Kiranya
menemukan kata yang pas yang dapat menggambarkan apa dan bagaimana itu
mengurus anak. Bagi saya, mengurus anak adalah pekerjaan yang paling
berat yang pernah saya rasakan, tapi juga paling menyenangkan.
Mendampingi pertumbuhan manusia-manusia yang sedang gencar-gencarnya
belajar. Sebuah proses yang panjang, yang sering menghadirkan
kepingan-kepingan peristiwa penuh emosi yang kaya makna. Membuat saya
tercenung, tertawa, menangis, dan campuran-campuran emosi lainnya.
Allohu akbar wa lillahilhamd.
Sekeping peristiwa sore tadi. Anak pertamaku (2th 4 bln) pipis
sembarangan. Padahal, sejak setengah jam sebelumnya saya sudah
mengingatkan untuk pipis di kamar mandi. Gemas sekali rasanya. Tapi saya
tahan untuk tetap terkendali, namun, tetap saya tunjukkan kekecewaan
padanya. ”Astaghfirulloh Aa, anak sholih, masa pipis sembarangan, kan
Ummun udah ingetin dari tadi. Katanya tadi iya, kalau pipis di kamar
mandi..”
Akhirnya saat hendak membersihkan air pipis tersebut, anak kedua saya
(Dede, 1th 3bln) yang jalannya masih belum stabil saya simpan di kasur,
agar tidak terpeleset saat saya mengepel dan anak pertama (Aa) saya
angkat ke kamar mandi.
Nah, agar tidak keluar dan jalan-jalan dengan kaki membawa pipis,
pintu kamar mandi saya tutup sambil bilang, ”Aa, Ummun ngepel pipisnya
dulu ya, Aa disini jangan keluar.” Bruk. Pintu saya tutup. Tentu kedua
batita saya itu menangis sejadi-jadinya. Dede menangis minta turun dari
kasur, Aa teriak-teriak minta keluar.
Sepanjang saya mengepel, ada yang berbeda dengan tangis Aa. Bukan
tangisan biasa tapi tangis ketakutan di dalam kamar mandi.
”Ummun..Ummun..Aa semut Ummun, Aa kuaah…UMMUUN…UMMMUUUN…” Biasanya tidak
demikian, dia hanya menangis sebentar dan kemudian bermain air.
Benar saja, saat saya masuk ke kamar mandi dengan adiknya, dia
dibalik pintu sampil mengangkat bajunya, satu tangan mengepal dimasukkan
ke dalam baju dan agak diputar di depan dadanya. Kemudian saya
tempelkan tangan saya ke dadanya, jantungnya berdebar kencang. Namun,
tidak saya dapati semut disekelilingnya. Hmm..entahlah.
Dede saya turunkan dan saya peluk anak pertama saya itu, sambil
menjelaskan kenapa ia saya tinggal di kamar mandi dengan pintu tertutup.
Ia masih terus saja minta keluar dan jeritnya semakin keras ketika
pintu saya tutup. Karena memang mereka hendak saya mandikan. Ia terus
saja minta keluar.
Seperti trauma melihat pintu ditutup. Saya terus memeluknya dan
menciumnya hingga ia tenang. Saya alihkan dengan menunjuk
serangga-serangga kecil yang menempel di dinding kamar mandi. Akhirnya
ia tenang dan kembali mengoceh, ”Ih apa itu, Ummun, apa itu?”. Huft…
Child abused, ya inilah kekerasan terhadap anak. Dia sampai
ketakutan begitu rupa, memang tidak sepantasnya saya mengurung dia
seperti itu di kamar mandi meski dalam waktu yang terukur. Seharusnya
saya membersihkan Aa terlebih dulu kemudian memintanya agar tetap di
kasur menemani Dedenya.
Kemudian saya membersihkan air pipisnya di lantai. Tadi saya hanya
berpikir praktisnya saja, Dede saya simpan di kasur agar tidak
terpeleset dan Aa saya simpan di kamar mandi agar tidak jalan-jalan,
kemudian setelah selesai mengepel, Dede saya bawa ke kamar mandi dan
saya mandikan berbarengan. Ternyata saya keliru. Astaghfirulloh. Semoga
sikap buruk saya tadi tidak berefek panjang terhadap kesehatan
psikologisnya. Amin.
Ya, mengurus anak dengan baik itu butuh keinsyafan tingkat tinggi.
Butuh pengelolaan emosi yang handal. Butuh ketenangan dan kecerdasan,
baik kecerdasan emosi maupun kecerdasan taktis strategis. Dan sebagai
manusia, tentu saja kita tidak melulu dalam keadaan emosi yang baik,
yang stabil. Disinilah seninya saya rasa. Pada titik inilah kecerdasan
kita diuji.
Jika kita berhasil melewati waktu-waktu emosional itu dengan solutif
maka kecerdasan kita akan naik peringkatnya, namun jika kita menuruti
hawa nafsu, kedzolimanlah yang terjadi. Dan rasakanlah bahwa hati segera
menjadi keruh dan butuh waktu dan energi yang cukup banyak untuk
menjernihkannya. Maka, tahanlah hawa nafsu sedapat mungkin kita mampu.
Tetaplah berpikir jernih. Perbanyaklah lafadz istighfar dan ta’awudz.
”Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran TuhanNya dan
menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh surgalah
tempat tinggal(nya).” (QS. An-Nazi’at:40-41).
”Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan
surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi
orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu
lapang dan sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan
(kesalahan) orang lain. Dan Alloh mencintai orang yang berbuat
kebaikan,.”(QS. Ali ’Imran: 133-134)
Menjadi orang tua yang sukses tentu menjadi salah satu jalan kita
mendapatkan surga. Dan sudah dari dulu semua tahu, mendapat surga memang
tidak murah. Jangankan surga, mau menikmati fasilitas hotel mewah saja
harus merogoh kocek lebih dalam kan? Sementara ada makhluk yang tidak
akan rela begitu saja saat kita meniti jalan menuju surga.
Merekalah yang senantiasa menghalang-halangi, merekalah yang membuat
kita menganggap baik meledaknya amarah kita. Dan jumlah mereka banyak.
Jangan turuti langkah-langkah syetan, sesungguhnya merekalah musuh yang
nyata. A’udzubilllahiminasysyaithonnirrodzhimi min hamdzihi wanafkhihi
wanafsihi.
Namun, jika amarah sudah terlanjur diperturutkan, lengan sang anak
sudah kadung biru karena dicubit, jiwa anak sudah terlanjur luka dengan
rengkuhan kasar kita, hati mereka sudah tertoreh umpatan dan tatapan
kasar kita.
Maka, bersegeralah minta maaf padanya, dengan penuh keikhlasan.
Berjanjilah padanya untuk tidak mengulanginya. Mohonlah ampun pada Alloh
atas perbuatan kita yang telah menyia-nyiakan amanahNya.
”dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Alloh, lalu memohon ampunan
atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa selain
Alloh? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu sedang mereka
mengetahui.” (QS. Ali ’Imran:135)
Senantiasa ingatkan diri kita, betapa marahnya Rasulullullah (salawat
dan salam baginya) mendapati sikap kasar seorang ibu. Ketika Ummu Fadhl
secara kasar merenggut bayi dari gendongan Nabi (salawat dan salam
baginya) lantaran sang bayi pipis dan membasahi pakaian Rasul (salawat
dan salam baginya).
Maka Rasululloh shalallahu ’alaihi wassalam menegur,”Pakaian yang
basah ini dapat dibersihkan dengan air. Tetapi apa yang dapat
menghilangkan kekeruhan jiwa anak ini akibat renggutan yang kasar itu?”
Astaghfirullohal’adzhim. Entahlah, apa yang mampu menghilangkan
kekeruhan jiwa mereka. Semoga dengan permintaan maaf yang ikhlas kepada
sang anak dan taubat kita kepada Alloh, Allohlah yang akan menyembuhkan
jiwa-jiwa suci mereka yang terluka itu. Berazzamlah untuk tidak
mengulanginya lagi.
Karena pada jiwa-jiwa itulah kita menitipkan bermiliar-miliar
harapan, kita lantunkan jutaan doa. Dan jika Alloh menghendaki,
jiwa-jiwa itulah yang mereka bawa dua puluh lima tahun yang akan datang
untuk menjadi pribadi dewasa untuk melanjutkan estafet perjuangan ini.
Bertekadlah untuk meluaskan dada kita saat mereka menyulitkan kita,
maafkanlah mereka. Karena Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya Alloh
merahmati orang tua yang membantu anaknya berbakti kepadanya, kata Nabi
saw.. Orang-orang di sekeliling beliau bertanya, ”Bagaimana cara orang
tua membantu anaknya, ya Rasulullullah?” Nabi saw. Menjawab, ”Dia
menerima yang sedikit darinya, memaafkan yang menyulitkannya, tidak
membebaninya, dan tidak memakinya.”
Bersikap lembutlah pada mereka, tidak hanya pada saat mereka
menampakkan senyum lucu yang manis, atau ketika ia berceloteh
menggemaskan. Dalam keadaan membuat kita susah pun, kelembutan itu tetap
ada pada kita.
Sesungguhnya, kelembutan adalah sifat yang dicintai Alloh dan
Rasul-Nya. Rasulullah saw. pernah bersabda kepada Asyaj Abdul
Qais,”Sesungguhnya di dalam dirimu terdapat dua sifat yang dicintai
Alloh, yaitu sifat lembut dan berbudi luhur.” (HR. Muslim)
Dalam hadits yang lain, Rasululloh saw. Pernah bersabda kepad
istrinya, A’isyah radhiallahu’anha. Kata Nabi saw., “Wahai A’isyah,
milikilah sifat ramah dan kasih sayang karena sesungguhnya apabila Alloh
menghendaki kebaikan dalam sebuah penghuni rumah, Allah akan
menunjukkan kepada mereka sifat ramah.” (HR. Ahmad).
Berkaitan dengan kasih sayang terhadap anak, Rasululloh menegaskan,
”Sesungguhnya pada setiap pohon terdapat buah dan buahnya hati adalah
anak. Sesungguhnya Alloh tidak akan mengasihi mereka yang tidak
mengasihi anaknya. Dan demi nyawaku yang berada di tanganNya, tidak akan
masuk surga kecuali orang yang memiliki sifat kasih sayang.” (HR
Al-Bazzaar)
Sesungguhnya, Alloh tidak akan mengasihi mereka yang tidak mengasihi,
begitu Rasulullah saw. memperingatkan kita atas anak-anak yang kita
lahirkan. Rasululloh saw. telah memberi contoh tentang bagaimana
memperlakukan anak-anak kita.
Acapkali terjadi, Rasululloh turun dari mimbarnya menyongsong
al-Hasan dan al-Husain, lalu menggendong dan menciumi mereka seraya
mendoakan. Kasih sayang dan perhatian yang besar, juga diberikan kepada
putrinya terkasih, Fathimatuz Zahra.
Aisyah menceritakan kepada kita salah satu fragmen kehidupan
Rasululloh saw.. Kata Aisyah r.a., ”Tidak ada orang yang paling mirip
dengan Rasululloh saw. dalam cara bicara, berjalan, dan duduknya selain
Fathimah. Bila Fathimah datang, Rasulullah saw. menyambutnya dengan
berdiri. Ia memegang tangan Fathimah dan menciumnya. Lalu didudukkannya
di majlisnya.”
Begitu Nabi memperlakukan anak dan cucunya. Rasulullah saw.
memperlihatkan kepada kita bagaimana harus memperlakukan anak-anak kita
sehingga antara anak dan orang tua bisa terjalin hubungan yang sangat
akrab dan mesra.
Di antara persoalan-persoalan pendidikan anak, termasuk kasus-kasus
remaja yang melakukan tindakan kriminal, ternyata banyak yang berasal
dari kurang mesranya hubungan orang tua dan anak. Na’udzubillahi min
dzalik. Semoga kita tidak termasuk mereka yang terlambat dan menyesal di
kemudian hari.
Semoga Alloh selalu memberikan kita hidayah taufik. Semoga tidak ada
lagi mata yang membelalak ketika anak-anak kita bersuara keras, lantaran
memanggil berkali-kali tidak kita sahut dengan baik.
Ya, karena seberapa besar keikhlasan, rasa cinta, dan tanggung jawab
orang tua terhadap sang anaklah yang akan menjadi ukuran seberapa besar
tabungan kebaikan kita pada mereka, kelak itu pula yang akan kita tuai,
di dunia dan di akhirat.
”Bantulah anak-anakmu untuk berbakti. Siapa yang menghendaki, dia
dapat melahirkan kedurhakaan melalui anaknya.” (HR. Ath Thabrani).
Demikian Nabi saw. menasehati.
Menghasilkan anak yang berkualitas itu bukan perkara mudah sebagaimana menjadi orang tua yang baik juga bukan hal yang gampang.
Namun, bukan hal yang mustahil. Dengan kehendakNya, jika kita mau dan
sungguh-sungguh untuk terus belajar dan belajar. Anak adalah hasil
orang tuanya. Kernanya, kaki jangan pernah surut ke belakang, sebab
masih banyak ilmu yang harus dicari dan masih banyak kearifan yang harus
diselami.
Mintalah senantiasa pertolongan Alloh agar Ia memberi kita kemudahan
untuk menyediakan atmosfer terbaik untuk tumbuh kembang mereka.
Na’udzubillahi min dzalik. Wallohu’alam.
Menjelang Subuh, 29 Syawal.
Ummu Mesia (Eva Rahayu); Ibu dari dua putra; Mesia Abdulloh dan Utruj Robbani: Website: muslimahsukses.com