya kebetulan kok. Beberapa
hari lalu, saya ajak adik-adik untuk rembugan supaya dapat menghajikan
ibu. Kebetulan kami semua lagi diberi kelapangan, maka Alhamdulillah
uang itu dapat terkumpul. Mudah-mudahan ibu bisa berhaji selekas
mungkin...."Nada suara Bagus terdengar ceria oleh ibunya.
Seceria hati Hastuti kini. Sudah lama ia bersabar untuk dapat berhaji ke
Baitullah.Alhamdulillah setelah penantian sekian lama, Allah
lapangkan jalan bu Hastuti untuk datang ke rumah-Nya dengan begitu
mudah. Dengan dana Rp 30 juta dari anak-anaknya, niat untuk berhaji pun
ia wujudkan pada tahun 2004. Walillahil Hamd!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar